Kamis, 29 September 2011

INGIN MENUNAIKAN HAJI TAPI MASIH MEMILIKI HUTANG


Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Beliau rahimahullahu ditanya : Saya ingin melaksanakan haji wajib tahun ini, tapi saya mempunyai hutang sejumlah uang dan saya membayarnya secara kredit setiap bulan, sedangkan masa pembayaran harus dilunasi enam bulan dari sekarang. Apakah saya wajib haji padahal saya telah mempunyai sejumlah hutang sebelum saya memikirkan untuk melaksanakan haji wajib dan tujuan baik yang lain?
Jawaban
Jika seseorang mempunyai biaya haji dan membayar hutang pada waktunya, maka wajib haji karena keumuman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا
“Mengerjakan haji adalah kewajiban terhadap Allah yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” (Ali-Imran  97)
Tapi jika tidak mempunyai biaya haji karena harus membayar hutang, maka tidak wajib haji berdasarkan ayat tersebut dan hadits-hadits dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dengan arti yang sama.
Fatawa Islamiyah, vol.4, hal.62 DARUSSALAM | FatwaIslam.com

HUKUM MENUNAIKAN IBADAH HAJI DENGAN CARA BERHUTANG


Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Beliau rahimahullahu ditanya : Saya ingin haji, tapi tidak mempunyai biaya yang mencukupi. Lalu kantor tempat saya bekerja menyetujui memberikan pinjaman kepada saya untuk biaya haji dengan cara memotong gaji setelah itu. Apakah cara ini dibenarkan ?
Jawaban
Jika anda ingin haji dengan uang pinjaman, maka cara yang anda lakukan dapat dibenarkan. Tapi yang utama dan lebih baik adalah tidak melakukan itu. Sebab Allah hanya mewajibkan haji kepada orang yang mampu, sedangkan anda sekarang belum mampu.
Sebaiknya anda tidak meminjam uang untuk haji. Sebab anda tidak mengerti, barangkali utang itu masih dalam tanggungan sedangkan anda tidak mampu membayarnya setelah itu, misalnya karena sakit atau tempat kerja mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia. Maka seyogianya anda jangan mengutang untuk haji. Kapan saja Allah memberikan kecukupan kepada anda dan mampu haji dari dana sendiri, maka lakukanlah. Tapi jika tidak, maka jangan mengutang untuk haji.
Fatawa Islamiyah, vol.4, hal. 63, DARUSSALAM | FatwaIslam.com

Senin, 26 September 2011

PEMBAYARAN FIDYAH


Jenis dan Kadar Fidyah
Ternyata tidak ada dalam nash secara khusus yang menjelaskan tentang jenis dan kadar fidyah. Namun ada beberapa pendapat ulama berkaitan tentang kadar dan jenis fidyah tersebut,
Pendapat pertama, fidyah tersebut adalah sebanyak 1 mud dari makanan untuk setiap harinya. Jenisnya sama seperti jenis makanan pada zakat fitri.
Pendapat kedua, fidyah tersebut sebagaimana yang biasa dia makan setiap harinya.
Pendapat ketiga, fidyah tersebut dapat dipilih dari makanan yang ada.
Dalam kaidah fikih, untuk permasalahan seperti ini maka dikembalikan ke urf (kebiasaan yang lazim). Maka kita dianggap telah sah membayar fidyah jika telah memberi makan kepada satu orang miskin untuk satu hari yang kita tinggalkan. Namun tetap diingat, sebagaimana Imam Nawawi rahimahullah katakan, “Tidak sah apabila membayar fidyah dengan tepung yang sangat halus (sawiq), biji-bijian yang telah rusak. Tidak sah pula membayar fidyah dengan uang.”
Cara Pembayaran:
Inti pembayaran fidyah adalah mengganti satu hari puasa yang ditinggalkan dengan memberi makan satu orang miskin. Namun, model pembayarannya dapat diterapkan dengan dua cara,
  1. Memasak atau membuat makanan, kemudian memanggil orang miskin sejumlah hari-hari yang ditinggalkan selama bulan Ramadhan.
  2. Memberikan kepada orang miskin berupa makanan yang belum dimasak. Alangkah lebih sempurna lagi jika juga diberikan sesuatu untuk dijadikan lauk.
Pemberian ini dapat dilakukan sekaligus, misalnya membayar fidyah untuk 20 hari disalurkan kepada 20 orang faqir. Atau dapat pula diberikan hanya kepada 1 orang faqir saja sebanyak 20 hari.
Waktu Pembayaran Fidyah
Seseorang dapat membayar fidyah, pada hari itu juga ketika dia tidak melaksanakan puasa. Atau diakhirkan sampai hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan oleh sahabat Anas radhiallahu’anhu ketika beliau telah tua.
Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, ia mengatakan, bahwa ia tidak mampu berpuasa pada suatu tahun (selama sebulan), lalu ia membuat satu bejana tsarid (roti yang diremuk dan direndam dalam kuah), kemudian mengundang sebanyak 30 orang miskin, sehingga dia mengenyangkan mereka. (Shahih sanadnya: Irwaul Ghalil IV:21 dan Daruquthni II: 207 no. 16)
Yang tidak boleh dilaksanakan adalah pembayaran fidyah yang dilakukan sebelumRamadhan. Misalnya: Ada orang yang sakit yang tidak dapat diharapkan lagi kesembuhannya, kemudian ketika bulan Sya’ban telah datang, dia sudah lebih dahulu membayar fidyah. Maka yang seperti ini tidak diperbolehkan. Ia harus menunggu sampai bulan Ramadhan benar-benar telah masuk, barulah ia boleh membayarkan fidyahnya.
Wallahu a’lam
Disusun ulang dari majalah As Sunnah Edisi Khusus tahun IX dengan berbagai tambahan dari kitab Al Wajiz, Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi. Pustaka As-Sunnah cet. 2, 2006
***

ADAKAH ZAKAT PROFESI


Pada zaman sekarang ini, sebagian orang mengadakan ‘zakat baru’ yang disebut dengan zakat profesi, yaitu bila seorang pegawai negeri atau perusahaan yang memiliki gaji besar, maka ia diwajibkan untuk mengeluarkan 2,5 % dari gaji atau penghasilannya. Orang-orang yang menyerukan zakat jenis ini beralasan, bila seorang petani yang dengan susah payah bercocok tanam harus mengeluarkan zakat, maka seorang pegawai yang kerjanya lebih ringan dan hasilnya lebih besar dari hasil panen petani, tentunya lebih layak untuk dikenai kewajiban zakat. Berdasarkan qiyas ini, para penyeru zakat profesi mewajibkan seorang pegawai untuk mengeluarkan 2,5 % dari gajinya dengan sebutan zakat profesi.
Bila pendapat ini dikaji dengan seksama, maka kita akan mendapatkan banyak kejanggalan danpenyelewengan. Berikut secara sekilas bukti kejanggalan dan penyelewengan tersebut:
1.Zakat hasil pertanian adalah (seper-sepuluh) hasil panen bila pengairannya tanpa memerlukan biaya, dan (seper-duapuluh) bila pengairannya membutuhkan biaya. Adapun zakat profesi, maka zakatnya adalah 2,5 % sehingga Qiyas semacam ini merupakan Qiyas yang sangat aneh (ganjil) dan menyeleweng.
2.Gaji diwujudkan dalam bentuk uang, maka gaji lebih tepat bila dihukumi dengan hukum zakat emas dan perak, karena sama-sama sebagai alat jual beli dan standar nilai barang.
3.Gaji bukanlah hal baru dalam kehidupan manusia secara umum dan umat Islam secara khusus. Keduanya telah ada sejak zaman dahulu kala. Berikut beberapa bukti yang menunjukkan hal itu:
Sahabat ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallâhu’anhu pernah menjalankan suatu tugas dari Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam. Lalu ia pun diberi upah oleh Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam. Pada awalnya, Sahabat ‘Umar radhiyallâhu’anhu menolak upah tersebut, akan tetapi Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda kepadanya:
“Bila engkau diberi sesuatu tanpa engkau minta, maka makan (ambil) dan sedekahkanlah”. (Riwayat Muslim)
Seusai Sahabat Abu Bakar radhiyallâhu’anhu dibai’at untuk menjabat khilafah, beliau berangkat ke pasar untuk berdagang sebagaimana kebiasaan beliau sebelumnya. Di tengah jalan beliau berjumpa dengan ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallâhu’anhu, maka ‘Umar pun bertanya kepadanya:
“Hendak kemanakah engkau?”
Abu Bakar menjawab:
“Ke pasar”.
‘Umar kembali bertanya:
“Walaupun engkau telah mengemban tugas yang menyibukanmu?”
Abu Bakar menjawab:
“Subhannllah, tugas ini akan menyibukkan diriku dari menafkahi keluargaku?”
Umar pun menjawab:
“Kita akan memberimu secukupmu”.
(Riwayat Ibnu Sa’ad dan al-Baihaqi)
Imam al-Bukhâri juga meriwayatkan pengakuan Sahabat Abu Bakar radhiyallâhu’anhu tentang hal ini.
Sungguh, kaumku telah mengetahui
bahwa pekerjaanku dapat mencukupi kebutuhan keluargaku.
Sedangkan sekarang aku disibukkan oleh urusan kaum muslimin,
maka sekarang keluarga Abu Bakar
akan makan sebagian dari harta ini (harta baitul-mâl),
sedangkan ia akan bertugas mengatur urusan mereka.
(Riwayat Bukhâri)
Riwayat-riwayat ini semua membuktikan, bahwa gaji dalam kehidupan umat Islam bukan sesuatu yang baru, akan tetapi, selama 14 abad lamanya tidak pernah ada satu pun ulama yang memfatwakan adanya zakat profesi atau gaji. Ini membuktikan bahwa zakat profesi tidak ada. Yang ada hanyalahzakat maal, yang harus memenuhi dua syarat, yaitu hartanya mencapai nishab dan telah berlalu satuhaul (1 tahun).
Oleh karena itu, ulama ahlul-ijtihad yang ada pada zaman kita mengingkari adanya zakat profesi. Salah satunya ialah Syaikh Bin Bâz rahimahullâh, beliau berkata:
“Zakat gaji yang berupa uang, perlu diperinci, bila gaji telah ia terima, lalu berlalu satu tahun dan telah mencapai satu nishab, maka wajib dizakati. Adapun bila gajinya kurang dari satu nishab, atau belum berlalu satu tahun, bahkan ia belanjakan sebelumnya, maka tidak wajib dizakati”.
_________________________________
Published : http://majalah-assunnah.com/

LEBIH UTAMA MANA.. MAKKAH ATAU MADINAH


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
Dalam Al Fatawa (27/36) Ibnu Taimiyah rahimahullah ditanya: Tentang Makkah, apakah Makkah itu lebih utama daripada Madinah ataukah sebaliknya?
Beliau rahimahullah menjawab:
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Sesungguhnya Makkah itu lebih utama (mulia) karena telah tsabit hadits dari Abdullah bin Adi bin Al Hamru dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang Makkah tatkala beliau berdiri di Hazbarah:
“Demi Allah! Sesungguhnya kamu ini sebaik-baik bumi Allah, dan kamu adalah bumi Allah yang paling Allah cintai. Kalaulah tidak karena kaumku mengusirku (mengeluarkanku) darimu, maka aku tidak akan keluar.” (Imam Tirmidzi berkata hadits ini shahih)
Dalam riwayat lain disebutkan:
“Sesungguhnya kamu ini sebaik-baik bumi Allah dan kamu adalah bumi Allah yang paling Allah cintai.”
Maka telah tsabit bahwa, Makkah itu sebaik-baik bumi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan juga bumi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling dicintai Allah dan Rasul-Nya. Hal ini jelas menunjukkan akan keutamaan dan kemuliaan Makkah. Sedang hadits yang diriwayatkan, yang lafadznya sebagai berikut [1]:
“Engkau (ya Allah)! Mengeluarkan aku dari bumi yang paling aku cintai dan Engkau menempatkanku di bumi yang paling Engkau cintai.” [2]
Hadits ini palsu dan dusta, tidak ada seorangpun dari Ahli Ilmu yang meriwayatkannya. Wallahu a’lam.
Kemudian dalam Al Fatawa (XXVII/37) beliau kembali ditanya: Tentang kuburan (makam) yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dimakamkan di dalamnya, apakah makam itu lebih mulia daripada Masjidil Haram?
Beliau rahimahullah menjawab:
Adapun makam yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dimakamkan di dalamnya, maka tidak aku ketahui seorangpun dari manusia yang mengatakan bahwa makam itu lebih utama daripada Masjidil Haram, Masjid Nabawi atau Masjidil Aqsha melainkan Al Qadhi ‘Iyadh, kemudian Al Qadhi menyebut hal itu sebagai ijma’ (kesepakatan). Itu adalah suatu ucapan yang tidak pernah ada seorangpun yang mendahuluinya, sepanjang yang kami ketahui, dan tidak ada pula hujjah yang mendasarinya. Bahkan Al Qadhi mengatakan bahwa tubuh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu lebih utama dari semua masjid.
Adapun sesuatu yang di dalamnya terdapat ciptaan/makhluk yang lebih utama, atau sesuatu yang di dalamnya ada pemakaman, maka tidak mesti itu semua lebih utama, kemudian yang muncul darinya pun makhluk yang lebih utama.
Sesungguhnya tidak ada seorangpun yang mengatakan bahwa tubuh Abdullah (ayahanda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) itu lebih utama dari tubuh para Nabi.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup.
Dan Nuh ‘alaihis salam adalah seorang Nabi yang mulia sedangkan putra beliau tenggelam dalam air bah dan ia dalam keadaan kafir. Demikian juga Ibrahim Khalilur Rahman, akan tetapi ayahanda beliau yang bernama Azar itu kafir.
Nash-nash yang menunjukkan tentang pengutamaan (lebih utamanya) masjid-masjid itu sifatnya mutlak. Tidak ada pengecualian di antaranya seperti makam para Nabi, dan tidak juga makam orang-orang shalih.
Seandainya apa yang disebutkan oleh Al Qadhi itu benar, niscaya (akan dipahami bahwa -ed) makam setiap Nabi bahkan makam setiap orang shalih itu lebih utama dari masjid-masjid. Padahal masjid-masjid itu adalah Buyutullah (rumah-rumah Allah), maka dengan itu berarti rumah-rumah makhluk (manusia) lebih utama daripada rumah-rumah Khaliq (Pencipta) yang di dalamnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengizinkan untuk ditinggikan dan disebut nama-Nya.
Ini adalah ucapan yang diada-adakan dalam perkara agama serta menyelisihi ushul (pokok-pokok) Dienul Islam.
[Diambil dari buku Mutiara Fatwa dari Lautan Ilmu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, disusun dan dita'liq oleh Abdullah bin Yusuf Al 'Ajlan. Penerbit: Cahaya Tauhid Press, hal. 50-54]
____________
Footnote:
[1] Ahmad IV/305, Tirmidzi 3925, Ibnu Majah 3108, Ibnu Hibban 1025 hal. 253 Mawaridu Adz Dzom’an. Lihat Shahih Al Jami no. 7089, Fathul Bari III/67.
[2] Riwayat Al Hakim 3/3 dari jalan Thariq bin Said Al Maqbari dari saudara laki-lakinya dari Abu Hurairah, dengan itu beliau (Al Hakim) berkata: “Hadits ini para perawinya berasal dari Madinah dari keluarga Abu Sa’id Al Maqbari. Adz Dzahabi mengomentari dengan ucapan beliau: “Akan tetapi hadits ini palsu dan sungguh telah tsabit bahwa negeri yang paling Allah cintai adalah Makkah dan Sa’ad bukanlah seorang yang tsiqah.” Lihat Al Fatawa XVIII/125-378.

Jumat, 23 September 2011

HUKUM MEMPELAJARI INJIL


Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
rahimahullah


Tanya : Bolehkah bagi seorang muslim untuk menekuni (mempelajari) Injil agar dia bisamengetahui firman Allah kepada hamba dan Rasulya ‘Isa ‘alaihis sholatu wassalam ?


Jawab : “Tidak boleh menekuni(mempelajari) sesuatupun darikitab-kitab yang mendahului Al-Qur`an, berupa Injil atau Taurat atau selain keduanya dengan dua sebab :


¤Sebab pertama : Sesungguhnyasemua yang bermanfaat didalamnya (kitab-kitab tersebut)Allah Subhanahu wa Ta’ala telahmenjelaskannya dalam Al-Qur`anul Karim.


¤Sebab kedua : Sesungguhnya didalam Al-Qur`an telah terdapat perkara yang mencukupi darisemua kitab-kitab ini,berdasarkanfirmanNya Ta’ala :ﻧَﺰَّﻝَﻋَﻠَﻴْﻚَﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏَﺑِﺎﻟْﺤَﻖِّﻣُﺼَﺪِّﻗًﺎﻟِﻤَﺎﺑَﻴْﻦَ ﻳَﺪَﻳْﻪِ“Dia menurunkan Al Kitab (Al-Qur’an) kepadamu dengansebenarnya; membenarkan kitabyang telah diturunkansebelumnya”. (QS. Ali ‘Imran : 3)


Dan firmanNya Ta’ala :ﻭَﺃَﻧْﺰَﻟْﻨَﺎﺇِﻟَﻴْﻚَﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏَﺑِﺎﻟْﺤَﻖِّﻣُﺼَﺪِّﻗًﺎﻟِﻤَﺎﺑَﻴْﻦَﻳَﺪَﻳْﻪِﻣِﻦَﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِﻭَﻣُﻬَﻴْﻤِﻨًﺎﻋَﻠَﻴْﻪِﻓَﺎﺣْﻜُﻢْ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﺑِﻤَﺎ ﺃَﻧْﺰَﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪُ“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an denganmembawa kebenaran,membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab(yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu;


 maka putuskanlah perkara merekamenurut apa yang Allah turunkan”. (QS. Al-Ma`idah : 48)Karena sesungguhnya semua yang ada dalam kitab-kitabterdahulu berupa kebaikan pastiada dalam Al-Qur`an.


Adapun perkataan penanya bahwa dia ingin untuk mengetahui firman Allah kepada hamba dan RasulNya ‘ Isa, maka yang bermanfaat bagi kitadarinya telah dikisahkan olehAllah dalam Al-Qur`an sehingga tidak perlu lagi untuk mencariselainnya. 


Lagipula Injil yang adasekarang telah berubah, dan dalilakan hal itu adalah bahwa dia (sekarang) ada 4 Injil yang satudengan yang lainnya saling menyelisihi, bukan 1 Injilsehingga tidak dapat dijadikan sandaran.


Adapun seorang penuntut ilmuyang memiliki ilmu yang dengannya dia bisa mengetahuiyang benar dari kebatilan, maka


tidak ada larangan (baginya) untuk mengetahuinya (Injil) untuk membantah apa yang terdapat di dalamnya berupa kebatilan dan untuk menegakkan hujjah atas para penganutnya”.

(Majmu’ Fatawa, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah jilid 1)Sumber : Jurnal Al-Atsariyyah

SUBHANNAALLAH ..SEKALI UCAPAN TALBIYAH JANJI NYA SYURGA


 بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين و صلى الله و سلم وبارك على نبينا محمد و آله و صحبه أجمعين, أما بعد:


Tulisan ini menyebutkan tentang beberapa kedudukan dan keutamaan Ibadah haji yang sangat luar biasa, sebelumnya mari kita pahami dulu pengertian haji dan urah, sehingga benar-benar jelas. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.

Pengertian haji

Arti haji secara bahasa adalah menuju kepada sesuatu yang diagungkan.Lihat kitab An Nihayah fi Gharib Al Atsar, karya Ibnu Al Atsir, 1/340.

Sedang secara istilah syari’at pengertian haji adalah beribadah kepada Allah dengan melaksanakan rangkaian ibadah haji berdasarkan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.Lihat kitab Asy Syarah Al Mumti’, karya Ibnu Utsaimin, 7/7.

Ada pengertian lain yaitu: haji adalah menuju ke Baitullah dalam keadaan yang khusus, pada waktu yang khusus dengan syarat-syarat yang khusus. Lihat kitab At Ta’rifat, karya Al Jurjani, hal. 115.


Pengertian umrah

Arti umrah secara bahasa adalah kunjungan. Lihat kitab Mufradhat Al Fazh Al Quran, karya Al Ashfahany, hal. 596.

Sedang secara istilah syari'at arti umrah adalah beribadah kepada Allah Ta'ala dengan mengunjungi/menziarahi Ka'bah dalam keadaan berihram lalu mengerjakan thawaf, sa'i antara shafa dan marwah, mencukur atau menggundul rambut kepala kemudian bertahallul. Lihat kitab Manasik Al Hajj Wa Al Umrah, karya Syeikh Said Al Qahthany, hal. 11.


Para Pembaca budiman…

Saya yakin Anda sangat menginginkan kwalitas ibadah tinggi?
Saya juga sangat yakin, Anda sangat menginginkan ibadah hajinya benar-benar bernilai tinggi di sisi Allah Ta’ala?

Salah satu tipsnya adalah dengan memperhatikan kedudukan dan keutamaan amal ibadah tersebut, sehingga tergugah dan merasa mengagungkan amal ibadah tersebut.

Dan akhirnya tumbuh di dalam diri keinginan melaksanakan amal ibadah tersebut dengan baik dan benar, yang menghasilkan kwalitas ibadah yang sangat tinggi, bukan hanya sekedar melaksanakan amal ibadah tersebut.

Mari perhatikan kedudukan dan keutamaan ibadah ini yang sangat luar biasa, Subhanallah…

Kedudukan haji dalam agama Islam

1.  Haji adalah rukun Islam yang kelima, hal ini berdasarkan riwayat dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

Artinya: "Islam dibangun atas lima dasar: bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat,menunuaikan zakat, haji dan puasa Ramadhan”.HR. Bukhari dan Muslim.

2.  Siapa yang meninggalkan haji dengan sengaja karena tidak mengakui kewajibannya maka sungguh ia telah kafir kepada Allah Ta'ala:

{وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْت ِمَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَفَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ}

Artinya: "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam". QS. Ali Imran: 97.

3.  Kerugian bagi siapa yang diluaskan rizqinya dan tidak mengunjungi Bait Allah al-Haram, hal ini berdasarkan riwayat dari Abu Sa'id Al-Khudry radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«قَالَ اللَّهُ: إِنَّ عَبْدًا صَحَّحْتُ لَهُ جِسْمَهُ، وَوَسَّعْتُ عَلَيْهِ فِي الْمَعِيشَةِ يَمْضِي عَلَيْهِ خَمْسَةُ أَعْوَامٍ لَا يَفِدُ إِلَيَّ لَمَحْرُومٌ»

Artinya: "Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya seorang hamba telah Aku sehatkan baginya badannya, aku luaskan rizkinya, berlalu atasnya lima tahun dan dia tidak mendatangiku sungguh dia adalah orang yang sangat merugi".HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih At Targhib wa At Tarhib.

Beberapa Keutamaan ibadah haji:

1.    Tiada balasan bagi haji mabrur kecuali surga.

Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallambersabda:

الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

Artinya: “Haji yang mabrur tiada balasan baginya kecuali surga”.HR. Bukhari dan Muslim.

2.    Ibadah haji berfungsi sebagai penghapus dosa, sehingga seakan seperti keluar dari rahim ibu, bersih tanpa dosa.

Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:

مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

Artinya: Barangsiapa yang berhaji tanpa berbuat rafats (segala syahwat lelaki kepada perempuan) dan kefasikan (maksiat), maka akan kembali dalam keadaan sebagaimana dia dilahirkan ibunya”. HR. Bukhari dan Muslim.

3.    Ibadah haji sarana seseorang dibebaskan dari neraka.

Aisyah radhiyallahu 'anha meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:

مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّار مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ

Artinya: "Tiada suatu haripun yang di situ Allah membebaskan hamba-Nya dari neraka lebih banyak dari hari Arafah”. HR. Muslim.

4.    Ibadah haji termasuk amalan yang paling mulia.

Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang amalan apa yang mulia, beliau menjawab:

إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ,  قِيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ, قِيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: حَجٌّ مَبْرُورٌ

Artinya: “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya”. “Kemudian apa?", “Berjihad di jalan Allah”.”Kemudian apa?”.”Haji mabrur”. HR. Bukhari.

5.    Ibadah Haji menghilangkan kefakiran dan dosa.

Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ ، فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ والذُّنُوبَ ، كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ ، وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ جَزَاءٌ إِلا الْجَنَّةُ

Artinya: "Ikutilah haji dengan umrah, karena sesungguhnya keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana ubupan menghilangkan karat-karat besi, emas dan perak, tidak ada pahal bagi haji mabrur kecuali surga". HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih At Tirmidzi.

6.    Orang yang menunaikan ibadah haji adalah tamu undangan Allah dan akan diberikan apa yang mereka minta.

Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

 الْغَازِي فِي سَبِيلِ اللهِ، وَالْحَاجُّ، وَالْمُعْتَمِرُ وَفْدُ اللهِ دَعَاهُمْ فَأَجَابُوهُ، وَسَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ ".

Artinya: "Orang berperang di jalan Allah, orang yang menunaikan ibadah haji dan umrah adalah tamu undangan Allah, Allah memenggil mereka lalu mereka memenuhinya dan mereka memohon kepada Allah maka Allah memberikan permintaan mereka". HR. Ibnu Majah dan dihasankan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah.

7.    Haji adalah jihad bagi wanita muslimah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha:“Wahai Rasulullah, aku melihat jihad adalah amalan yang paling utama, bagaimana kalau kita berjihad?”, beliau menjawab:

لَا, لَكِنَّ أَفْضَلَ الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ

Artinya: Jangan, tetapi jihad yang paling utama (bagi kalian para wanita) adalah haji mabrur”. HR. An Nasai dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih An Nasai.


8.    Setiap langkah kaki jamaah haji dan hewan tunggangannya bernilai 1 pahala, 1 penghapusan dosa dan 1 tingkat pengangkatan derajat.


Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إنَّ لكَ مِن الأَجرِ إِذَا أَمَّمْتَ البيتَ العتيقَ أَنْ لاَ تَرفعَ قدماً وَلاَ تضعَهَا أنتَ ودابتُكَ إِلاَّ كُتِبَت لكَ حسنةٌ ورُفِعَتْ لكَ درجةٌ

Artinya: “Sesungguhnya pahala yang kamu miliki, jika berjalan menuju Rumah Suci (Ka’bah) adalah tidaklah kamu dan hewan tungganganmu mengangkat telapak kaki atau meletakkannya, melainkan dituliskan bagimu 1 kebaikan dan diangkatkan bagimu 1 derajat”. HR. Ath Thabarani dan dihasankan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih At Targhib wa At Tarhib.

Dan di dalam riwayat lain dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

فَإنكَ إذَا خَرجْتَ مِنْ بيتِكَ تَؤمُّ البيتَ الحرامَ لاَ تضعُ ناقتَك خَفاً، ولاَ ترفعُهُ إلاَّ كَتبَ اللهُ لكَ بهِ حسنةً، ومَحاَ عَنْكَ خطيئةً

Artinya: “Sesungguhnya jika kamu keluar dari rumahmu menuju Rumah suci (Ka’bah), tidaklah hewan tunggaganmu meletakkan telapak kaki dan mengangkatnya melainkan Allah Telah menuliskan bagimu dengan satu kebaikan dan menghapuskan darimu satu kesalahan”. HR. Ibnu Hibban dan menurut Al Haitsamy para perawinya adalah perawi-perawi yang terpercaya, hadits ini juga dihasankan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih At Targhi wa At Tarhib.

9.    Wukuf di Arafah bagi jamaah haji menghapuskan dosa meskipun sebanyak butiran pasir atau rintikan hujan atau buih di lautan.

وأَماَّ وقوفُكَ عَشِيَّةَ عرفةَ فإنََّ اللهَ يَهبِطُ إلىَ سماءِ الدنيا فَيُبَاهِي بِكُمُ الملائكةَ يَقولُ عِبادِي جَاؤُوْنِي شَعِثاً مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَميقٍ يَرجُونَ جَنَّتيِ فَلَو كانتْ ذنوبُكُمْ كَعَددِ الرَّملِ أوْ كَقَطرِ المطرِ أوْ كَزَبَدِ البَحرِ لَغَفَرْتُهاَ أَفِيضُوا عِبادي مغفوراً لَكُمْ ولِمَنْ شَفَعْتُمْ لَهُ

Artinya: “Adapun wukufmu di Arafah, maka sesungguhnya Allah akan turun ke langit dunia, lalu membanggakan kalian di depan para malaikatnya, seray berfirman: “Hamba-hamba-Ku telah mendatangi-Ku dalam keadaan lusuh, dari setiap penjuru, mereka berharap surga-Ku, meskipun dosa-dosa kalian sebanyak butiran pasir atau rintikan hujan atau buih di lautan, sungguh Aku telah mengampuninya, kembalilah kalian wahai para hamba-Ku dalam keadaan sudah diampuni dosa-dosa kalian dan bagi siapa saja yang telah kalian mintakan syafaat untuknya”. HR. Ibnu Hibban dan Ath Thabrany di dalam kitab Al Mu’jam Al Awsath dan dihasankan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih At Targhib Wa At Tarhib.

10.                      Sekali lemparan Jumrah menghapuskan dosa.

Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda:
وأمَّا رميُكَ الجِمارَ؛ فَلَكَ بِكُلِّ حَصَاةٍ رَمَيْتَهاَ تَكْفِيْرُ كَبِيْرَةٍ مِنَ المُوبِقاتِ

Artinya: “Adapun lemparan jumrahmu, maka setiap batu yang kamu lemparkan merupakan penebus sebuah dosa besar yang membinasakan”. HR. Ibnu Hibban dan dihasankan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih At Targhib Wa At Tarhib.


11.                      Sekali Ucapan Talbiyah dijanjikan surga.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا أَهَلَّ مهلٌّ  ، ولا كَبَّرَ مُكبِّرٌ إِلاََّ بُشِّر، قيل: يا رسول الله بالجنة؟ قال: نعم .
Artinya: “Tidaklah seorang mengucapkan talbiyah atau mengucapkan takbir melainkan akan dijanjikan dengan kebaikan”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya: “Wahai Rasulullah, apakah dijanjikan dengan surga?”, beliau menjawab: “Iya”. HR. riwayat Ath Thabrany di dalam kitab Al Mu’jam Al Awsath dan dihasankan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih At Targhib wa At Tarhib.

Subhanallah…Allahu Akbar…

Semoga Allah memudahkan seluruh jamaah haji dalam melaksanakan ibadah yang mulia ini.Allahumma aamiin.

Ditulis oleh Ahmad Zainuddin
Kamis, 24 Syawwal 1432H Dammam KSA.

KEISTIMEWAAN MEKAH


Al Ustadz Hammad Abu Muawiyah
Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda pada hari pembebasan kota Makkah:
إِنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللَّهُ لَا يُعْضَدُ شَوْكُهُ وَلَا يُنَفَّرُ صَيْدُهُ وَلَا يَلْتَقِطُ لُقَطَتَهُ إِلَّا مَنْ عَرَّفَهَا
“Sesungguhnya tanah ini telah diharamkan oleh Allah, maka tidak boleh ditebang tumbuhannya, tidak boleh diburu hewan buruannya, dan tidak boleh dipungut satupun barang yang hilang padanya kecuali orang yang mencari pemiliknya.” (HR. Al-Bukhari no. 1587 dan Muslim no. 2412)
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي الْحِلِّ وَالْحَرَمِ الْحَيَّةُ وَالْغُرَابُ الْأَبْقَعُ وَالْفَأْرَةُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ وَالْحُدَيَّا
“Ada lima jenis binatang fasik yang boleh dibunuh baik di tanah haram ataupun di luar tanah haram: Ular, gagak yang di punggung atau perutnya ada warna putih, tikus, anjing gila, dan elang.” (HR. Muslim no. 1198)
Penjelasan ringkas:
Makkah adalah kota yang haram (mempunyai kehormatan) atas pengharaman dari Allah Ta’ala. Karenanya dia mempunyai hukum tersendiri yang membedakannya dari kota lainnya walaupun itu adalah kota Madinah.
Di antara keistimewaannya adalah:
a. Tidak boleh menebang tanaman atau mematahkan ranting, kecuali tanaman idzkhir yang dikecualikan dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim.
Yang dimaksud dengan tanaman di sini adalah tanaman yang tumbuh dengan sendirinya. Adapun tanaman yang tumbuh karena ditanam, misalnya tanaman buah milik seseorang atau yang semacamnya, maka ini diperbolehkan untuk memotongnya.
b. Hewan yang ada di dalamnya tidak boleh diganggu apalagi diburu, karena siapa saja yang masuk ke dalam Makkah maka dia telah mendapatkan keamanan, baik dia manusia maupun binatang.
Akan tetapi dikecualikan darinya kelima hewan yang tersebut dalam hadits di atas, karena semuanya boleh dibunuh. Sebab pembolehan mereka dibunuh adalah karena mereka adalah hewan yang fasik, yaitu mengganggu dan berbahaya bagi manusia. Maka dari sebab ini, diikutkan padanya semua hewan selain dari lima ini yang memberikan mudharat kepada manusia.
c. Semua barang yang jatuh di jalan atau tercecer dari pemiliknya tidak boleh dipungut apalagi diambil, akan tetapi harus dibiarkan begitu saja. Kecuali bagi orang yang ingin mencari pemiliknya maka diperbolehkan bagi dia untuk memungutnya.