Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh....
Bismillahirrahmaanirrahiim....
Melakukan Hal Yang Mubah Harus Menunjuk Kepada Dalil Yang Terkuat artinya apabila ada diantara dua dalil atau keterangan yang menunjuk sebuah perbuatan Rasulullah.saw dan diantara dalil tersebut satu sama lain terdapat perbedaan, maka harus diambil dalil yang terkuat, berikut uraiannya.
1. Apabila Rasulullah saw mengerjakan suatu pekerjaan kemudian pada kesempatan lain Rasul mengerjakan pekerjaan lain yang berlawanan dengannya. Kasus seperti ini menunjukan bahwa aktifitas tersebut hukumnya ibahah (boleh dilakukan, boleh ditinggalkan) , seperti :
- Menerima Hadiah.
Diriwayatkan dari Iyad bin Himar bahwasannya Rasulullah tidak pernah menerima hadiah dari seoarng kafir setelah beliau bertanya,“Apakah engkau akan masuk islam?” Orang kafir itu menjawab, “Tidak.” Rasul bersabda, “Sesungguhnya aku telah dilarang menerima hadiah dari kaum musyrikin.
Namun ada juga riwayat shahih yang menceritakan bahwa Rasulullah saw pernah menerima hadiah dari al-Najasyi, Akidar Daumah, dan Muqauqis. Hal ini dikuatkan dengan perkataan Aisyah bahwa Rasulullah saw suka menerima hadiah dan membalasnya.
Mengkompromikan antara kedua dalil tersebut menurut pendapat kami adalah bahwa menerima hadiah itu hukumnya mubah.
b. Ketika dilewati jezanah
Al-Thabrani mengeluarkan suatu hadits dalam al-Awasth bahwa suatu ketika ada jenazah yang melewati Ibnu Abbas dan Hasan bin Ali, kemudian salah satu di antara keduanya berdiri, dan yang lainnya duduk. Orang yang berdiri berkata kepada orang yang duduk : “Bukankan Rasulullah saw ketika dilewati jenazah suka berdiri?” Orang yang duduk menjawab. “Benar, tapi juga beliau pernah duduk.
Maka dari peristiwa itu kita bisa memahami adanya hukum mubah untuk berdiri dan duduk ketika melihat jenazah lewat.
c. Meminta pertolongan orang kafir
Diriwayatkan dari al-Zuhri bahwa Nabi saw pernah meminta pertolongan kepada sekelompok orang Yahudi pada saat perang Khaibar. Kemudian beliau memberikan harta rampasan perang kepada mereka..
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa a Rasulullah saw keluar menuju arah Badar, ketika Rasulullah telah sampai di Hurrah al-Wabrah, beliau ditemui oleh seorang lelaki yang dikenal pemberani dan ahli perang. Sehingga sahabat Rasulullah saw merasa gembira ketika melihatnya. Ketika laki-laki itu menyusul Rasulullah saw, dia berkata: “Aku datang untuk mengikutimu dan berperang bersamamu”. Kemudian beliau bersabda kepadanya: “Apakah engkau beriman kepada Allah dan Rasul-Nya? Dia berkata: “Tidak”. Beliau bersabda: “Kembalilah kamu aku tidak akan meminta pertolongan kepada orang musyrik“. Aisyah berkata: kemudian Rasululllah saw melanjutkan perjalanannya. Ketika beliu sampai di suatu pohon, beliau disusul kembali oleh laki-laki tadi dan berkata sebagaimana perkataannya yang pertama. Rasulullah saw pun menjawab seperti jawabannya sebelumnya. Kemudian Rasulullah saw kembali dan si laki-laki tadi menyusul beliau di al-Baida. Beliau pun bertanya kepada laki-laki itu, “Apakah engkau beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?” Laki-laki itu menjawab : “Benar”. Kemudian beliau bersabda, “Berangkatlah engkau berperang bersama kami”.
Dalam salah satu hadits di atas, Rasulullah saw menerima orang kafir untuk berperang dalam barisan kaum muslimin di bawah bendera Islam. Dalam hadits yang lain Rasulullah menolaknya.
Maka dari kedua hadits tersebut dapat dipahami bahwa meminta pertolongan kepada orang-prang kafir untuk berperang di dalam barisan kaum muslimin di bawah panji islam, hukumnya mubah.
Ini berbeda dengan meminta pertolongan kepada orang kafir di bawah bendera mereka. Yaitu bendera kafir. Maka hal ini tidak boleh. Hal ini disadarkan kepada sabda Rasululllah saw:
Janganlah kalian meminta penerangan dengan apinya orang-orang musyrik..
Kata al-nâr (api) di sini adalah kinâyah dari al-kiyân (institusi). Suatu kabilah akan menyalakan api sebagai isyarat pengumuman atas peperangan. Meminta penerangan dengan api orang-orang musyrik berarti berperang di bawah bendera mereka. Inilah yang diharamkan.
Hal ini dikuatkan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hamid Al Saaidi, dia berkata bahwa Rasulullah saw keluar menuju peperangan. Ketika beliau meninggalkan Tsaniyyah al-Wadâ’ tiba-tiba ada sekelompok
orang. Beliau bertanya, “Siapa mereka ?” Para sahabat menjawab, “Mereka adalah Yahudi Banu Qainuqa. Yaitu kelompok Abdullah bin Salam”. Rasul bertanya lagi: “Apakah mereka sudah masuk Islam?” Para Sahabat berkata, “Belum.” Kemudian Rasulullah saw memerintahkan mereka supaya kembali seraya bersabda: Sesungguhnya kami tidak akan meminta pertolongan kepada orang-orang musyrik, maka masuk Islamlah kalian.
Bani Qainuqa tersebut mau keluar untuk berperang di bawah bendera mereka. Adapun permintaan tolong Rasulullah kepada sekelompok Yahudi pada saat perang Khaibar, maka kelompok Yahudi tersebut mau berperang di bawah bendera kaum muslimin sebagaimana telah ditetapkan di dalam sirah.
2. Apabila Rasulullah saw mengatakan suatu perkataan, kemudian melakukan suatu pekerjaan yang bertentangan dengan perkataannya. Maka pekerjaan itu khusus bagi beliau, sedangkan perkataannya merupakan penjelasan bagi kita. Contohnya:
- Hukum menyentuh wanita setelah berwudhu
Diriwayatkan dari Umar bahwa Rasulullah saw berkata: “Mencium itu termasuk bersentuhan, maka wudhulah kalian karenanya“.
Aisyah berkata: Sesungguhnya Nabi saw pernah mencium sebagian istri-istrinya kemudian
beliau shalat dan tidak wudhu dulu.
Maka tidak berwudhu setelah mencium adalah khusus bagi Rasulullah saw. Sedangkan berwudhu karena mencium adalah seruan bagi kita(umatnya) .
b. Batasan jumlah wanita yang boleh dipoligami
Diriwayatkan dari Qais bin al-Haris, dia berkata: aku telah masuk Islam sedangkan aku memiliki delapan istri. Kemudian aku datang kepada Rasul saw dan aku menceritakan tentang istri-istriku. Kemudian Rasul
bersabda: “Engkau harus memilih empat dari mereka”.
Sementara itu telah disebutkan dalam riwayat yang shahih bahwa Rasulullah saw menikahi sembilan orang istri.
Maka itu menunjukan bahwa menikahi lebih dari empat istri secara bersamaan adalah khusus bagi Rasulullah saw.
3. Apabila Rasulullah mengatakan suatu perkataan kemudian mengatakan perkataan lain yang kelihatannya bertentangan dengan perkataan pertama, maka harus ada upaya mengkompromikan di antara kedua perkataan tsb dengan cara yang memungkinkan. Seperti sabda Rasulullah saw:
“Kemudian kelak akan menyebar luaslah kebohongan, sehingga seorang manusia akan bersaksi sebelum diminta untuk jadi saksi”.
Dalam hadits yang lain Rasullah saw bersabda: “Apakah tidak perlu aku beritakan kepada kalian tentang saksi-saksi yang paling baik”. Para sahabat berkata : “Tentu saja harus”. Rasul bersabda: yaitu apabila sorang manusia bersaksi sebelum diminta untuk menjadi saksi..
Cara mengkompromikan kedua hadits tsb adalah sebagai berikut: hadits yang pertama yaitu orang yang bersaksi sebelum diminta untuk menjadi saksi. Inilah persaksian yang dicela di dalam hadits. Hal ini dihubungkan kepada persaksian pada masalah hak sesama manusia sebelum diminta menjadi saksi. Sedangkan hadits yang kedua yaitu tentang persaksian yang dipuji adalah tentang orang yang bersegera menjadi saksi dihubungkan pada hak Allah.
Semoga semua artikel dan eBook di blog kami bermanfaat untuk kita semua.Wallahu'alam bissowab
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh....[]
Bismillahirrahmaanirrahiim....
Melakukan Hal Yang Mubah Harus Menunjuk Kepada Dalil Yang Terkuat artinya apabila ada diantara dua dalil atau keterangan yang menunjuk sebuah perbuatan Rasulullah.saw dan diantara dalil tersebut satu sama lain terdapat perbedaan, maka harus diambil dalil yang terkuat, berikut uraiannya.
1. Apabila Rasulullah saw mengerjakan suatu pekerjaan kemudian pada kesempatan lain Rasul mengerjakan pekerjaan lain yang berlawanan dengannya. Kasus seperti ini menunjukan bahwa aktifitas tersebut hukumnya ibahah (boleh dilakukan, boleh ditinggalkan) , seperti :
- Menerima Hadiah.
Diriwayatkan dari Iyad bin Himar bahwasannya Rasulullah tidak pernah menerima hadiah dari seoarng kafir setelah beliau bertanya,“Apakah engkau akan masuk islam?” Orang kafir itu menjawab, “Tidak.” Rasul bersabda, “Sesungguhnya aku telah dilarang menerima hadiah dari kaum musyrikin.
Namun ada juga riwayat shahih yang menceritakan bahwa Rasulullah saw pernah menerima hadiah dari al-Najasyi, Akidar Daumah, dan Muqauqis. Hal ini dikuatkan dengan perkataan Aisyah bahwa Rasulullah saw suka menerima hadiah dan membalasnya.
Mengkompromikan antara kedua dalil tersebut menurut pendapat kami adalah bahwa menerima hadiah itu hukumnya mubah.
b. Ketika dilewati jezanah
Al-Thabrani mengeluarkan suatu hadits dalam al-Awasth bahwa suatu ketika ada jenazah yang melewati Ibnu Abbas dan Hasan bin Ali, kemudian salah satu di antara keduanya berdiri, dan yang lainnya duduk. Orang yang berdiri berkata kepada orang yang duduk : “Bukankan Rasulullah saw ketika dilewati jenazah suka berdiri?” Orang yang duduk menjawab. “Benar, tapi juga beliau pernah duduk.
Maka dari peristiwa itu kita bisa memahami adanya hukum mubah untuk berdiri dan duduk ketika melihat jenazah lewat.
c. Meminta pertolongan orang kafir
Diriwayatkan dari al-Zuhri bahwa Nabi saw pernah meminta pertolongan kepada sekelompok orang Yahudi pada saat perang Khaibar. Kemudian beliau memberikan harta rampasan perang kepada mereka..
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa a Rasulullah saw keluar menuju arah Badar, ketika Rasulullah telah sampai di Hurrah al-Wabrah, beliau ditemui oleh seorang lelaki yang dikenal pemberani dan ahli perang. Sehingga sahabat Rasulullah saw merasa gembira ketika melihatnya. Ketika laki-laki itu menyusul Rasulullah saw, dia berkata: “Aku datang untuk mengikutimu dan berperang bersamamu”. Kemudian beliau bersabda kepadanya: “Apakah engkau beriman kepada Allah dan Rasul-Nya? Dia berkata: “Tidak”. Beliau bersabda: “Kembalilah kamu aku tidak akan meminta pertolongan kepada orang musyrik“. Aisyah berkata: kemudian Rasululllah saw melanjutkan perjalanannya. Ketika beliu sampai di suatu pohon, beliau disusul kembali oleh laki-laki tadi dan berkata sebagaimana perkataannya yang pertama. Rasulullah saw pun menjawab seperti jawabannya sebelumnya. Kemudian Rasulullah saw kembali dan si laki-laki tadi menyusul beliau di al-Baida. Beliau pun bertanya kepada laki-laki itu, “Apakah engkau beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?” Laki-laki itu menjawab : “Benar”. Kemudian beliau bersabda, “Berangkatlah engkau berperang bersama kami”.
Dalam salah satu hadits di atas, Rasulullah saw menerima orang kafir untuk berperang dalam barisan kaum muslimin di bawah bendera Islam. Dalam hadits yang lain Rasulullah menolaknya.
Maka dari kedua hadits tersebut dapat dipahami bahwa meminta pertolongan kepada orang-prang kafir untuk berperang di dalam barisan kaum muslimin di bawah panji islam, hukumnya mubah.
Ini berbeda dengan meminta pertolongan kepada orang kafir di bawah bendera mereka. Yaitu bendera kafir. Maka hal ini tidak boleh. Hal ini disadarkan kepada sabda Rasululllah saw:
Janganlah kalian meminta penerangan dengan apinya orang-orang musyrik..
Kata al-nâr (api) di sini adalah kinâyah dari al-kiyân (institusi). Suatu kabilah akan menyalakan api sebagai isyarat pengumuman atas peperangan. Meminta penerangan dengan api orang-orang musyrik berarti berperang di bawah bendera mereka. Inilah yang diharamkan.
Hal ini dikuatkan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hamid Al Saaidi, dia berkata bahwa Rasulullah saw keluar menuju peperangan. Ketika beliau meninggalkan Tsaniyyah al-Wadâ’ tiba-tiba ada sekelompok
orang. Beliau bertanya, “Siapa mereka ?” Para sahabat menjawab, “Mereka adalah Yahudi Banu Qainuqa. Yaitu kelompok Abdullah bin Salam”. Rasul bertanya lagi: “Apakah mereka sudah masuk Islam?” Para Sahabat berkata, “Belum.” Kemudian Rasulullah saw memerintahkan mereka supaya kembali seraya bersabda: Sesungguhnya kami tidak akan meminta pertolongan kepada orang-orang musyrik, maka masuk Islamlah kalian.
Bani Qainuqa tersebut mau keluar untuk berperang di bawah bendera mereka. Adapun permintaan tolong Rasulullah kepada sekelompok Yahudi pada saat perang Khaibar, maka kelompok Yahudi tersebut mau berperang di bawah bendera kaum muslimin sebagaimana telah ditetapkan di dalam sirah.
2. Apabila Rasulullah saw mengatakan suatu perkataan, kemudian melakukan suatu pekerjaan yang bertentangan dengan perkataannya. Maka pekerjaan itu khusus bagi beliau, sedangkan perkataannya merupakan penjelasan bagi kita. Contohnya:
- Hukum menyentuh wanita setelah berwudhu
Diriwayatkan dari Umar bahwa Rasulullah saw berkata: “Mencium itu termasuk bersentuhan, maka wudhulah kalian karenanya“.
Aisyah berkata: Sesungguhnya Nabi saw pernah mencium sebagian istri-istrinya kemudian
beliau shalat dan tidak wudhu dulu.
Maka tidak berwudhu setelah mencium adalah khusus bagi Rasulullah saw. Sedangkan berwudhu karena mencium adalah seruan bagi kita(umatnya) .
b. Batasan jumlah wanita yang boleh dipoligami
Diriwayatkan dari Qais bin al-Haris, dia berkata: aku telah masuk Islam sedangkan aku memiliki delapan istri. Kemudian aku datang kepada Rasul saw dan aku menceritakan tentang istri-istriku. Kemudian Rasul
bersabda: “Engkau harus memilih empat dari mereka”.
Sementara itu telah disebutkan dalam riwayat yang shahih bahwa Rasulullah saw menikahi sembilan orang istri.
Maka itu menunjukan bahwa menikahi lebih dari empat istri secara bersamaan adalah khusus bagi Rasulullah saw.
3. Apabila Rasulullah mengatakan suatu perkataan kemudian mengatakan perkataan lain yang kelihatannya bertentangan dengan perkataan pertama, maka harus ada upaya mengkompromikan di antara kedua perkataan tsb dengan cara yang memungkinkan. Seperti sabda Rasulullah saw:
“Kemudian kelak akan menyebar luaslah kebohongan, sehingga seorang manusia akan bersaksi sebelum diminta untuk jadi saksi”.
Dalam hadits yang lain Rasullah saw bersabda: “Apakah tidak perlu aku beritakan kepada kalian tentang saksi-saksi yang paling baik”. Para sahabat berkata : “Tentu saja harus”. Rasul bersabda: yaitu apabila sorang manusia bersaksi sebelum diminta untuk menjadi saksi..
Cara mengkompromikan kedua hadits tsb adalah sebagai berikut: hadits yang pertama yaitu orang yang bersaksi sebelum diminta untuk menjadi saksi. Inilah persaksian yang dicela di dalam hadits. Hal ini dihubungkan kepada persaksian pada masalah hak sesama manusia sebelum diminta menjadi saksi. Sedangkan hadits yang kedua yaitu tentang persaksian yang dipuji adalah tentang orang yang bersegera menjadi saksi dihubungkan pada hak Allah.
Semoga semua artikel dan eBook di blog kami bermanfaat untuk kita semua.Wallahu'alam bissowab
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh....[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar