Senin, 28 Februari 2011

LOWONGAN DI SEDIAKAN UNTUK 2 POSISI


informasi penting dari NEGERI Sebelah... catatan lowongan yg WAJiB untuk semua yg bernama manusia... mendaftarkan diri (dg pilihan : suka atau tidak suka) ...

A. Penghuni Syurga
B. Penghuni Neraka

UNTUK POSISI A DISEDIAKAN FASILITAS DAN KOMPENSASI SBB :

Sebelum kandidat diberi fasilitas final berupa Syurga yang kekal abadi, kandidat dijamin akan memperoleh training outdoor dan indoor, berupa :

1. Nikmat kubur.
2. Jaminan perlindungan di Padang Mahsyar.
3. Keselamatan meniti Sirath-al mustaqim.

Syurga memiliki berbagai kenikmatan yang tidak dapat dibandingkan dengan kenikmatan dunia. Rasulullah bersabda, “Demi Allah, dunia ini dibanding akhirat ibarat seseorang yang mencelupkan jarinya ke laut; air yang tersisa di jarinya ketika diangkat itulah nilai dunia” (HR Muslim). Nikmat yang lebih indah dari syurga adalah ‘merasakan’ ridha Allah dan kesempatan merasakan ‘wajah’ Allah, inilah puncak segala kenikmatan, inilah kenikmatan yang tak mampu dibayangkan manusia, yaitu keindahan menikmati sifat-sifat dan kalam murni Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

UNTUK POSISI B DIPASTIKAN AKAN MENIKMATI BERAGAM KESEMPATAN DIBAWAH INI:

Kandidat dipastikan mendapat berbagai fasilitas Neraka berupa alam terbuka dengan fasilitas pemanas ruangan yang bertemperatur sangat luar biasa panasnya. Bahkan bila sebutir pasir neraka dijatuhkan ke muka bumi maka mengeringlah seluruh samudera di muka bumi ini dan mendidihlah kutub es yang ada di muka bumi ini. Bahkan bila seseorang dikeluarkan dari dalamnya sekejab kemudian dipindahkan ke tumpukan api unggun yang menyala-nyala di muka bumi ini maka iapun akan merasa lega.

Neraka sangat luas, jadi para pelamar posisi ini tidak perlu khawatir tidak kebagian tempat. Para pelamar posisi ini juga tak perlu khawatir segera mati kalau dibakar, karena tubuh kita akan dibuat sedemikian rupa hingga mampu memuai kalau dibakar (seperti kerupuk bila digoreng). Rasulullah saw bersabda, “Di neraka gigi seorang kafir akan (memuai) hingga sebesar gunung Uhud, dan (tebal) kulitnya membentang sejauh tiga hari perjalanan” (diriwayatkan oleh Abu Hurairah, HR Muslim). Dalam hadits lain, Rasulullah saw bersabda, “Neraka dipegang oleh tujuh puluh ribu tali, dan setiap talinya di pegang oleh tujuhpuluh ribu malaikat” M(HR Muslim). Rasulullah saw bersabda, “Allah mempunyai malaikat yang jarak antara kedua belah matanya adalah sepanjang seratus tahun perjalanan” (Abu Daud, Ibn Hanbal).

Oh, ya. Fasilitas ini juga meliputi makanan gratis yang mampu membakar isi perut, minuman yang mampu membocorkan usus serta fasilitas kolam renang gratis yang berisi nanah dan darah. Beberapa pembantu gratis juga disiapkan untuk menyayat lidah orang-orang yang suka menyakiti hati orang lain, maupun menyeterika perut orang-orang yang tidak membayar zakat.

Selain fasilitas tersebut, para kandidat akan melewati masa training yang lamanya mencapai ribuan tahun, yaitu :
1. Training indoor didalam kubur berupa siksa kubur dan ‘hidup’ dalam kesengsaraan ditemani ular dan makhluk aneh lainnya serta wajah-wajah buruk selama bertahun-tahun hingga ribuan tahun di alam barzakh tergantung kualitas amal ibadahnya dan dosa-dosa yang ia lakukan.
2. Training outdoor dilakukan di padang Mahsyar selama ribuan tahun, dalam suasana kepanikan dan huru-hara yang luar biasa. Bapak, ibu, anak dan saudara-saudara kita tak mampu menolong kita karena setiap orang sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri. Bahkan para nabipun tidak mampu menolong, kecuali nabi Muhammad SAW yang akan menolong umatnya yang rajin bersholawat padanya.

SYARAT-SYARAT PELAMAR

- Tidak diperlukan ijazah
- Tidak diperlukan koneksi atau uang sogok.
- Tidak perlu bawa harta
- Tidak perlu berwajah cantik, ganteng, berbadan tegap atau seksi.
Cukup membawa dokumen asli dari keimanan dan amal karya Anda sendiri.

WAKTU WAWANCARA :

Wawancara tahap 1, dilakukan 7 langkah setelah pelayat terakhir meninggalkan kuburan Anda. Sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya bila jenazah seseorang diletakkan di dalam kubur,maka jenazah itu mendengar suara sandal orang-orang yang mengantarnya ke kuburan pada saat mereka meninggalkan tempat itu (hadist hasan yang diriwayatkan oleh Ahmad Hanbal). Perlu diketahui jadwal wawancara Anda ini sudah ditentukan sejak roh ditiupkan ke tubuh Anda semasa dalam kandungan ibu.

Wawancara tahap 2 : Hanya Allah lah yang tahu.
LOKASI DAN LAMA WAWANCARA
Wawancara tahap I, dilakukan di dalam kubur (alam barzakh) selama beberapa menit hingga ribuan tahun tergantung posisi yang dilamarnya.

Wawancara tahap II, dilakukan pada hari penghisaban (hari perhitungan) selama beberapa hari hingga ribuan tahun tergantung posisi yang dilamarnya. Dalam salah satu haditsnya Rasulullah pernah bersabda bahwa jarak waktu masa pengadilan antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin adalah 500 tahun.


Berbahagialah Anda yang miskin selama di dunia, yang memiliki sedikit harta untuk diminta pertanggungjawabann ya (karena sebutir nasi yang Anda buang akan diminta pertanggungjawabann ya).
PEWAWANCARA:

Wawancara tahap I, dilakukan oleh Malaikat Mungkar dan Nakir.
Wawancara tahap II, dilakukan langsung oleh sang Penguasa Hari Kemudian

WAWANCARA HANYA BERISI 6 PERTANYAAN :

1. Siapa Rabbmu ?
2. Apa Dienmu ?
3. Siapa nabimu?
4.. Apa kitabmu?
5. Dimana kiblatmu ?
6. Siapa saudaramu?

Sungguh 6 pertanyaan yang sangat mudah, tapi sayangnya tidak bisa dihapal dari sekarang karena keimanan dan amal kitalah yang akan menjawabnya.

CARA MELAMAR:

Sekalilagi, ini benar-benar rekrutmen yang sangat istimewa, tidak perlu melamar, siapa saja dijamin diterima, bahkan untuk melamarpun Anda akan dijemput secara khusus. Dijemput oleh makhluk sekaliber malaikat yang bernama Izroil. Ia akan menjemput anda kapan dan dimana saja (bisa jadi sebentar lagi).

BENARKAH LOWONGAN INI ?

Simaklah hadits dibawah ini, sesungguhnya terlalu banyak rahasia alam ini yang tidak mampu kita ketahui, apalagi mengenai akhirat.

Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya aku mampu melihat apa yang tak sanggup kalian lihat. Kudengar suara gesekan dilangit (berkriut-kriut) , langit sedemikian padatnya, tak ada tempat kosong bahkan seluas empat jari sekalipun karena langit dipenuhi para malaikat yang sedang bersujud kepada Allah SWT. Demi Allah ! Sekiranya kalian mengetahui apa yang aku ketahui (tentang akhirat), niscaya kalian tidak akan pernah tertawa sedikitpun, bahkan kalian pasti akan banyak menangis (karena takut). Dan niscaya kalian tidak akan pernah bisa bersenang-senang dengan istri-istri kalian, dan niscaya kalian akan keluar berhamburan ke jalan-jalan (berteriak) untuk memohon (ampun) dan memanjatkan doa kepada Allah (meminta perlindungan dari bencana akhirat) yang akan Dia timpakan” ( HR Tirmidzi & Al-Bukhari)

Sementara jutaan Malaikat dengan penuh rasa takut dan hormat sedang bersujud kepada Allah, dan sementara Malaikat peniup Sangkakala sudah siap di depan trompetnya sejak alam ini diciptakan, sementara itu pula masih banyak diantara kita yang masih terlena dengan dunia ini. Tidak sadar ia bahwa dirinya sedang masuk dalam program penerimaan lowongan yang ada di akhirat.
MAU MELAMAR KE POSISI B ?


Mudah saja, hiduplah sesuka anda…  Diposkan oleh www.iftitah_alaini.blogspot.co.id di 04:36 0 komentar Dari Atha bin Abi Rabah, ia berkata, Ibnu Abbas berkata padaku, “Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?” Aku menjawab, “Ya” Ia berkata, “Wanita hitam itulah yang datang kepada Nabi Muhammad SAW lalu berkata, ‘Aku menderita penyakit ayan (epilepsi) dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku agar Allah Menyembuhkannya.’

Nabi Muhammad SAW berkata, ‘Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu surga, dan jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah Menyembuhkanmu.’  Wanita itu menjawab, ‘Aku pilih bersabar.’ Lalu ia melanjutkan perkataannya, ‘Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku terbuka, doakanlah agar auratku tidak tersingkap.’ Maka Nabi pun mendoakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Betapa rindunya hati ini kepada surga-Nya yang begitu indah. Yang luasnya seluas langit dan bumi. Betapa besarnya harapan ini untuk menjadi salah satu penghuni surga-Nya. Dan subhanallah! Ada seorang wanita yang berhasil meraih kedudukan mulia tersebut. Bahkan ia dipersaksikan sebagai salah seorang penghuni surga di kala nafasnya masih dihembuskan. Sedangkan jantungnya masih berdetak. Kakinya pun masih menapak di permukaan bumi. 


Sebagaimana perkataan Ibnu Abbas kepada muridnya, Atha bin Abi Rabah, “Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?” Aku menjawab, “Ya” Ibnu Abbas berkata, “Wanita hitam itulah….dst”
Wahai saudariku, tidakkah engkau iri dengan kedudukan mulia yang berhasil diraih wanita itu? Dan tidakkah engkau ingin tahu, apakah gerangan amal yang mengantarkannya menjadi seorang wanita penghuni surga? 


Apakah karena ia adalah wanita yang cantik jelita dan berparas elok? Ataukah karena ia wanita yang berkulit putih bak batu pualam? Tidak. Bahkan Ibnu Abbas menyebutnya sebagai wanita yang berkulit hitam.  Wanita hitam itu, yang mungkin tidak ada harganya dalam pandangan masyarakat. Akan tetapi ia memiliki kedudukan mulia menurut pandangan Allah dan Rasul-nya. Inilah bukti bahwa kecantikan fisik bukanlah tolak ukur kemuliaan seorang wanita. Kecuali kecantikan fisik yang digunakan dalam koridor yang syar’i. Yaitu yang hanya diperlihatkan kepada suaminya dan orang-orang yang halal baginya.

Kecantikan iman yang terpancar dari hatinyalah yang mengantarkan seorang wanita ke kedudukan yang mulia. Dengan ketaqwaannya, keimanannya, keindahan akhlaqnya, amalan-amalan shalihnya, seorang wanita yang buruk rupa di mata manusia pun akan menjelma menjadi secantik bidadari surga.
Bagaimanakah dengan wanita zaman sekarang yang sibuk memakai kosmetik ini-itu demi mendapatkan kulit yang putih tetapi enggan memutihkan hatinya? Mereka begitu khawatir akan segala hal yang bisa merusak kecantikkannya, tetapi tak khawatir bila iman dan hatinya yang bersih ternoda oleh noda-noda hitam kemaksiatan – semoga Allah Memberi mereka petunjuk -.

Kecantikan fisik bukanlah segalanya. Betapa banyak kecantikan fisik yang justru mengantarkan pemiliknya pada kemudahan dalam bermaksiat. Maka saudariku, seperti apapun rupamu, seperti apapun fisikmu, janganlah engkau merasa rendah diri. Syukurilah sebagai nikmat Allah yang sangat berharga. Cantikkanlah imanmu. Cantikkanlah hati dan akhlakmu.


Wahai saudariku, wanita hitam itu menderita penyakit ayan sehingga ia datang kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW dan meminta beliau agar berdoa kepada Allah untuk kesembuhannya. Seorang muslim boleh berusaha demi kesembuhan dari penyakit yang dideritanya. Asalkan cara yang dilakukannya tidak melanggar syariat. Salah satunya adalah dengan doa. Baik doa yang dipanjatkan sendiri, maupun meminta didoakan orang shalih yang masih hidup. Dan dalam hal ini, Rasulullah Nabi Muhammad SAW memiliki keistimewaan berupa doa-doanya yang dikabulkan oleh Allah.
Wanita itu berkata, “Aku menderita penyakit ayan dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku agar Allah Menyembuhkannya.”


Saudariku, penyakit ayan bukanlah penyakit yang ringan. Terlebih penyakit itu diderita oleh seorang wanita. Betapa besar rasa malu yang sering ditanggung para penderita penyakit ayan karena banyak anggota masyarakat yang masih menganggap penyakit ini sebagai penyakit yang menjijikkan.
Tapi, lihatlah perkataannya. Apakah engkau lihat satu kata saja yang menunjukkan bahwa ia benci terhadap takdir yang menimpanya? Apakah ia mengeluhkan betapa menderitanya ia? Betapa malunya ia karena menderita penyakit ayan? Tidak, bukan itu yang ia keluhkan. Justru ia mengeluhkan auratnya yang tersingkap saat penyakitnya kambuh.

Subhanallah. Ia adalah seorang wanita yang sangat khawatir bila auratnya tersingkap. Ia tahu betul akan kewajiban seorang wanita menutup auratnya dan ia berusaha melaksanakannya meski dalam keadaan sakit. Inilah salah satu ciri wanita shalihah, calon penghuni surga. Yaitu mempunyai sifat malu dan senantiasa berusaha menjaga kehormatannya dengan menutup auratnya. Bagaimana dengan wanita zaman sekarang yang di saat sehat pun dengan rela hati membuka auratnya???

Saudariku, dalam hadits di atas terdapat pula dalil atas keutamaan sabar. Dan kesabaran merupakan salah satu sebab seseorang masuk ke dalam surga. Nabi Muhammad SAW berkata, “Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu surga, dan jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah

Menyembuhkanmu.” Wanita itu menjawab, “Aku pilih bersabar.”  Wanita itu lebih memilih bersabar walaupun harus menderita penyakit ayan agar bisa menjadi penghuni surga. Salah satu ciri wanita shalihah yang ditunjukkan oleh wanita itu lagi, bersabar menghadapi cobaan dengan kesabaran yang baik.


Saudariku, terkadang seorang hamba tidak mampu mencapai kedudukan kedudukan mulia di sisi Allah dengan seluruh amalan perbuatannya. Maka, Allah akan terus memberikan cobaan kepada hamba tersebut dengan suatu hal yang tidak disukainya. Kemudian Allah Memberi kesabaran kepadanya untuk menghadapi cobaan tersebut. Sehingga, dengan kesabarannya dalam menghadapi cobaan, sang hamba mencapai kedudukan mulia yang sebelumnya ia tidak dapat mencapainya dengan amalannya.
Sebagaimana sabda Rasulullah Nabi Muhammad SAW, “Jika datang suatu kedudukan mulia dari Allah untuk seorang hamba yang mana ia belum mencapainya dengan amalannya, maka Allah akan memberinya musibah pada tubuhnya atau hartanya atau anaknya, lalu Allah akan menyabarkannya hingga mencapai kedudukan mulia yang datang kepadanya.” (HR. Imam Ahmad. Dan hadits ini terdapat dalam silsilah Al-Haadits Ash-shahihah 2599)

Maka, saat cobaan menimpa, berusahalah untuk bersabar. Kita berharap, dengan kesabaran kita dalam menghadapi cobaan Allah akan Mengampuni dosa-dosa kita dan mengangkat kita ke kedudukan mulia di sisi-Nya.


Lalu wanita itu melanjutkan perkataannya, “Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku terbuka, doakanlah agar auratku tidak tersingkap.” Maka Rasulullah Muhammad SAW pun berdoa kepada Allah agar auratnya tidak tersingkap. Wanita itu tetap menderita ayan akan tetapi auratnya tidak tersingkap.
Wahai saudariku, seorang wanita yang ingatannya sedang dalam keadaan tidak sadar, kemudian auratnya tak sengaja terbuka, maka tak ada dosa baginya. Karena hal ini di luar kemampuannya. Akan tetapi, lihatlah wanita tersebut. Bahkan di saat sakitnya, ia ingin auratnya tetap tertutup. Di saat ia sedang tak sadar disebabkan penyakitnya, ia ingin kehormatannya sebagai muslimah tetap terjaga. Bagaimana dengan wanita zaman sekarang yang secara sadar justru membuka auratnya dan sama sekali tak merasa malu bila ada lelaki yang melihatnya? Maka, masihkah tersisa kehormatannya sebagai seorang muslimah?

Saudariku, semoga kita bisa belajar dan mengambil manfaat dari wanita penghuni surga tersebut.

Wallahu a’lam

MANA KAH AURAT LELAKI ?


Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Sering kita dengar pembahasan mengenai aurat wanita. Namun mungkin sedikit atau jarang sekali kita mendengar pembahasan aurat para lelaki. Sering kita lihat bagaimana sebagian pria menampakkan paha atau membuka aurat lainnya. Lalu manakah batasan aurat pria yang terlarang dilihat oleh orang lain? Moga Allah memudahkan dalam membahas hal ini.
Aurat Sesama Lelaki
Aurat sesama lelaki –baik dengan kerabat atau orang lain- adalah mulai dari pusar hingga lutut. Demikian menurut ulama Hanafiyah. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَإِنَّ مَا تَحْتَ السُّرَّةِ إِلَى رُكْبَتِهِ مِنَ الْعَوْرَةِ
Karena di antara pusar sampai lutut adalah aurat.[1]
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa pusar sendiri bukanlah aurat. Mereka berdalil dengan riwayat bahwa Al Hasan bin ‘Ali radhiyallhu ‘anhuma pernah menampakkan auratnya lalu Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menciumnya. Akan tetapi ulama Hanafiyah berpendapat bahwa lutut termasuk aurat. Mereka berdalil dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الرُّكْبَةُ مِنَ الْعَوْرَةِ
Lutut termasuk ‘aurat.[2] Namun hadits ini adalah hadits yang dho’if.
Apa saja yang boleh dilihat oleh laki-laki sesama lelaki, maka itu boleh disentuh.
Sedangkan ulama Syafi’iyah dan Hambali berpendapat bahwa lutut dan pusar bukanlah aurat. Yang termasuk aurat hanyalah daerah yang terletak antara pusar dan lutut. Hal ini berdasarkan riwayat dari Abu Ayyub Al Anshori radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ما فوق الرّكبتين من العورة ، وما أسفل السّرّة وفوق الرّكبتين من العورة
Apa saja yang di atas lutut merupakan bagian dari aurat dan apa saja yang di bawah pusar dan di atas lutut adalah aurat.[3] Namun riwayat inidho’if.
Pendapat terkuat dalam hal ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa aurat lelaki sesama lelaki adalah antara pusar hingga lutut. Artinya pusar dan lutut sendiri bukanlah aurat. Demikian pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Wallahu a’lam.
Apakah Benar Paha Termasuk Aurat?
Sebagian ulama memang berpendapat bahwa paha tidak termasuk aurat, artinya boleh ditampakkan. Yang berpendapat seperti ini adalah Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, pendapat ulama Malikiyah, dan pendapat ulama Zhahiriyah (Ibnu Hazm, cs).[4] Di antara dalil yang menjadi pendukung adalah berikut ini:
Anas bin Malik berkata,
وَإِنَّ رُكْبَتِى لَتَمَسُّ فَخِذَ نَبِىِّ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – ، ثُمَّ حَسَرَ الإِزَارَ عَنْ فَخِذِهِ حَتَّى إِنِّى أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِ فَخِذِ نَبِىِّ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم
Dan saat itu (ketika di Khaibar) sungguh lututku menyentuh paha Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu beliau menyingkap sarung dari pahanya hingga aku dapat melihat paha Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang putih.[5]
Syaikh Abu Malik menyanggah alasan dari Ibnu Hazm dengan hadits di atas, beliau hafizhohullah berkata, “Hadits di atas dimaksudkan bahwa sarung Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersingkap dengan sendirinya, bukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyingkapnya sendiri dan beliau juga tidak menyengajainya. Hal ini didukung dengan riwayat dalam Shahihain yang menyatakan “فانحسر الإزار”, artinya sarung tersebut tersingkap dengan sendirinya.”[6]
Dalil lain yang menjadi pendukung pendapat ini adalah,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مُضْطَجِعًا فِى بَيْتِى كَاشِفًا عَنْ فَخِذَيْهِ أَوْ سَاقَيْهِ فَاسْتَأْذَنَ أَبُو بَكْرٍ فَأَذِنَ لَهُ …
(‘Aisyah berkata), “Pada suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berbaring di rumah saya dengan membiarkan kedua pahanya atau kedua betisnya terbuka. Tak lama kemudian, Abu Bakar minta izin kepada Rasulullah untuk masuk ke dalam rumah beliau ….”
Syaikh Abu Malik menyanggah pendapat yang berdalil bahwa paha bukan termasuk aurat berdalil dengan hadits di atas, di mana beliau berkata,
Tidak bisa kita mempertentangkan hadits yang jelas-jelas mengatakan batasan aurat bagi pria dengan hadits-hadits umum yang telah disebutkan sebelumnya. Bahkan semakin penguat lemahnya pendapat ini, yaitu terdapat dalam riwayat Muslim suatu pertentangan, di mana perowi mengatakan paha dan betisnya. Di riwayat lain dikatakan dengan lafazh “كَاشِفًا عَنْ فَخِذَيْهِ أَوْ سَاقَيْهِ”, beliau menyingkap paha atau betisnya. Dan betis sama sekali bukanlah aurat berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.[7]
Kesimpulannya, yang lebih tepat dan lebih hati-hati dalam masalah ini, paha adalah aurat. Itulah yang lebih rojih (kuat) berdasarkan alasan yang telah dikemukakan di atas.
Aurat Lelaki dengan Wanita Lainnya
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa wanita boleh melihat selain pusar hingga lutut dengan syarat selama aman dari fitnah (artinya tidak sampai membuat wanita tersebut tergoda). Ulama Malikiyah berpendapat bahwa dibolehkan bagi wanita melihat pria sebagaimana pria dibolehkan melihat mahromnya, yaitu selama yang dilihat adalah wajah dan athrofnya (badannya), ini juga dengan syarat selama aman dari fitnah (godaan).
Sedangkan ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa wanita tidak boleh melihat aurat lelaki dan juga bagian lainnya tanpa ada sebab. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya.” (QS. An Nuur: 31)
Dalil lainnya yang digunakan sebagai hujjah oleh Syafi’iyah adalah hadits dari Ummu Salamah, ia berkata,
كُنْتُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَعِنْدَهُ مَيْمُونَةُ فَأَقْبَلَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ وَذَلِكَ بَعْدَ أَنْ أُمِرْنَا بِالْحِجَابِ فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « احْتَجِبَا مِنْهُ ». فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَيْسَ أَعْمَى لاَ يُبْصِرُنَا وَلاَ يَعْرِفُنَا فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « أَفَعَمْيَاوَانِ أَنْتُمَا أَلَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ ».
Aku berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika Maimunah sedang bersamanya. Lalu masuklah Ibnu Ummi Maktum -yaitu ketika perintah hijab telah turun-. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Berhijablah kalian berdua darinya.” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, bukankah ia buta sehingga tidak bisa melihat dan mengetahui kami?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam balik bertanya: “Apakah kalian berdua buta? Bukankah kalian berdua dapat melihat dia?[8] [Riwayat ini adalah riwayat yang dho’if, lemah]
Abu Daud berkata, “Ini hanya khusus untuk isteri-isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidakkah engkau lihat bagaimana Fatimah binti Qais di sisi Ibnu Ummi Maktum! Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berkata kepada Fatimah binti Qais, ‘Bukalah hijabmu di sisi Ibnu Ummi Maktum, sebab ia adalah seorang laki-laki buta, maka tidak mengapa engkau letakkan pakaianmu di sisinya.”[9]
Adapun pendapat terkuat menurut madzhab Hambali, boleh  bagi wanita melihat pria lain selain auratnya. Hal ini didukung oleh hadits ‘Aisyah dan haditsnya muttafaqun ‘alaih. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata;
رَأَيْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَسْتُرُنِى بِرِدَائِهِ ، وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَى الْحَبَشَةِ يَلْعَبُونَ فِى الْمَسْجِدِ ، حَتَّى أَكُونَ أَنَا الَّذِى أَسْأَمُ ، فَاقْدُرُوا قَدْرَ الْجَارِيَةِ الْحَدِيثَةِ السِّنِّ الْحَرِيصَةِ عَلَى اللَّهْوِ
Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menutupiku dengan pakaiannya, sementara aku melihat ke arah orang-orang Habasyah yang sedang bermain di dalam Masjid sampai aku sendirilah yang merasa puas. Karenanya, sebisa mungkin kalian bisa seperti gadis belia yang suka bercanda.”[10]
Yang terkuat adalah pendapat terakhir, yaitu boleh bagi wanita melihat pria lain selain auratnya karena dalil yang mendukung lebih shahih dan lebih kuat. Wallahu a’lam.
Aurat Lelaki di Hadapan Istri
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan fuqoha bahwa tidak ada batasan aurat antara suami istri. Semua bagian tubuhnya halal untuk dilihat satu dan lainnya, sampai pun pada kemaluan. Karena menyetubuhinya saja suatu hal yang mubah (boleh). Oleh karena itu melihat bagian tubuh satu dan lainnya –terserah dengan syahwat atau tidak-, tentu saja dibolehkan.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa dimakruhkan untuk memandang kemaluan satu dan lainnya. Namun hadits yang digunakan adalah hadits yang dho’if. Hadits tersebut adalah,
إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ فَلْيَسْتَتِرْ وَلاَ يَتَجَرَّدْ تَجَرُّدَ الْعَيْرَيْنِ
Jika salah seorang dari kalian mendatangi isterinya hendaklah dengan penutup, dan jangan telanjang bulat.[11]
Akhir Tulisan: Nasehat bagi Penggemar Bola dan Penggemar Renang
Jika kita sudah mengetahui manakah aurat lelaki, ada satu hal yang mesti kami ingatkan tentang tersebarnya kekeliruan di tengah masyarakat mengenai aurat lelaki ini. Yaitu seringkalinya kita melihat para pria buka-bukaan aurat, baik paha yang disingkap –seperti ketika main bola- atau sengaja menyingkap bagian aurat lainnya –mungkin saja ketika renang- dengan hanya memakai –maaf- ‘celana dalam’. Ini sungguh kekeliruan. Dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ
Seorang laki-laki janganlah melihat aurat laki-laki lainnya. Begitu pula seorang wanita janganlah melihat aurat wanita lainnya.” (HR. Muslim no. 338). Artinya, orang yang sengaja buka aurat telah bermaksiat. Aurat sesama pria tentu saja tidak boleh dilihat, lantas bagaimanakah dengan menonton pertandingan bola yang jelas sekarang ini sering menampakkan paha karena celana yang digunakan begitu pendek?!
Wabillahit taufiq. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad, wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallam.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Referensi utama: Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 31/50-53.
Riyadh-KSA, on 23rd Muharram 1432 H (29/12/2010)

[1] HR. Ahmad 2/187, Al Baihaqi 2/229. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyatakan sanad hadits ini hasan
[2] HR. Ad Daruquthni 1/506. Dalam hadits ini terdapat Abul Janub dan dia termasuk perowi yang  dho’if.
[3] HR. Al Baihaqi 2/229 dan Al Jaami’ Ash Shogir 7951. Dalam hadits ini terdapat Sa’id bin Abi Rosyid Al Bashri dan ia termasuk perowi yang dho’if.
[4] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin Asy Sayid Salim, Al Maktabah At Taufiqiyah, 3/7.
[5] HR. Bukhari no. 371 dan Muslim no. 1365.
[6] Shahih Fiqh Sunnah, 3/7.
[7] Shahih Fiqh Sunnah, 3/8.
[8] HR. Abu Daud no. 4112, At Tirmidzi no. 2778, dan Ahmad 6/296. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if.
[9] Lihat Sunan Abi Daud Bab “Firman Allah Ta’ala: وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ “.
[10] HR. Bukhari no. 5236 dan Muslim no. 892.
[11] HR. Ibnu Majah no. 1921. Ibnu Hajar menyatakan bahwa dalam hadits tersebut terdapat Mandal dan ia dho’if (Mukhtashor Al Bazzar, 1/579). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if.

3 MAKNA ZUHUD


Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan
Kesimpulannya, zuhud terhadap dunia bisa ditafsirkan dengan tiga pengertian yang kesemuanya merupakan amalan hati dan bukan amalan tubuh. Oleh karenanya, Abu Sulaiman mengatakan,
لَا تَشْهَدْ لِأَحَدٍ بِالزُّهْدِ، فَإِنَّ الزُّهْدَ فِي الْقَلْبِ
“Janganlah engkau mempersaksikan bahwa seorang itu telah berlaku zuhud (secara lahiriah), karena zuhud itu letaknya di hati”

Makna pertama
Zuhud adalah hamba lebih meyakini rezeki yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tangannya. Hal ini tumbuh dari bersih dan kuatnya keyakinan, karena sesungguhnya Allah telah menanggung dan memastikan jatah rezeki setiap hamba-Nya sebagaimana firman-Nya,
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا (٦)
“Dan tidak ada suatu binatang melata[709] pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya [Huud: 6].
Dia juga berfirman,
وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ (٢٢)
“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu [Adz Dzaariyaat: 22].
فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ (١٧)
“Maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia [Ankabuut: 17].
Al Hasan mengatakan,
إِنَّ مِنْ ضَعْفِ يَقِينِكَ أَنْ تَكُونَ بِمَا فِي يَدِكَ أَوْثَقَ مِنْكَ بِمَا فِي يَدِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Salah satu bentuk lemahnya keyakinanmu terhadap Allah adalah anda lebih meyakini apa yang ada ditangan daripada apa yang ada di tangan-Nya”.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, beliau mengatakan,
إِنَّ أَرْجَى مَا أَكُونُ لِلرِّزْقِ إِذَا قَالُوا لَيْسَ فِي الْبَيْتِ دَقِيقٌ
“Momen yang paling aku harapkan untuk memperoleh rezeki adalah ketika mereka mengatakan, “Tidak ada lagi tepung yang tersisa untuk membuat makanan di rumah”
Masruq mengatakan,
إِنَّ أَحْسَنَ مَا أَكُونُ ظَنًّا حِينَ يَقُولُ الْخَادِمُ: لَيْسَ فِي الْبَيْتِ قَفِيزٌ مِنْ قَمْحٍ وَلَا دِرْهَمٌ
“Situasi dimana saya mempertebal husnuzhanku adalah ketika pembantu mengatakan, “Di rumah tidak ada lagi gandum maupun dirham.” [Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah (34871); Ad Dainuri dalam Al Majalisah (2744); Abu Nu'aim dalam Al Hilyah (2/97)].
Imam Ahmad mengatakan,
أَسَرُّ أَيَّامِي إِلَيَّ يَوْمٌ أُصْبِحُ وَلَيْسَ عِنْدِي شَيْءٌ
“Hari yang paling bahagia menurutku adalah ketika saya memasuki waktu Subuh dan saya tidak memiliki apapun.” [Shifatush Shafwah 3/345].
Abu Hazim Az Zahid pernah ditanya,
مَا مَالُكَ؟
“Apa hartamu”,
beliau menjawab,
لِي مَالَانِ لَا أَخْشَى مَعَهُمَا الْفَقْرَ: الثِّقَةُ بِاللَّهِ، وَالْيَأْسُ مِمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ
“Saya memiliki dua harta dan dengan keduanya saya tidak takut miskin. Keduanya adalah ats tsiqqatu billah (yakin kepada Allah) dan tidak mengharapkan harta yang dimiliki oleh orang lain [Diriwayatkan Ad Dainuri dalam Al Mujalasah (963); Abu Nu'aim dalam Al Hilyah 3/231-232].
Pernah juga beliau ditanya,
أَنَا أَخَافُ الْفَقْرَ وَمَوْلَايَ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرَى؟ !
“Tidakkah anda khawatir akan kefakiran?” Beliau menjawab, “Bagaimana bisa saya takut fakir sementara Pemelihara-ku memiliki segala yang ada di langit, bumi, apa yang ada diantara keduanya, dan di bawah tanah.”
Selembar kertas pernah diserahkan kepada ‘Ali ibnu Muwaffaq, dia pun membacanya dan di dalamnya tertulis,
يَا عَلِيَّ بْنُ الْمُوَفَّقِ أَتَخَافُ الْفَقْرَ وَأَنَا رَبُّكَ؟
“Wahai ‘Ali ibnul Muwaffaq, masihkah engkau takut akan kefakiran sementara Aku adalah Rabb-mu?”
Al Fudhai bin ‘Iyadh mengatakan,
أَصْلُ الزُّهْدِ الرِّضَا عَنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Akar zuhud adalah ridha terhadap apa yang ditetapkan Allah ‘azza wa jalla.” [Diriwayatkan Ad Dainuri dalam Al Mujalasah (960, 3045); Abu 'Abdirrahman As Sulami dalam Thabaqatush Shufiyah (10)].
Beliau juga mengatakan,
الْقَنُوعُ هُوَ الزُّهِدُ وَهُوَ الْغِنَى
“Qana’ah (puas atas apa yang diberikan oleh Allah ta’ala) merupakan sikap zuhud dan itulah kekayaan yang sesungguhnya.”
Dengan demikian, setiap orang yang merealisasikan rasa yakin kepada Allah, mempercayakan segala urusannya kepada Allah, ridha terhadap segala pengaturan-Nya, memutus ketergantungan kepada makhluk baik rasa takut dan harapnya, dan semua hal tadi menghalanginya untuk mencari dunia dengan sebab-sebab yang dibenci, maka setiap orang yang keadaannya demikian sesungguhnya dia telah bersikap zuhud terhadap dunia. Dia termasuk orang yang kaya meski tidak memiliki secuil harta dunia sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Ammar,
كَفَى بِالْمَوْتِ وَاعِظًا، وَكَفَى بِالْيَقِينِ غِنًى، وَكَفَى بِالْعِبَادَةِ شُغُلًا
“Cukuplah kematian sebagai nasehat, yakin kepada Allah sebagai kekayaan, dan ibadah sebagai kesibukan.” [Diriwayatkan Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman (10556) dari 'Ammar bin Yasar secara marfu'].
Ibnu Mas’ud mengatakan,
الْيَقِينُ أَنْ لَا تُرْضِيَ النَّاسَ بِسُخْطِ اللَّهِ، وَلَا تَحْمَدَ أَحَدًا عَلَى رِزْقِ اللَّهِ، وَلَا تَلُمْ أَحَدًا عَلَى مَا لَمْ يُؤْتِكَ اللَّهُ، فَإِنَّ الرِّزْقَ لَا يَسُوقُهُ حِرْصُ حَرِيصٍ، وَلَا يَرُدُّهُ كَرَاهَةُ كَارِهٍ، فَإِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى – بِقِسْطِهِ وَعِلْمِهِ وَحُكْمِهِ – جَعَلَ الرَّوْحَ وَالْفَرَحَ فِي الْيَقِينِ وَالرِّضَا، وَجَعَلَ الْهَمَّ وَالْحُزْنَ فِي الشَّكِّ وَالسُّخْطِ
“Al Yaqin adalah engkau tidak mencari ridha manusia dengan kemurkaan Allah, engkau tidak memuji seseorang demi mendapatkan rezeki yang berasal dari Allah, dan tidak mencela seseorang atas sesuatu yang tidak diberikan Allah kepadamu. Sesungguhnya rezeki tidak akan diperoleh dengan ketamakan seseorang dan tidak akan tertolak karena kebencian seseorang. Sesungguhnya Allah ta’ala –dengan keadilan, ilmu, dan hikmah-Nya- menjadikan ketenangan dan kelapangan ada di dalam rasa yakin dan ridha kepada-Nya sserta menjadikan kegelisahan dan kesedihan ada di dalam keraguan dan kebencian” [Diriwayatkan Ibnu Abid Dunya dalam Al Yaqin (118) dan Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman (209)].
Di dalam sebuah hadits mursal disebutkan bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a dengan do’a berikut,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ إِيمَانًا يُبَاشِرُ قَلْبِي، وَيَقِينًا [صَادِقًا] حَتَّى أَعْلَمَ أَنَّهُ لَا يَمْنَعُنِي رِزْقًا قَسَمْتَهُ لِي، وَرَضِّنِي مِنَ الْمَعِيشَةِ بِمَا قَسَمْتَ لِي
“Ya Allah saya memohon kepada-Mu iman yang mampu mengendalikan hatiku, keyakinan yang benar sehingga saya mengetahui bahwasanya hal itu tidak menghalangi rezeki yang telah Engkau bagikan kepadaku, dan jadikanlah saya ridha atas sumber penghidupan yang telah Engkau bagikan kepadaku.” [Diriwayatkan Ibnu Abid Dunya dalam Al Yaqin (112)].
Dulu, ‘Atha Al Khurasani tidak akan beranjak dari majelisnya hingga mengucapkan,
اللَّهُمَّ هَبْ لَنَا يَقِينًا مِنْكَ حَتَّى تُهَوِّنَ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا، وَحَتَّى نَعْلَمَ أَنَّهُ لَا يُصِيبُنَا إِلَّا مَا كَتَبْتَ عَلَيْنَا، وَلَا يُصِيبُنَا مِنَ الرِّزْقِ إِلَّا مَا قَسَمْتَ لَنَا
“Ya Allah, berilah kami rasa yakin terhadap diri-Mu sehingga mampu menjadikan kami menganggap ringan musibah dunia yang ada, sehingga kami meyakini bahwa tidak ada yang menimpa kami kecuali apa yang telah Engkau tetapkan kepada kami, dan meyakini bahwa rezeki yang kami peroleh adalah apa yang telah Engkau bagi kepada kami.” [Driwayatkan Ibnu Abid Dunya dalam Al Yaqin (108)].
Diriwayatkan kepada kami secara marfu’ bahwa Ibnu ‘Abbas mengatakan,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَكُونَ أَغْنَى النَّاسِ، فَلْيَكُنْ بِمَا فِي يَدِ اللَّهِ أَوْثَقَ مِنْهُ بِمَا فِي يَدِهِ
“Barangsiapa yang suka menjadi orang terkaya, maka hendaklah dia lebih yakin terhadap apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tangannya.” [Diriwayatkan Abu Nu'aim dalam Al Hilyah 3/218-219; Al Qadha'i dalamMusnad Asy Syihab (367 & 368) dari hadits 'Abdullah bin 'Abbas].

Makna Kedua
Zuhud adalah apabila hamba tertimpa musibah dalam kehidupan dunia seperti hilangnya harta, anak, atau selainnya, maka dia lebih senang memperoleh pahala atas hilangnya hal tersebut daripada hal itu tetap berada di sampingnya. Hal ini juga muncul dari sempurnanya rasa yakin kepada Allah.
Diriwayatkan dari ‘Ibnu ‘Umar bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata dalam do’anya,
اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا
“Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini.” [HR. Tirmidzi (3502); An Nasaai dalam 'Amalul Yaum wal Lailah (402); Al Hakim (1/528); Al Baghawi (1374). At Tirmidzi mengatakan, "Hadits hasan gharib"].
Do’a tersebut merupakan tanda zuhud dan minimnya kecintaan kepada dunia sebagaimana yan dikatakan oleh ‘Ali radhiallahu ‘anhu,
مَنْ زَهِدَ الدُّنْيَا، هَانَتْ عَلَيْهِ الْمُصِيبَاتُ
“Barangsiapa yang zuhud terhadap dunia, maka berbagai musibah akan terasa ringan olehnya.”

Makna Ketiga
Zuhud adalah hamba memandang sama orang yang memuji dan mencelanya ketika dirinya berada di atas kebenaran. Hal ini merupakan tanda bahwa dirinya zuhud terhadap dunia, menganggapnya sebagai sesuatu yang remeh, dan minimnya kecintaan dirinya kepada dunia.
Sesungguhnya setiap orang yang mengagungkan dunia akan cinta kepada pujian dan benci pada celaan. Terkadang hal itu menggiring dirinya untuk tidak mengamalkan kebenaran karena takut celaan dan melakukan berbagai kebatilan karena ingin pujian.
Dengan demikian, setiap orang yang memandang sama orang yang memuji dan mencelanya ketika dirinya berada di atas kebenaran, maka hal ini menunjukkan bahwa jabatan/kedudukan yang dimiliki manusia tidaklah berpengaruh di dalam hatinya dan juga menunjukkan bahwa hatinya dipenuhi rasa cinta akan kebenaran serta ridha kepada Allah. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud,
الْيَقِينُ أَنْ لَا تُرْضِيَ النَّاسَ بِسُخْطِ اللَّهِ
“Yakin itu adalah engkau tidak mencari ridha manusia dengan cara menimbulkan kemurkaan Allah. Dan sungguh Allah telah memuji mereka yang berjuang di jalan-Nya dan tidak takut akan celaan.”
Sumber : Jami’ul ‘Ulum wal Hikam hlm. 644-646.

Sabtu, 26 Februari 2011

DOA MENGHINDARI KESESATAN


Artinya: "Ya Tuhan, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu. Sungguh hanya Engkaulah Yang Maha Pemberi karunia." (QS. �li 'Imr�n: 8).

Penjelasan
Dalam Al-Quran dijelaskan, baliwa doa ini dibaca oleh orang-orang ahli ilmu yang beriman kepada keagungan Al-Quran. Dan mereka berdoa kepada Allah Swt. agar tetap ada dalam jalan kebenaran, hatinya tidak condong kepada kesesatan setelah mendapatkan petunjuk, serta memohon curahan rahmat-Nya

DOA KEKUATAN IMAN


Artinya: "Ya Tuhan, sungguh kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami, dan selamatkanlah kami dan siksa neraka:" (QS. �li 'Imr�n: 16).

Penjelasan:
Dikisahkan dalam Al-Quran, bahwa doa ini dibaca oleh orang bertaqwa yang rajin melaksankan perintah Allah Swt., sehingga ia lupa pada kesenangan dunia.
Baik sekali doa ini dibaca juga untuk memperkuat keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah Swt.

DOA MENGHILANGKAN KEGELISAHAN


أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ غَضَبِهِ وَعِقَابِهِ، وَشَرِّ عِبَادِهِ، وَمِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِيْنِ وَأَنْ يَحْضُرُوْنَ

A’uudzu Bi Kalimaatillaahit Taammaati Min Ghadhabihi, Wa ‘Iqoobihi Wa Syarri ‘Ibaadihi, Wa Min Hamazaatisy Syayaathiini Wa An Yahdhuruun
 
[Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari Murka-Nya, siksaan-Nya, dari kejahatan hamba-hamba-Nya, dari godaan para syaithan dan dari kedatangan mereka kepadaku] 

DOA MOHON KESEHATAN DAN KELAPANGAN RIZKI


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.
Saat ini kita akan melanjutkan kembali do'a-do'a ringkas namun penuh makna yang kami ambil dari Riyadhus Shalihin, karya An Nawawi rahimahullah. Kami pun akan mengutarakan pula faedah dari do’a tersebut. Semoga bermanfaat.
Do'a Meminta Kesehatan dan Kelapangan Rizki
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ، وَارْحَمْنِي ، وَاهْدِني ، وَعَافِني ، وَارْزُقْنِي
Allahummaghfirlii, warhamnii, wahdinii, wa ‘aafinii, warzuqnii.” Artinya: Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, berilah petunjuk padaku, selamatkanlah aku (dari berbagai penyakit), dan berikanlah rezeki kepadaku.
Dari Thoriq bin Asy-yam –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata,
كَانَ الرَّجُلُ إِذَا أسْلَمَ عَلَّمَهُ النَّبيُّ - صلى الله عليه وسلم - الصَّلاَةَ ثُمَّ أمَرَهُ أنْ يَدْعُوَ بِهؤلاَءِ الكَلِمَاتِ : (( اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ، وَارْحَمْنِي ، وَاهْدِني ، وَعَافِني ، وَارْزُقْنِي )) .
“Jika seseorang baru masuk Islam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan pada beliau shalat, lalu beliau memerintahkannya untuk membaca do’a berikut: “Allahummaghfirlii, warhamnii, wahdinii, wa ‘aafinii, warzuqnii.” (HR. Muslim no. 35 dan 2697)
Dalam riwayat lain, dari Thoriq, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam –dan ketika itu beliau didatangi seorang laki-laki-, lalu laki-laki tersebut berkata,
يَا رسول اللهِ ، كَيْفَ أقُولُ حِيْنَ أسْأَلُ رَبِّي ؟ قَالَ : (( قُلْ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ، وَارْحَمْنِي ، وَعَافِني ، وارْزُقْنِي ، فإنَّ هؤلاَءِ تَجْمَعُ لَكَ دُنْيَاكَ وَآخِرَتَكَ )) .
“Wahai Rasulullah, apa yang harus aku katakan ketika aku ingin memohon pada Rabbku?” Beliau bersabda, “Katakanlah: Allahummaghfir lii, warhamnii, wa ‘aafinii, warzuqnii”, karena do’a ini telah mencakup dunia dan akhiratmu. (HR. Muslim no. 36 dan 2697)
Faedah hadits:
Pertama: Menunjukkan pentingnya shalat karena shalat adalah rukun Islam yang paling penting setelah dua kalimat syahadat. Sehingga karena pentingnya shalat, para ulama katakan bahwa siapa saja yang meninggalkan shalat maka ia telah melakukan dosa besar lebih dari dosa besar lainnya (seperti zina, mencuri, minum minuman keras dan lainnya). Sebagaimana hal ini dikatakan sebagai ijma’ ulama (kesepakatan ulama) oleh Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Ash Sholah wa Hukmu Taarikiha (hal. 7).
Kedua: Ketika seseorang masuk Islam, maka hendaklah ia diajarkan shalat dan diajarkan do’a ini.
Ketiga: Keutamaan meminta ampunan dari segala dosa pada Allah. Jika orang kafir masuk Islam, dosanya yang telah lalu akan diampuni. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَفَ
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu.” (QS. Al Anfaal: 38). Namun permintaan ampunan ini bukan hanya bagi orang yang masuk Islam, namun juga untuk semua muslim. Karena setiap manusia tidak pernah terlepas dari dosa sebagaimana disebutkan dalam hadits,
كُلُّ بَنِى آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
Semua keturunan Adam adalah orang yang pernah berbuat salah. Dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat.” (HR. Ibnu Majah, Ad Darimi, Al Hakim. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih)
Keempat: Keutamaan meminta rahmat Allah yaitu agar diperoleh kasih sayang Allah. Karena manusia barulah meraih kesempurnaan jika ia selamat dari berbagai kesusahan dan meraih kebahagiaan yang ia cari-cari.
Kelima: Keutamaan meminta hidayah, yaitu berupa petunjuk ilmu sekaligu amal.
Keenam: Keutamaan meminta keselamatan dari berbagai penyakit. Penyakit itu ada dua macam yaitu penyakit badan dan penyakit hati. Penyakit hati ini tentu saja lebih parah dari penyakit badan. Karena jika seseorang tertimpa penyakit hati maka kerugiaan di dunia dan akhirat sekaligus akan menimpa dirinya. Wal ‘iyadzu billah.
Ketujuh: Keutamaan meminta rizki yaitu agar dimudahkan oleh Allah untuk memperolehnya sehingga tidak sampai lalai dari melakukan ketaatan. Rizki itu ada dua macam yaitu yang bisa menegakkan badan dan bisa menguatkan hati. Menguatkan badan yaitu melalui makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Meguatkan hati yaitu melalui ilmu bermanfaat (ilmu diin) dan amalan sholih. Permintaan rizki tersebut mencakup dua macam rizki ini.
Kedelapan: Keutamaan meminta kebaikan di dunia dan akhirat sekaligus, bukan hanya dunia saja. Ingatlah, kebahagiaan hakiki adalah kebahagiaan di akhirat kelak.
Kesembilan: Keutamaan membaca do’a yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, terutama diajarkan bagi orang yang baru masuk Islam.

DOA MOHON KETAQWAAN DAN SIFAT QANAAH


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.
Setelah sebelumnya kami kemukakan tentang keunggulan do’a yang ringkas, namun syarat makna. Begitu pula kami telah kemukakan mengenai keutamaan do’a sapu jagad yang paling sering Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam panjatkan (yaitu do’a: Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar), selanjutnya kita lihat beberapa do’a lainnya yang diangkat oleh Imam An Nawawi (Yahya bin Syarf An Nawawi) dalam kitab beliau Riyadhus Shalihin. Kami pun akan mengutarakan faedah do’a tersebut. Semoga bermanfaat.
Do’a Meminta Ketakwaan dan Sifat Qona’ah
اللَّهُمَّ إنِّي أسْألُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى
“Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina.” Artinya: Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf dan ghina.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
أنَّ النبيَّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يقول : (( اللَّهُمَّ إنِّي أسْألُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a: “Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina”.” (HR. Muslim no. 2721)
Faedah hadits:
Pertama: Yang dimaksud dengan “al huda” adalah petunjuk dalam ilmu dan amal. Yang dimaksud “al ‘afaf” adalah dijauhkan dari yang tidak halal dan menahan diri darinya. Yang dimaksud “al ghina” adalah kaya hati, yaitu hati yang selalu merasa cukup dan tidak butuh pada harta yang ada di tangan orang lain.
An Nawawi –rahimahullah- mengatakan, “ ’Afaf dan ‘iffah bermakna menjauhkan dan menahan diri dari hal yang tidak diperbolehkan. Sedangkan al ghina adalah hati yang selalu merasa cukup dan tidak butuh pada apa yang ada di sisi manusia.” (Syarh Muslim, 17/41)
Kedua: Keutamaan meminta petunjuk ilmu sekaligus amal karena yang dimaksud al huda adalah petunjuk dalam ilmu dan amal.
Ketiga: Keutamaan meminta ketakwaan. Yang dimaksud takwa adalah menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Takwa diambil dari kata “wiqoyah” yang maknanya melindungi, yaitu maksudnya seseorang bisa mendapatkan perlindungan dari siksa neraka hanya dengan menjalankan setiap perintah dan menjauhi setiap larangan.
Keempat: Keutamaan meminta sifat ‘afaf atau ‘iffah yaitu agar dijauhkan dari hal-hal yang diharamkan semacam zina. Berarti do’a ini mencakup meminta dijauhkan dari pandangan yang haram, dari bersentuhan yang haram, dari zina dengan kemaluan dan segala bentuk zina lainnya. Karena yang namanya zina adalah termasuk perbuatan keji.
Kelima: Keutamaan meminta pada Allah sifat al ghina yaitu dicukupkan oleh Allah dari apa yang ada di sisi manusia dengan selalu qona’ah, selalu merasa cukup ketika Allah memberinya harta sedikit atau pun banyak. Karena ingatlah bahwa kekayaan hakiki adalah hati yang selalu merasa cukup. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Kekayaan (yang hakiki) bukanlah dengan banyaknya harta. Namun kekayaan (yang hakiki) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari no. 6446 dan Muslim no. 1051)
Keenam: Dianjurkannya merutinkan membaca do’a ini.
Semoga bermanfaat.