Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta, selawat dan salam buat Nabi terakhir yang membawa peringatan bagi seluruh umat manusia, semoga selawat dan salam juga terlimpahkan buat keuarga dan para sahabatnya serta orang-orang yang tetap berpegang teguh dengan petunjuk Mereka sampai hari kiamat.
Imam Syafi’i adalah orang yang sangat konsisten dalam beriman kepada Alquran dan berpegang teguh dengan sunnah. Hal ini sangat jelas bagi siapa saja yang membaca karya dan pendapat-pendapat beliau. Pada berikut ini kita sebutkan cuplikan dari perkataan-perkataan beliau yang diriwayatkan oleh murid-murid beliau tentang keyakinannya terhadap Alquran.
۩       Imam Syafi’i telah hafal Alquran semenjak usia kanak-kanak.
Kecintaan kepada Alquran sudah tertanam dalam hati beliau semenjak dari usia anak-anak. Sebagaimana disebutkan dalam kitab-kitab yang mengupas tentang biografi beliau bahwa beliau sudah hafal Alquran semenjak umur kanak-kanak.
قال المزني سمعت الشافعي يقول: “حفظت القرآن وأنا ابن سبع سنين وحفظت الموطأ وأنا ابن عشر
Al Muzani (murid Imam Syafi’i) berkata: ‘Aku mendengar Asy Syafi’i berkata, “Aku telah hafal Alquran saat berumur tujuh tahun. Dan Aku hafal Al-Muwatha’ (kitab hadis Imam Malik) saat berumur sepuluh tahun.”[1]

Demikianlah Imam Syafi’i dimasa kecil beliau telah hafal Alquran. Ini membuktikan kecintaan beliau yang amat dalam terhadap kitab Allah yang mulia.
Selayaknyalah bagi kita kaum muslimin untuk mencontoh bagaimana orang tua Imam Syafi’i dalam mendidik anaknya. Agar anak-anak kita di usia dini sudah bisa membaca Alquran serta menghafalnya. Kenyataan pada sebagian kaum mulimin jangankan untuk menghafal Alquran membaca saja tidak bisa. Sewaktu penulis masih kuliah di Madinah pada musim haji sering bertemu dengan sebagian jamaah yang tidak bisa membaca Alquran. Kita merasa sedih dan prihatin dengan keadaan sebagian kaum muslimin. Mereka sudah menunaikan rukun Islam yang kelima tapi membaca Alquran tidak bisa.
Demikian pula sebagian anak-anak dan generasi muda muslim, diusia dini kita lihat mereka sudah hafal banyak nyanyi-nyanyi bahkan dengan goyangnya sekalian. Tapi yang menjadi pertanyaan kita, sudahkah orang tua mereka mendidik anak-anak mereka untuk membaca Alquran dengan baik dan benar? Kalau untuk kursus bahasa ingris, berhitung, senam dan renang mereka siap mengeluarkan biaya berapapun yang dibutuhkan. Tetapi bila untuk belajar Alquran uang ngaji lima ribu rupiah dalam seminggu sering nunggak. Mereka berdalih dengan berbagai alasan. Sebatas inikah nilai Alquran dalam diri kaum muslimin? Sungguh sangat berbeda dengan generasi terdahulu umat ini (generasi kejayaan dan kebanggaan) anak-anak mereka dalam usia dini sudah mulai menghafal Alquran.
Namun, kita bangga dan salut dengan sebagian orang tua yang perhatian dengan anaknya dalam mempelajari Alquran. Sesungguhnya mereka telah menanam impestasi yang sangat menguntungkan di akhirat kelak. Kita berharap semoga yang lain juga mengikuti jejak mereka tersebut.
Simaklah sabda Rasulullah berikut ini,
عن أبي هريرة رضي الله عنه : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال ( إذا مات الإنسان انقطع عنه عمله إلا من ثلاثة إلا من صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له ) رواه مسلم
Diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila manusia meninggal terputuslah segala amalannya kecuali tiga hal; sadaqah jariah, ilmu yang bermamfaat dan anak yang sholeh yang mendo’akannya.’ (HR. Muslim).
Ketika ajal telah datang tidak satupun yang bisa kita banggakan dan dambakan kecuali apa yang telah kita persiapkan untuk hari kemudian. Salah satu yang dapat kita harapkan dan kita dambakan adalah do’a seorang anak. Kiriman do’a dari seorang anak akan melepaskan kita dari berbagai kesensaraan ketika di alam kubur dan di Alam akhirat kelak. Oleh sebab itu mari didik anak-anak kita dengan pendidikan Alquran mulai dari usia dini. Mari kita ciptakan generasi Qur’any, generasi yang berakhlak Alquran,
عن سعد بن هشام قال سألت عائشة فقلت أخبريني عن خلق رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالت : ((كان خلقه القرآن)) رواه مسلم وأحمد واللفظ له
Diriwayat dari Sa’at bin Hisyaam, ia berkata, aku bertanya kepada Aisyah tentang akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia menjawab: “Akhlak Rasulullah adalah Alquran”. (HR. Muslim dan Ahmad, lafazh ini disebutkan Ahmad).
۩       Imam Syafi’i memahami Alquran sesuai dengan yang dimaksud oleh Allah.
قال الإمام الشافعي رحمه الله تعالى : (آمنتُ باللهِ ، وبما جاءَ عن اللهِ على مرادِ اللهِ ، وآمنتُ برسول الله وبما جاء عن رسولِ اللهِ على مُراد رَسُولِ الله
Berkata Imam Syafi’i, “Aku beriman dengan Allah dan dengan apa yang datang dari Allah, sesuai menurut maksud Allah. Serta aku beriman dengan Rasulullah dan dengan apa yang datang dari Rasulullah, sesuai menurut maksud Rasulullah.”[2]
Dalam ungkapan beliau di atas, beliau mengikrarkan dan menjelaskan bahwa beliau benar-benar beriman dengan Allah secara total. Begitu pula terhadap segala apa yang datang dari Allah. Baik berupa perintah dan larangan maupun berita-berita ghaib, segala yang Allah sebutkan dalam kitab-Nya beliau menyakininya. Tanpa ada yang terkecuali satupun. Dan beliau tidak merubah-rubah maksud dari apa yang disebutkan Allah dalam kitab-Nya. Beliau mengimani sesuai dengan maksud Allah sebagaimana yang terdapat dalam ayat itu sendiri. Demikian pula dalam memahami hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Berbeda dengan sikap sebagian orang yang mengaku sebagai intelektual. Mereka berani mengotak-atik dan memutar balikkan pengertian ayat-ayat Allah sesuai menurut kemauan mereka sendiri. Dan lebih sadis lagi sekelompok orang yang memakai metode penafsiran Injil dalam menafsirkan dan memahami Alquran. Mereka mengganti ilmu tafsir yang sudah dipakai oleh para ulama semenjak berabad-abad dalam menafsirkan Alquran dengan ilmu hermeneutika yang dipergunakan orang Nashara dan Yahudi dalam menafsirkan Taurat dan Injil. Akibatnya mereka keliru dan sesat dalam memahami Alquran sebagaimana sesatnya orang-orang Nashara dan Yahudi dalam memahami Taurat dan Injil. Mereka belajar untuk memahami Alquran kepada orang-orang kafir. mereka ibarat orang mau ahli dalam ilmu kedokteran tetapi belajar pada dukun. Oleh sebab itu pemahaman mereka sangat bertentang dengan seluruh pemahaman para ulama yang terdahulu. Inilah cita-cita orang kafir terhadap orang Islam. agar orang Islam sesat seperti mereka sesat karena kedengkian yang mereka miliki. sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya,
{وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً} [النساء/89]
“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka).”
{وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ} [البقرة/109]
“Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.”
۩       Penghargaan Imam Syafi’i terhadap orang yang mempelajari Alquran
قال المزني يقول سمعت الشافعي يقول “من تعلم القرآن عظمت قيمته
Berkata Al Muzani: aku mendengar Syafi’i berkata, “Barangsiapa yang mempelajari Alquran telah tinggi kedudukannya.”[3]
Demikian Imam Syafi’i sangat menghargai orang-orang yang mempelajari Alquran. Sebagai motifasi bagi mereka agar bersungguh-sungguh untuk mempelajari Alquran. Sekaligus beliau menegaskan kepada kita untuk menghormati orang yang mempelajari dan mengamalkan hukum-hukum Alquran. Oleh sebab itu Allah mengangkat derajat orang yang mempelajari Alquran dan merendahkan derajat orang yang tidak mau mempelajari dan mengamalkan Alquran.
Sebagaimana sabda Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini,
عن عمر بن الخطاب قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” إن الله يرفع بهذا الكتاب أقواما ويضع به آخرين” . رواه مسلم
Diriwayatkan dari Umar radhiallahu ‘anhu, ia berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Allah meninggikan dengan kitab ini (Alquran) kedudukan beberapa kaum dan merendahkan dengannya kedudukan yang lain.”(HR. Muslim).
Allah mengangkat derajat orang mau menerima ajaran Alquran dan berjuangan untuk menegakkannya di tengah-tengah umat manusia. Sebaliknya Allah hinakan dan rendahkan derajat orang yang menetang ajaran Alquran atau merendahkan orang-orang mengamalkannya dan berjuang untuk mengakkannya di tengah-tengah umat manusia.
Sebagian orang dimasa sekarang ada yang meremehkan orang-orang yang mempelajari dan mengamalkan Alquran dalam berakidah, beribadah, bermualah dan berakhlak. Apalagi mengajak untuk menjalankan Alquran dalam segala aspek kehidupan, mereka dianggap sebagai kaum terkebelakang dan anti moderenisme. Dan diejek dengan berbagai tuduhan-tuduhan dusta.
Sebaliknya mereka menyanjung dan memuji orang-orang yang merusak ajaran Alquran. Sebahagian mereka justru berani mengatakan bahwa sebab keterbelakangan adalah akibat orang menjalankan Alquran. Mereka memandang teori-teori mereka jauh lebih jitu dan hebat daripada Alquran. Demi Allah sesungguhnya ini adalah suatu kekufuran dan kebohongan yang nyata terhadap Alquran.
Hal ini tidak beda dengan sikap kaum kafir, mereka sudah merasa cukup dengan ilmu pengetahuan yang ada pada mereka. Dan tidak merasa perlu lagi dengan ilmu pengetahuan yang diajarkan oleh rasul-rasul. Malah mereka memandang enteng dan memperolok-olokkan keterangan yang dibawa rasul-rasul itu. Sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya,
{فَلَمَّا جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَرِحُوا بِمَا عِنْدَهُمْ مِنَ الْعِلْمِ وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ} [غافر/83]
“Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa ketarangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh azab Allah yang senantiasa mereka perolok-olokkan.”
-Bersambung Insya Allah-
Penulis: Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra,M.A.
Artikel www.dzikra.com

[1] Lihat, Tarikh Baghdad: 2/63, Siyar A’laam Nubalaa’: 10/11 dan Thabaqaat Al Hufaaz: 1/157.
[2] Lihat, Lum’atul I’tiqad: 7 dan Al Wajiz fi Aqidah As salaf: 51.
[3] Lihat, Al Muntazhim: 10/137 dan Shafwatush shafwah: 2/254.