Kamis, 31 Maret 2011

PRINSIP DALAM BERPEGANG TEGUH PADA AL-QUR'AN & SUNNAH

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh....

Bismillahirrahmaanirrahiim....



Sebagai seorang muslim sudah sepatutnya kita meneladani Rasulullah.saw, 
karena sesungguhnya semua perkataan dan perbuatannya adalah dari Alqur'an 
yang Allah.swt turunkan kepada beliau. berikut adalah Prinsip Dalam 
Berpegang Teguh Pada Al-Qur'an dan As-Sunnah :



“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan 
sebenar-benar takwa dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim. 
Dan berpeganglah kamu semua dengan tali Allah dan jangan berpecah-belah. 
Dan ingatlah nikmat Allah terhadapmu ketika kamu saling bermusuhan maka Dia 
satukan hati kamu lalu kamu menjadi bersaudara dengan nikmat-Nya dan 
ingatlah ketika kamu berada di bibir jurang neraka lalu Dia. selamatkan 
kamu daripadanya. Demikianlah Allah menjelaskan kepada kamu ayat-ayat-Nya 
agar kamu mendapat petunjuk.” QS. Ali Imran [3] : 102-103



“dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka 
ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena 
jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu 
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” QS. Al An’am [6] : 153



Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : “Berpeganglah dengan 
sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang terbimbing, gigitlah dengan 
gerahammu dan hati-hatilah kamu terhadap perkara yang baru karena 
sesungguhnya setiap bid’ah itu adalah sesat.” (HR. Ahmad 4/126, At Tirmidzy 
2676, Al Hakim 1/96, Al Baghawy 1/205 nomor 102)



Hudzaifah bin Al Yaman radliyallahu 'anhu berkata : “Hai para Qari’ 
(pembaca Al Quran) bertaqwalah kepada Allah dan telusurilah jalan 
orang-orang sebelum kamu sebab demi Allah seandainya kamu melampaui mereka 
sungguh kamu melampaui sangat jauh dan jika kamu menyimpang ke kanan dan ke 
kiri maka sungguh kamu telah tersesat sejauh- jauhnya.” (Al Lalikai 1/90 
nomor 119, Ibnu Wudldlah dalam Al Bida’ wan Nahyu ‘anha 17, As Sunnah Ibnu 
Nashr 30)



Imam Az Zuhry berkata, ulama kita yang terdahulu selalu mengatakan : 
“Berpegang dengan As Sunnah itu adalah keselamatan. Dan ilmu itu tercabut 
dengan segera maka tegaknya ilmu adalah kekokohan Islam sedangkan dengan 
perginya para ulama akan hilang pula semua itu (ilmu dan agama).” (Al 
Lalikai 1/94 nomor 136 dan Ad Darimy 1/58 nomor 16)



Ibnu Mas’ud radliyallahu 'anhu berkata : “Berpeganglah kamu dengan ilmu (As 
Sunnah) sebelum diangkat dan berhati- hatilah kamu dari mengada-adakan yang 
baru (bid’ah) dan melampaui batas dalam berbicara dan membahas suatu 
perkara, hendaknya kalian tetap berpegang dengan contoh yang telah lalu.” 
(Ad Darimy 1/66 nomor 143, Al Ibanah Ibnu Baththah 1/324 nomor 169, Al 
Lalikai 1/87 nomor 108, dan Ibnu Wadldlah 32)



Dan ia juga mengatakan bahwa : “Sederhana dalam As Sunnah lebih baik 
daripada bersungguh-sungguh di dalam bid’ah.” (Ibnu Nashr 30, Al Lalikai 
1/88 nomor 114, dan Al Ibanah 1/320 nomor 161)



Sa’id bin Jubair (murid dan shahabat Ibnu Abbas) berkata mengenai ayat : 
“Dan beramal shalih kemudian mengikuti petunjuk.” (QS. Thaha : 82)



Yaitu senantiasa berada di atas As Sunnah dan mengikuti Al Jama’ah. (Al 
Ibanah 1/323 nomor 165 dan Al Lalikai 1/71 nomor 72)



Dari Umar bin Abdul Aziz Amirul Mukminin kepada Ady bin Arthaah : “Segala 
puji hanya bagi Allah yang tidak ada sesembahan yang haq kecuali Dia".



Kemudian daripada itu : Saya wasiatkan kepadamu, bertaqwalah kepada Allah 
dan sederhanalah dalam (menjalankan) perintah-Nya dan ikutilah sunnah 
Nabi-Nya Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan tinggalkanlah apa yang 
diada-adakan ahli bid’ah terhadap sunnah yang telah berlalu dan tidak 
mendukungnya, tetaplah kamu berpegang dengan sunnah karena sesungguhnya ia 
telah diajarkan oleh orang yang tahu bahwa perkara yang menyelisihinya 
adalah kesalahan atau kekeliruan, kebodohan, dan keterlaluan (ghuluw). Maka 
ridlailah untuk dirimu apa yang diridlai oleh kaum itu (shahabat) untuk 
diri mereka sebab mereka sesungguhnya berhenti dengan ilmu dan menahan diri 
dengan bashirah yang tajam dan mereka dalam menyingkap hakikat segala 
perkara lebih kuat (mampu) apabila di dalamnya ada balasan yang baik. Jika 
kamu mengucapkan bahwa ada suatu perkara yang terjadi sesudah mereka maka 
ketahuilah tidak ada yang mengada-adakan sesuatu sesudah mereka melainkan 
orang-orang yang mengikuti sunnah yang bukan sunnah mereka (shahabat) dan 
menganggap dirinya tidak membutuhkan mereka. Padahal para shahabat itu 
adalah pendahulu bagi mereka. Mereka telah berbicara mengenai agama ini 
dengan apa yang mencukupi dan mereka telah jelaskan segala sesuatunya 
dengan  penjelasan yang menyembuhkan, maka siapa yang lebih rendah dari itu 
berarti kurang dan sebaliknya siapa yang melampaui mereka berarti 
memberatkan. Maka sebagian manusia ada yang telah mengurangi hingga mereka 
kaku sedangkan para shahabat itu berada di antara keduanya yaitu di atas 
jalan petunjuk yang lurus.” (Asy Syari’ah 212)



Ibnu Baththah berkata : “Sungguh demi Allah, alangkah mengagumkannya 
kecerdasan kaum itu, betapa jernihnya pikiran mereka, dan alangkah 
tingginya semangat mereka dalam mengikuti sunnah nabi mereka dan kecintaan 
mereka telah mencapai puncaknya hingga mereka sanggup untuk mengikutinya 
dengan cara seperti itu. Oleh sebab itu ikutilah tuntunan orang-orang 
berakal seperti mereka ini --wahai saudara- saudaraku-- dan telusurilah 
jejak-jejak mereka niscaya kalian akan berhasil menang dan jaya.” (Al 
Ibanah 1/245)



Al Auza’i berkata : “Berpeganglah dengan atsar Salafus Shalih meskipun 
seluruh manusia menolakmu dan jauhilah pendapatnya orang-orang (selain 
mereka) meskipun mereka menghiasi perkataannya terhadapmu.” (Asy syari’ah 
63)



Disadur dari Buku “ Kilauan Mutiara Hikmah” Oleh Syaikh Bin Farihan Al 
Haritsi  (Abu Abdillah) Penterjemah Idral Harits (Jogjakarta)



Semoga semua artikel dan eBook di blog kami bermanfaat untuk kita 
semua.Wallahu'alam bissowab

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh....[]

HUKUM " MEMBELI KUCING PERSIA" ATAU KUCING PELIHARAAN LAIN NYA


Kucing persia adalah salah satu jenis kucing yang sangat disukai oleh para penggemar kucing. Kucing ini pun ramai diperjualbelikan. Lalu, bagaimanakah sebenarnya hukum jual beli kucing persia atau kucing peliharaan lainnya?
عَنْ أَبِى الزُّبَيْرِ قَالَ سَأَلْتُ جَابِرًا عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَالسِّنَّوْرِ قَالَ زَجَرَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ذَلِكَ.
Dari Abuz Zubair, “Aku bertanya kepada Jabir mengenai uang hasil penjualan anjing dan kucing.” Jabir menjawab, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang keras hal tersebut.” (HR. Muslim, no. 4098)
Ibnu Utsaimin mengatakan, “Realitanya, kucing itu bermanfaat, karena kucinglah yang memakan tikus, tokek, dan jangkrik. Sebagian kucing, ada yang berada di dekat seorang yang tidur, dan dada kucing tersebut bersuara dan memiliki gerakan tertentu. Jika ada hewan yang akan mendekati manusia yang sedang tidur tadi maka, dengan sigap, kucing tersebut menangkapnya. Jika dia mau, dia (kucing tersebut) bisa memakannya. Bisa juga, dia tinggalkan. Inilah manfaat kucing. Oleh karena itu, banyak ulama yang memperbolehkan jual beli kucing. Dalam Shahih Muslim, terdapat hadis dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang berisi larangan jual beli kucing.
Karena itulah, para ulama berselisih pendapat. Ada ulama yang memperbolehkan jual beli kucing. Mereka mengatakan bahwa kucing yang di dalam hadis, (yang terlarang) untuk diperjualbelikan, adalah kucing yang tidak ada manfaatnya karena mayoritas kucing itu menyerang manusia. Akan tetapi, jika kita jumpai kucing peliharaan yang bisa diambil manfaatnya maka pendapat yang mengatakan bolehnya jual beli kucing tersebut adalah pendapat yang kuat karena adanya manfaat dalam objek transaksi.” (Asy-Syarh Al-Mumti’, jilid 8, hlm. 113--114)
Dari kutipan di atas, bisa kita simpulkan bahwa menurut Ibnu Utsaimin, jual beli kucing yang memiliki manfaat—misalnya: bisa menangkap tikus--adalah hal yang diperbolehkan. Sebaliknya, kucing yang, secara realita, tidak memiliki manfaat yang diakui oleh syariat adalah kucing yang terlarang untuk diperjualbelikan. Kucing persia lebih tepat jika dimasukkan ke dalam kategori kedua, daripada yang pertama.
Syekh Abdullah Al-Fauzan mengatakan, “Hadis tersebut adalah dalil atas haramnya uang yang didapatkan dari jual beli kucing. Jika demikian, tentu saja transaksi jual beli kucing adalah haram. Kucing adalah hewan yang tidak bisa diambil manfaatnya kecuali ada kebutuhan tertentu--alias 'tidaklah bisa diambil manfaatnya setiap saat'-- misalnya: untuk memburu tikus atau hewan lain yang semisal dengannya.
Pendapat yang mengatakan bahwa jual beli kucing itu terlarang adalah pendapat yang difatwakan oleh Jabir bin Abdillah dan Abu Hurairah--dari kalangan para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam , Thawus dan Mujahid--dari kalangan tabiin--,dan merupakan salah satu pendapat Imam Ahmad. Inilah pendapat yang dipilih oleh Abu Bakar Abdul Aziz dan Ibnul Qayyim, serta dinilai sebagai pendapat yang benar oleh Ibnu Rajab.
Sedangkan, mayoritas ulama memperbolehkan jual beli kucing, dan pendapat inilah yang dijadikan sebagai pendapat Mazhab Hambali oleh para ulama Mazhab Hambali. Pendapat ini pula yang dipilih oleh Al-Kharqi, dalam bukunyaMukhtashar Al-Kharqi. Mereka beralasan bahwa kucing itu memiliki manfaat. Mereka menafsirkan hadis yang berisi larangan jual beli kucing dengan larangan menjual kucing milik orang lain, atau kucing yang tidak memiliki manfaat. Ada juga yang menjelaskan bahwa larangan yang dimaksudkan adalah larangan makruh, bukan haram. Masih ada penafsiran lain yang diberikan oleh mayoritas ulama untuk hadis ini.
Yang benar, adalah pendapat yang mengharamkan jual beli kucing, karena dasar pendapat ini adalah sebuah hadis yang sahih, dan tidak dijumpai hadis lain yang menyelisihinya, sehingga kita semua wajib berpendapat sejalan dengan isi hadis tersebut.
Al-Baihaqi mengatakan, 'Mengikuti kandungan hadis adalah (sikap) yang lebih baik. Seandainya Imam Syafi'i mendengar hadis yang ada dalam masalah ini, tentu beliau akan berpendapat sejalan dengan isi kandungannya,insya Allah.'
Sedangkan, pendapat yang kedua itu telah memalingkan makna hadis dari makna gamblang yang (dapat) ditangkap. Berpendapat sejalan dengan makna hadis yang umum, itulah yang lebih kuat.” (Minhah Al-‘Allam, jilid 6, hlm. 41)
Simpulannya adalah: hukum jual beli kucing adalah haram dan tidak sah, sehingga uang yang didapatkan dari jual beli tersebut adalah uang yang haram.

NICE INFO ,WAJIB TAHU = ALASAN MENGAPA RASULLULLAH SANGAT MENYUKAI KUCING



Banyak kisah tentang kucing (karna kucing emang binatang yang banyak). Rasul juga memiliki kucing. Tiap Rasul mnerima tamu, Rasul SLALU gendong Mueeza (nama kucing) & diltakkan dipahanya. Rasul berpesan tuk menyayangi kucing.
Sifat Mueeza yang Rasul suka: ‘Mueeza slalu ngeong ktika dngar azan, olah" ngeongnya sperti ngikutin adzan‘
Saat Rasul mo ngambil jubahnya, eh ada Muezza bobo diatasnya Rasul, memotong blahan lngan yang ditiduri Mueeza, supaya gak bangunin Muezza.
Pas Rasul pulang, Muezza bangun & mrunduk pada majikannya. Rasul mengelus lembut kucing itu.
Di beberapa hadisnya bahwa kucing tidak najis. Dibolehkan untuk berwudhu dngan air bekas minum kucing karna suci.
Knapa Rasulullah Saw yang buta baca-tulis, brani mngatakan bahwa kucing suci? Lalu, bagaimana Rasul mngetahui kalau pada badan kucing tak najis?
Fakta" ilmiah keistimewaan KUCING
Fakta 1: Di kulit kucing ada otot yang berfungsi tuk menolak tlur bakteri. Otot itu juga dapat mnyesuaikan dngan sentuhan otot manusia.
Lidah kucing ditutupi oleh benjolan kecil, runcing, benjolan ini bengkok mngerucut sperti kikir / gergaji. Bentuk ini berguna untuk membersihkan kulit. Ktika minum, tak ada setetes pun air yang jatuh.
Lidah kucing juga alat pembersih canggih, permukaannya yang kasar dapat membuang bulu" mati & membersihkan bulu" yang tersisa dibadannya.
Fakta 2: Tlah dilakukan pnelitian kucing dari berbagai perbedaan usia, perbedaan posisi kulit, punggung, bagian dalam telapak kaki, pelindung mulut, & ekor.
Pada bagian" itu diambil sample dngan usapan. Selain itu, dilakukan juga pnanaman kuman pada bagian" khusus. Trus diambil juga cairan yang ada di dinding dalam mulut & lidahnya.
HASILNYA:
1. Hasil dari kulit luar negatif berkuman, meskipun dilakukan berulang". 2. Perbandingan yang ditanamkan kuman memberikan hasil negatif sekitar 80% dilihat dari cairan yang diambil dari dinding mulut. 3. Cairan yang dari permukaan lidah juga negatif berkuman. 4. Sekalinya berkuman, kuman itu kelompok kuman yang dianggap sbagai kuman biasa yang ada ditubuh manusia dalam jumlah yang terbatas seperti, enterobacter, streptococcus, dan taphylococcus. Jumlahnya <50.000>
Sumber terpercaya & hasil penelitian, menyimpulkan kucing tak memiliki kuman & mikroba. Liurnya bersih & membersihkan.
Fakta 3: & hasil penelitian dokter & percobaan di lab hewan, ditemukan bahwa badan kucing bersih. Lebih bersih dari manusia.
Zaman dulu kucing dipake terapi. Dengkuran kucing yang 50Hz baik buat kesehatan, mengelus kucing juga menurunkan tingkat stress.
Menurut Dr. George Maqshud, ketua lab di RS Hewan Baitharah, jarang ditemukan adanya kuman pada kucing. Jika kuman itu ada, maka kucing itu akan sakit.
Dr. Gen Gustafsirl menemukan kuman paling banyak ada pada anjing, trus manusia 1/4 anjing, sedangkan kucing 1/2 manusia. Dokter di rumah sakit hewan Damaskus, Sa’id Rafah menegaskan kucing memiliki perangkat pembersih bemama lysozyme.
Kucing tak suka air karena air merupakan tempat yang sangat subur untuk pertumbuhan bakteri, terlebih pada genangan air (lumpur, genangan hujan, dll). Kucing sangat menjaga kestabilan kehangatan tubuhnya. Ia tak banyak berjemur dan tak dekat" dengan air. Agar bakteri tak berpindah kepadanya. Inilah yang menjadi faktor tak adanya kuman pada kucing.
Sisa makanan kucing hukumnya suci Hadis Kabsyah binti Ka’b bin Malik menceritakan bahwa Abu Qatadah, mertua Kabsyah, masuk ke rumahnya lalu ia menuangkan air untuk wudhu. Saat itu, datang kucing yang ingin minum. Lantas ia menuangkan air di bejana sampai kucing itu minum.
Kabsyah berkata, “Perhatikanlah.”
Abu Qatadah berkata, “Apakah kamu heran?”
Ia menjawab, “Ya.”
Lalu, Abu Qatadah berkata bahwa Rasul SAW prnh bersabda, “Kucing itu tak najis. Ia binatang yang suka berkeliling di rumah (binatang rumahan),”. (HR At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).
Diriwayatkan dan Ali bin Al-Hasan, dan Anas yang menceritakan bahwa Rasul Saw pergi ke Bathhan suatu daerah di Madinah.
Lalu, beliau berkata, “Ya Anas, tuangkan air wudhu untukku ke dalam bejana.”
Lalu, Anas menuangkan air. Ketika sudah selesai, Rasul menuju bejana. Namun, seekor kucing datang dan menjilati bejana. Melihat itu, Rasul berhenti sampai kucing tersebut berhenti minum lalu berwudhu.
Rasul ditanya mengenai kejadian tersebut, beliau menjawab, “Ya Anas, kucing termasuk perhiasan rumah tangga, ia tidak dikotori sesuatu, bahkan tidak ada najis.”
Diriwayatkan dari Dawud bin Shalih At-Tammar dan ibunya yang menerangkan bahwa budaknya memberikan Aisyah semangkuk bubur. Namun, ketika ia sampai di rumah Aisyah, tenyata Aisyah sedang shalat. Lalu, ia memberikan isyarat untuk menaruhnya.
Sayangnya, setelah Aisyah menyelesaikan shalat, ia lupa ada bubur. Datanglah seekor kucing, lalu memakan sedikit bubur tersebut. Ketika ia melihat bubur tersebut dimakan kucing, Aisyah membersihkan bagian yang disentuh kucing, & Aisyah memakannya.
Rasulullah Saw bersabda, “Ia tidak najis. Ia binatang yang berkeliling.” Aisyah pernah melihat Rasulullah Saw berwudhu dari sisa jilatan kucing. (HR AlBaihaqi, Abd Al-Razzaq, dan Al-Daruquthni)
Hadis ini diriwayatkan Malik, Ahmad, dan Imam hadis yang lain. Oleh karena itu, kucing adalah binatang, yang badan, keringat, bekas dari sisa makanannya suci.
Begitu luar biasanya kucing itu, bahkan ampe jadi hewan peliharaan kesayangan Rasul. Namun sayangnya banyak sekali dari kita yang berpandangan negatif seputar binatang ini, ada yang mengatakan kucing dapat menyebabkan asma karena bulu"nya, ada juga yang bilang kucing terinfeksi toxoplasma.
Padahal kalau teliti lebih lanjut, toxoplasma itu adalah bakteri yang dapat hidup dibinatang apa saja. Catatan dalam penelitian, Anjing & Babi adalah rekor terbanyak hewan yang mengandung penyakit ini. Tapi knapa, justru kucinglah yang dijadikan kambing hitamnya?
Toxoplasma berasal dari infeksi parasit Toxoplasma Gondii. Penularannya pada manusia melalui empat cara yaitu:
1. Secara tak sengaja memakan makanan yang tercemari parasit ini. Misalnya kita makan sayuran yang tak dicuci bersih dan ternyata parasit toxo tlah mencemarinya. 2. Memakan daging sapi, kambing, babi, ayam, babi atau anjing yang mengandung parasit toxo yang tak dimasak dengan sempurna (matang). 3. Infeksi melalui placenta bayi dalam kandungan. 4. Seorang ibu hamil yang terinfeksi toxoplasma bisa menularkan parasit ini pada janin yang dikandungnya, ini disebut penularan secara congenital. 5. Melalui transfusi darah, transplantasi organ dari seorang donor yang kebetulan menderita toxoplasmosis.
Toxoplasma bisa menyerang perempuan maupun laki". Sesungguhnya tak hanya kucing yang bisa terinfeksi Toxoplasma, karena semua hewan berdarah panas (unggas & mamalia) sebenarnya juga bisa terinfeksi sebagai induk semang perantaranya (Intermediate host).
Parasit dari intermediate host dapat menular jika kita MENGKONSUMSINYA. Bedanya dengan kucing, Toxoplasma menyelesaikan keseluruhan siklus hidupnya di usus halus kucing, akan dikeluarkan bersamaan dengan feces.
Mungkin karena inilah maka kucing menjadi tersangka utama toxoplasma bagi kita. Sementara sapi, kambing, ayam, anjing dan hewan lainnya tidak, meski sama" punya “bibit” Toxoplasma di tubuhnya.
Tips Menghindari Toxoplasma:
1. Sediakan pasir / tempat kotoran untuk kucing dan sebaiknya dibersihkan setiap hari. Kita juga harus rajin bersih", kucing kalau mau pup dipasir SELALU dikubur, karena kucing adalah hewan yang pemalu. Malah sebenarnya kalau gak ada pasir / tanah, kucing akan menahan pup sekuat tenaga, kalau bener" gak tahan, terpaksa pup dipojokan. Makanya sediakan pasir buat kucing 2. Cegah kucing agar tidak berburu tikus, burung, lalat dan kecoa (kasih makanan yang bersih, matang & layak). 3. Jangan beri makan hewan peliharaan daging, jeroan, tulang & susu mentah, sbelum dimasak terlebih dahulu. 4. Setelah mencuci daging, cuci tangan dengan sabun agar tak ada parasit yang tertinggal ditangan. 5. Cuci tangan dengan sabun setiap kali mau makan. 6. Hindari makan daging mentah atau stengah matang. Makanlah daging yang benar" telah dimasak matang. 7. Cuci bersih sayur" & buah" yang Mau dikonsumsi mentah sebelum dimakan (dilalap). 8. Untuk ibu" hamil, sebaiknya tidak membersihkan tempat kotoran kucing ataupun mencuci daging ataupun jeroan selama masa kehamilan. Mintalah bantuan orang lain. 9. Untuk ibu" yang berencana untuk hamil sebaiknya lakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya infeksi Toxoplasma. 10. Jika memelihara kucing, latihlah dari kecil kucing tersebut dengan membiasakan buang kotoran pada tempatnya.
Khusus ASMA, orang biasa mengaitkanya akibat bulu" kucing. Padahal blum tentu dmikian.
Asma: keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan krena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat smentara. Penyakit ini salah 1nya dikarnakan kelainan di paru / di jantung yang bersifat keturunan (biasanya sejak kecil gejalanya sudah mulai tampak).
Khusus asma yang disbabkan kelainan di paru-paru saja, ada yang bersifat intrinsik (dalam tubuh sendiri), dan ekstrinsik baik psikosomatik (dipacu beban psikis tertentu) maupun non-psikosomatik – biasanya mirip penderita alergi (tak tahan atau salah tanggapan sistem imun). Dari analisa kmungkinan jnis dan pnyebab sesak, tentulah yang bersifat ekstrinsik yang dapat sembuh dengan menghindari atau menetralisir pencetus timbulnya srangan asma.
Orang yang kambuh asmanya itu bukan hanya karna bulu kucing, tetapi bisa juga karna dbu, sesak dalam kramaian, stress, asap, serbuk bunga, udara dingin, olahraga, dll. Sbenarnya bulu kucing hanyalah menjadi pemicu, sama seperti faktor" yang lain.
Smoga tulisan ini bisa memberikan pengetahuan kpada kita smua seputar kucing...terutama para catlover dimana saja... 

RAHASIA DI BALIK KE ANEHAN DAN KEAJAIBAN AIR ZAM ZAM




Tak banyak yang tahu bagaimana caranya sumur zam-zam bisa mengeluarkan puluhan juta liter pada satu musim haji, tanpa pernah kering satu kali pun. Seorang peneliti pernah diperintahkan raja Faisal menyelidiki sumur zam-zam untuk menjawab tuduhan kotor seorang doktor dari Mesir.

Berapa Juta Liter air zamzam?
Berapa banyak air zam-zam yang di “kuras” setiap musim haji? Mari kita hitung secara sederhana. Jamaah haji yang berdatangan dari seluruh penjuru dunia pada setiap musim haji dewasa ini berjumlah sekitar dua juta orang. Semua jemaah diberi 5 liter air zam-zam ketika pulang nanti ke tanah airnya.

Kalau 2 juta orang membawa pulang masing-masing 5 liter zam-zam ke negaranya, itu saja sudah 10 juta liter. Disamping itu selama di Mekah, kalau saja jamaah rata-rata tinggal 25 hari, dan setiap orang menghabiskan 1 liter sehari, maka totalnya sudah 50 juta liter !!

Keanehan air Zamzam
Pada tahun 1971, seorang doktor dari negeri Mesir mengatakan kepada Press Eropah bahwa air Zamzam itu tidak sehat untuk diminum. Asumsinya didasarkan bahwa kota Mekah itu ada di bawah garis permukaan laut.

Air Zamzam itu berasal dari air sisa buangan penduduk kota Mekah yang meresap, kemudian mengendap terbawa bersama-sama air hujan dan keluar dari sumur Zamzam. Masya Allah.

Berita ini sampai ke telinga Raja Faisal yang kemudian memerintahkan Mentri Pertanian dan Sumber Air untuk menyelidiki masalah ini, dan mengirimkan sampel air Zamzam ke Laboratorium-laboratorium di Eropah untuk ditest.

Tariq Hussain, insinyur kimia yang bekerja di Instalasi Pemurnian Air Laut untuk diminum, di Kota Jedah, mendapat tugas menyelidikinya. Pada saat memulai tugasnya, Tariq belum punya gambaran, bagaimana sumur Zamzam bisa menyimpan air yang begitu banyak seperti tak ada batasnya.
Ketika sampai di dalam sumur, Tariq amat tercengang ketika menyaksikan bahwa ukuran “kolam” sumur itu hanya 18 x 14 feet saja (Kira-kira 5 x 4 meter).

Tak terbayang,bagaimana caranya sumur sekecil ini bisa mengeluarkan jutaan galon air setiap musim hajinya. Dan itu berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu, sejak zaman Nabi Ibrahim AS.
Penelitian menunjukkan, mata air zamzam bisa memancarkan air sebanyak 11-18 liter air per detik. Dengan demikian, setiap menit akan dihasilkan 660 liter air.

Itulah yang mencengangkan. Tariq mulai mengukur kedalaman air sumur. Dia minta asistennya masuk ke dalam air. Ternyata air sumur itu hanya mencapai sedikit di atas bahu pembantunya yang tinggi tubuhnya 5 feet 8 inci. Lalu dia menyuruh asistennya untuk memeriksa, apakah mungkin ada cerukan atau saluran pipa di dalamnya. Setelah berpindah dari satu tempat ke tempatlainnya, ternyata tak ditemukan apapun!

Dia berpikir, mungkin saja air sumur ini disuppli dari luar melalui saluran pompa berkekuatan besar. Bila seperti itu kejadian nya, maka dia bisa melihat turun-naiknya permukaan air secara tiba-tiba. Tetapi dugaan inipun tak terbukti. Tak ditemukan gerakan air yang mencurigakan, juga tak ditemukan ada alat yang bisa mendatangkan air dalam jumlah besar

Selanjutnya Dia minta asistennya masuk lagi ke dalam sumur. Lalu menyuruh berdiri, dan diam ditempat sambil mengamati sekelilingnya. Perhatikan dengan sangat cermat, dan laporkan apa yang terjadi, sekecil apapun. Setelah melakukan proses ini dengan cermat, asistennya tiba-tiba mengacungkan kedua tangannya sambil berteriak: “Alhamdulillah, Saya temukan dia! Pasir halus menari-nari di bawah telapak kakiku. Dan air itu keluar dari dasar sumur”

Lalu asistennya diminta berputar mengelilingi sumur ketika tiba saat pemompaan air (untuk dialirkan ke tempat pendistribusian air) berlangsung. Dia merasakan bahwa air yang keluar dari dasar sumur sama besarnya seperti sebelum periode pemompaan. Dan aliran air yang keluar, besarnya sama di setiap titik, di semua area. Ini menyebabkan permukaan sumur itu relatif stabil, tak ada guncangan yang besar
Mengandung zat Anti Kuman.

Hasil penelitian sampel air di Eropah dan Saudi Arabia menunjukkan bahwa Zamzam mengandung zat fluorida yang punya daya efektif membunuh kuman, layaknya seperti sudah mengandung obat. Lalu perbedaan air Zamzam dibandingkan dengan air sumur lain di kota Mekah dan Arab sekitarnya adalah dalam hal kuantitas kalsium dan garammagnesium.

Kandungan kedua mineral itu sedikit lebih banyak pada air zamzam. Itu mungkin sebabnya air zamzam membuat efek menyegarkan bagi jamaah yang kelelahan.Keistimewaan lain, komposisi dan rasa kandungan garamnya selalu stabil, selalu sama dari sejak terbentuknya sumur ini. “Rasanya” selalu terjaga, diakui oleh semua jemaah haji dan umrah yang selalu datang tiap tahun.

Bisa Menyembuhkan Penyakit. Nabi saw menjelaskan: ”Sesungguhnya, Zamzam ini air yang sangat diberkahi, ia adalah makanan yang mengandung gizi”. Nabi saw menambahkan: “Air zamzam bermanfaat untuk apa saja yang diniatkan ketika meminumnya.

Jika engkau minum dengan maksud agar sembuh dari penyakitmu, maka Allah menyembuhkannya. Jika engkau minum dengan maksud supaya merasa kenyang, maka Allah mengenyangkan engkau. Jika engkau meminumnya agar hilang rasa hausmu, maka Allah akan menghilangkan dahagamu itu. Ia adalah air tekanan tumit Jibril, minuman dari Allah untuk Ismail”. (HR Daruqutni, Ahmad, Ibnu Majah, dari Ibnu Abbas)

http://putrahermanto.files.wordpress.com/2009/12/molekul-zam-zam.jpg

Molekul Air Zam zam seperti Permata Berlian

Rasulullah saw pernah mengambil air zamzam dalam sebuah kendi dan tempat air dari kulit, kemudian membawanya kembali ke Madinah. Air zamzam itu digunakan Rasulullah saw untuk memerciki orang sakit dan kemudian disuruh meminumnya.

Dalam penelitian ilmiah yang dilakukan di laboratorium Eropa, terbukti bahwa zamzam memang lain. Kandungan airnya berbeda dengan sumur-sumur yang ada di sekitar Makah.

1. Kadar Kalsium dan garam Magnesiumnya lebih tinggi dibanding sumur lainnya, berkhasiat untuk menghilangkan rasa haus dan efek penyembuhan.

2. Zamzam juga mengandung zat fluorida yang berkhasiat memusnahkan kuman-kuman yang terdapat dalam kandungan airnya.

3. Yang juga menakjubkan adalah, tak ada sedikit pun lumut di sumur ini. Zamzam selalu bebas dari kontaminasi kuman.

4. Anehnya lagi, pada saat semua sumur air di sekitar Mekah dalam keadaan kering, sumur zamzam tetap berair. Dan zamzam memang tak pernah kering sepanjang zaman.

Beberapa ulama fikih merekomendasikan agar jamaah haji membawa zamzam ketika pulang ke negaranya sebab zamzam itu bisa sebagai obat untuk suatu penyembuhan. Dan ini terbukti, banyak jamaah dari Indonesia maupun negara lain yang pernah merasakan keajaiban air zamzam.


http://noveloke.co.cc/cooment.gif

Jika Sobat Suka Dengan Artikel Ini,
Jangan Lupa Sharing Ke Teman yang Lain

AMALAN YANG BERMANFAAT BAGI MAYIT


Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”
(QS. An Najm: 39).
Dari ayat ini, sebagian ulama mengatakan bahwa usaha orang lain tidak akan bermanfaat bagi si mayit. Namun pendapat ini adalah pendapat yang kurang tepat. Syaikh As Sa’di mengatakan bahwa ayat ini hanya menunjukkan bahwa manusia tidaklah mendapatkan manfaat kecuali apa yang telah ia usahakan untuk dirinya sendiri. Ini benar dan tidak ada perselisihan di dalamnya. Namun ayat ini tidak menunjukkan bahwa amalan orang lain tidak bermanfaat untuk dirinya yaitu ketika orang melakukan amalan untuknya. Sebagaimana pula seseorang memiliki harta yang ia kuasai saat ini. Hal ini tidak melazimkan bahwa dia tidak bisa mendapatkan harta dari orang lain melalui hadiah yang nanti akan jadi miliknya.[1]
Jadi sebenarnya, amalan orang lain tetap bermanfaat bagi orang yang sudah meninggal sebagaimana ditunjukkan pada dalil-dalil yang akan kami bawakan, seperti amalan puasa dan pelunasan utang.
Namun perlu diperhatikan di sini, amalan yang bisa bermanfaat bagi si mayit itu juga harus ditunjukkan dengan dalil dan tidak bisa dikarang-karang sendiri. Jadi tidak boleh seseorang mengatakan bahwa amalan A atau amalan B bisa bermanfaat bagi si mayit, kecuali jika jelas ada dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah yang menunjukkan hal tersebut.
Amalan-amalan yang bisa bermanfaat bagi si mayit adalah sebagai berikut.
Pertama: Do’a kaum muslimin bagi si mayit
Setiap do’a kaum muslimin bagi setiap muslim akan bermanfaat bagi si mayit. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang“.” (QS. Al Hasyr: 10) Ayat ini menunjukkan bahwa di antara bentuk kemanfaatan yang dapat diberikan oleh orang yang masih hidup kepada orang yang sudah meninggal dunia adalah do’a karena ayat ini mencakup umum, yaitu orang yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal dunia.
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan, “Do’a dalam ayat ini mencakup semua kaum mukminin, baik para sahabat yang terdahulu dan orang-orang sesudah mereka. Inilah yang menunjukkan keutamaan iman, yaitu setiap mukmin diharapkan dapat memberi manfaat satu dan lainnya dan dapat saling mendoakan.”[2]
Begitu pula sebagai dalil dalam hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Do’a seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendo’akan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan do’anya. Tatkala dia mendo’akan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata: “Amin. Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi”.”[3] Do’a kepada saudara kita yang sudah meninggal dunia adalah di antara do’a kepada orang yang di kala ia tidak mengetahuinya.
Kedua: Siapa saja yang melunasi utang si mayit
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangkan seorang mayit yang masih memiliki utang, kemudian beliau bertanya, “Apakah orang ini memiliki uang untuk melunasi hutangnya?” Jika diberitahu bahwa dia bisa melunasinya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamakan menyolatkannya. Namun jika tidak, maka beliau pun memerintahkan, “Kalian shalatkan aja orang ini.”
Tatkala Allah memenangkan bagi beliau beberapa peperangan, beliau bersabda,
أَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ فَمَنْ تُوُفِّىَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَعَلَىَّ قَضَاؤُهُ وَمَنْ تَرَكَ مَالاً فَهُوَ لِوَرَثَتِهِ
Aku lebih pantas bagi orang-orang beriman dari diri mereka sendiri. Barangsiapa yang mati, namun masih meninggalkan utang, maka aku lah yang akan melunasinya. Sedangkan barangsiapa yang mati dan meninggalkan harta, maka itu untuk ahli warisnya.”[4] Hadits ini menunjukkan bahwa pelunasan utang si mayit dapat bermanfaat bagi dirinya.
Sedangkan apakah pelunasan utang si mayit di sini wajib ataukah tidak, di sini ada dua pendapat di kalangan ulama Syafi’iyyah. Sebagian ulama mengatakan bahwa wajib dilunasi dari baitul maal. Sebagian lagi mengatakan tidak wajib.[5]
Ketiga: Menunaikan qodho’ puasa si mayit
Pembahasan ini telah kami jelaskan pada tulisan kami yang berjudul “Permasalahan Qodho’ Ramadhan”. Pendapat yang mengatakan bahwa qodho’ puasa bermanfaat bagi si mayit dipilih oleh Abu Tsaur, Imam Ahmad, Imam Asy Syafi’i, pendapat yang dipilih oleh An Nawawi, pendapat pakar hadits dan pendapat Ibnu Hazm.
Dalil dari pendapat ini adalah hadits ‘Aisyah,
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki kewajiban puasa, maka ahli warisnya yang nanti akan mempuasakannya. ”[6] Yang dimaksud “waliyyuhu” adalah ahli waris[7].
Keempat: Menunaikan qodho’ nadzar baik berupa puasa atau amalan lainnya
Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu pernah meminta nasehat pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia mengatakan,
إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا نَذْرٌ
Sesungguhnya ibuku telah meninggalkan dunia namun dia memiliki nadzar (yang belum ditunaikan).” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan,
اقْضِهِ عَنْهَا
Tunaikanlah nadzar ibumu.”[8]
Kelima: Segala amalan sholih yang dilakukan oleh anak yang sholih akan bermanfaat bagi orang tuanya yang sudah meninggal dunia
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An Najm: 39). Di antara yang diusahakan oleh manusia adalah anak yang sholih.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ
Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua.[9] Ini berarti amalan dari anaknya yang sholih masih tetap bermanfaat bagi orang tuanya walaupun sudah berada di liang lahat karena anak adalah hasil jerih payah orang tua yang pantas mereka nikmati.
Namun sayang, orang tua saat ini melupakan modal yang satu ini. Mereka lebih ingin anaknya menjadi seorang penyanyi atau musisi –sehingga dari kecil sudah dididik les macam-macam-, dibanding anaknya menjadi seorang da’i atau orang yang dapat memberikan manfaat pada umat dalam masalah agama. Sehingga orang tua pun lupa dan lalai mendidik anaknya untuk mempelajari Iqro’ dan Al Qur’an. Sungguh amat merugi jika orang tua menyia-nyiakan anaknya padahal anak sholih adalah modal utama untuk mendapatkan aliran pahala walaupun sudah di liang lahat.
Keenam: Bekas-bekas amalan sholih (seperti ilmu yang bermanfaat) dan sedekah jariyah yang ditinggalkan oleh si mayit
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Jika manusia itu mati, maka akan putus amalannya kecuali dari tiga perkara: [1] sedekah jariyah, [2] ilmu yang diambil manfaatnya, [3] anak sholih yang mendo’akan orang tuanya.”[10]
Ketujuh: Sedekah atas nama si mayit
Sedekah untuk mayit akan bermanfaat baginya berdasarkan kesepakatan (ijma’) kaum muslimin.[11] Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ – رضى الله عنه – تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَهْوَ غَائِبٌ عَنْهَا ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا ، أَيَنْفَعُهَا شَىْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ » . قَالَ فَإِنِّى أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِى الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا
“Sesungguhnya Ibu dari Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia, sedangkan Sa’ad pada saat itu tidak berada di sampingnya. Kemudian Sa’ad mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal, sedangkan aku pada saat itu tidak berada di sampingnya. Apakah bermanfaat jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Iya, bermanfaat.’ Kemudian Sa’ad mengatakan pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Kalau begitu aku bersaksi padamu bahwa kebun yang siap berbuah ini aku sedekahkan untuknya’.”[12]
Hukum Menghadiahkan Pahala Bacaan Al Qur’an untuk Si Mayit
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanyakan, “Bagaimana dengan orang yang membaca Al Qur’an Al ‘Azhim atau sebagian Al Qur’an, apakah lebih utama dia menghadiahkan pahala bacaan kepada kedua orang tuanya dan kaum muslimin yang sudah mati, ataukah lebih baik pahala tersebut untuk dirinya sendiri?”
Beliau rahimahullah menjawab:
Sebaik-baik ibadah adalah ibadah yang mencocoki petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan dalam khutbahnya,
خَيْرُ الْكَلَامِ كَلَامُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
”Sebaik-baik perkataan adalah kalamullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Sejelek-jelek perkara adalah perkara yang diada-adakan. Setiap bid’ah adalah sesat.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
خَيْرُ الْقُرُونِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian generasi setelah mereka.
Ibnu Mas’ud mengatakan,
مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُسْتَنًّا فَلْيَسْتَنَّ بِمَنْ قَدْ مَاتَ ؛ فَإِنَّ الْحَيَّ لَا تُؤْمَنُ عَلَيْهِ الْفِتْنَةُ أُولَئِكَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ
Siapa saja di antara kalian yang ingin mengikuti petunjuk, maka ambillah petunjuk dari orang-orang yang sudah mati. Karena orang yang masih hidup tidaklah aman dari fitnah. Mereka yang harus diikuti adalah para sahabat Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Jika kita sudah mengenal beberapa landasan di atas, maka perkara yang telah ma’ruf di tengah-tengah kaum muslimin generasi utama umat ini (yaitu di masa para sahabat dan tabi’in, pen) bahwasanya mereka beribadah kepada Allah hanya dengan ibadah yang disyari’atkan, baik dalam ibadah yang wajib maupun sunnah; baik amalan shalat, puasa, atau membaca Al Qur’an, berdzikir dan amalan lainnya. Mereka pun selalu mendoakan mukminin dan mukminat yang masih hidup atau yang telah mati dalam shalat jenazah, ziarah kubur dan yang lainnya sebagaimana hal ini diperintahkan oleh Allah. Telah diriwayatkan pula dari sekelompok ulama salaf  mengenai setiap penutup sesuatu ada do’a yang mustajab. Apabila seseorang di setiap ujung penutup mendoakan dirinya, kedua orang tuanya, guru-gurunya, dan kaum mukminin-mukminat yang lainnya, ini adalah ajaran yang disyari’atkan. Begitu pula doa mereka ketika shalat malam dan tempat-tempat mustajab lainnya.
Terdapat hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan sedekah pada mayit dan memerintahkan pula untuk menunaikan utang puasa si mayit. Jadi, sedekah untuk mayit merupakan amal sholeh. Begitu pula terdapat ajaran dalam agama ini untuk menunaikan utang puasa si mayit.
Oleh karena itu, sebagian ulama membolehkan mengirimkan pahala ibadah maliyah (yang terdapat pengorbanan harta, semacam sedekah) dan ibadah badaniyah kepada kaum muslimin yang sudah mati. Sebagaimana hal ini adalah pendapat Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah, sebagian ulama Malikiyah dan Syafi’iyah. Jika mereka menghadiahkan pahala puasa, shalat atau pahala bacaan Qur’an maka ini diperbolehkan menurut mereka. Namun, mayoritas ulama Malikiyah dan Syafi’iyah mengatakan bahwa yang disyari’atkan dalam masalah ini hanyalah untuk ibadah maliyah saja.
Oleh karena itu, tidak kita temui pada kebiasaan para ulama salaf, jika mereka melakukan shalat, puasa, haji, atau membaca Al Qur’an; mereka menghadiahkan pahala amalan mereka kepada kaum muslimin yang sudah mati atau kepada orang-orang yang istimewa dari kaum muslimin. Bahkan kebiasaan dari salaf adalah melakukan amalan yang disyari’atkan yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu, setiap orang tidak boleh melampaui jalan hidup para salaf karena mereka tentu lebih utama dan lebih sempurna dalam beramal. Wallahu a’lam.” –Demikian penjelasan Syaikhull Islam Ibnu Taimiyah-[13]
Catatan: Yang dimaksudkan kirim pahala dari amalan badaniyah ataupun maliyah sebagaimana yang dibolehkan oleh sebagian ulama bukanlah dengan mengumpulkan orang-orang lalu membacakan surat tertentu secara berjama’ah dan ditentukan pula pada hari tertentu (semisal hari ke-7, 40, 100, dst). Jadi tidaklah demikian yang dimaksudkan oleh para ulama tersebut. Apalagi kalau acara tersebut diadakan di kediaman si mayit, ini jelas suatu yang terlarang karena ini termasuk acara ma’tam (kumpul-kumpul) yang dilarang. Seharusnya keluarga mayit dihibur dengan diberi makan dan segala keperluan karena mereka saat itu dalam keadaan susah, bukan malah keluarga mayit yang repot-repot menyediakan makanan untuk acara semacam ini. Lihat penjelasan selanjutnya.
Apakah Mayit Mendengarkan Bacaan Al Qur’an?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Jika ada yang mengatakan bahwa bermanfaat bagi si mayit ketika dia diperdengarkan Al Qur’an dan dia akan mendapatkan pahala jika mendengarnya, maka pemahaman seperti ini sungguh keliru. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah bersabda,
إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلَّا مِنْ ثَلَاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Jika manusia itu mati, amalannya akan terputus kecuali melalui tiga perkara: [1] sedekah jariyah, [2] ilmu yang dimanfaatkan, atau [3] anak sholeh yang mendo’akan dirinya. 
Oleh karena itu, setelah kematian si mayit tidak akan mendapatkan pahala melalui bacaan Al Qur’an yang dia dengar dan amalan lainnya. Walaupun memang si mayit mendengar suara sandal orang lain dan juga mendengar salam orang yang mengucapkan salam padanya dan mendengar suara selainnya. Namun ingat, amalan orang lain (seperti amalan membaca Al Qur’an, pen) tidak akan berpengaruh padanya.”[14]
Seharusnya Keluarga Si Mayit yang Diberi Makan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Apabila keluarga mayit membuatkan makanan lalu mengundang orang-orang, maka ini bukanlah sesuatu yang disyari’atkan. Semacam ini termasuk ajaran yang tidak ada tuntunannya (baca: bid’ah). Bahkan Jarir bin ‘Abdillah mengatakan,
كُنَّا نَعُدُّ الِاجْتِمَاعَ إلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَتَهُمْ الطَّعَامَ لِلنَّاسِ مِنْ النِّيَاحَةِ
Kami menganggap bahwa berkumpul-kumpul di kediaman si mayit, lalu keluarga si mayit membuatkan makanan, ini termasuk niyahah (meratapi mayit yang jelas terlarang).
Bahkan yang dianjurkan ketika si mayit meninggal dunia adalah orang lain yang memberikan makanan pada keluarga si mayit (bukan sebaliknya). Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mendengar berita kematian Ja’far bin Abi Thalib, beliau mengatakan,
اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَقَدْ أَتَاهُمْ مَا يَشْغَلُهُمْ
Berilah makan untuk keluarga Ja’far karena mereka saat ini begitu tersibukkan dengan kematian Ja’far.[15]
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz –pernah menjawab sebagai ketua Al Lajnah Ad Daimah di Saudi Arabia- mengatakan, “Seharusnya yang dilakukan adalah melakukan ta’ziyah di rumah si mayit dan mendoakan mereka serta memberikan kasih sayang kepada mereka yang ditinggalkan si mayit. [Ta’ziyah memberi nasehat kepada keluarga si mayit untuk bersabar dalam musibah ini dan berusaha menghibur mereka, pen]
Adapun berkumpul-kumpul untuk menambah kesedihan (dikenal dengan istilah ma’tam) dengan membaca bacaan-bacaan tertentu (seperti membaca surat yasin ataupun bacaan tahlil), atau membaca do’a-do’a tertentu atau selainnya, ini termasuk bid’ah. Seandainya perkara ini termasuk kebaikan, tentu para sahabat (salafush sholeh) akan mendahului kita untuk melakukan hal semacam ini.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak pernah melakukan hal ini. Dulu di antara salaf yaitu Ja’far bin Abi Tholib, Abdullah bin Rowahah, Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhum, mereka semua terbunuh di medan perang. Kemudian berita mengenai kematian mereka sampai ke telinga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari wahyu. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumumkan kematian mereka pada para sahabat, para sahabat pun mendoakan mereka, namun mereka sama sekali tidak melakukan ma’tam (berkumpul-kumpul dalam rangka kesedihan dengan membaca Al Qur’an atau wirid tertentu).
Begitu pula para sahabat dahulu tidak pernah melakukan hal semacam ini. Ketika Abu Bakr meninggal dunia, para sahabat sama sekali tidak melakukanma’tam.”[16]
Demikian pembahasan kami mengenai berbagai amalan yang dapat bermanfaat bagi si mayit. Semoga bermanfaat bagi kaum muslimin. Hanya Allah yang memberi taufik.
Segala puji bagi Allah yang dengan segala nikmat-Nya setiap kebaikan menjadi sempurna. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.
***
Disusun di Pangukan, Sleman, Kamis, 3 Dzulqo’dah 1430 H

[1] Lihat Taisir Karimir Rahman, ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, hal. 821, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1420 H
[2] Taisir Al Karimir Rahman fi Tafsir Kalamil Mannan, hal. 851.
[3] HR. Muslim no. 2733, dari Ummu Ad Darda’.
[4] HR. Bukhari no. 2298 dan Muslim no. 1619
[5] Syarh Muslim, An Nawawi, 6/2, Mawqi’ Al Islam
[6] HR. Bukhari no. 1952 dan Muslim no. 1147
[7] Lihat Tawdhihul Ahkam, 3/525
[8] HR. Bukhari no. 2761 dan Muslim no. 1638
[9] HR. Abu Daud no. 3528 dan An Nasa-i no. 4451. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[10] HR. Muslim no. 1631
[11] Majmu’ Al Fatawa, 24/314, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H
[12] HR. Bukhari no. 2756
[13] Majmu’ Al Fatawa, 24/321-323.
[14] Majmu’ Al Fatawa, 24/317.
[15] Majmu’ Al Fatawa, 24/316-317.
[16] Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 13/211, Asy Syamilah

KEUTAMAAN MEMBACA SURAT AL-IKHLAS


Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّها لَتَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ
Demi (Allah) yang jiwaku di tangan-Nya, sesungguhnya surah al-Ikhlas sebanding (dengan) sepertiga al-Qur’an[1].

Hadits yang agung ini menunjukkan tingginya kedudukan surah al-Ikhlas dan besarnya keutamaan orang yang membacanya, karena surah ini mengandung nama-nama Allah Y yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, sehingga orang yang membaca dan menghayatinya dengan seksama berarti dia telah mengagungkan dan memuliakan Allah U[2]. Oleh karena itu, dalam hadits shahih lainnya, Rasulullah r ketika mendengar berita tentang seorang shahabat t yang senang membaca surah ini karena sifat-sifat Allah U yang dikandungnya, beliau r bersabda: “Sampaikanlah kepadanya bahwa Allah mencintainya”[3].

Beberapa faidah penting yang dapat kita ambil dari hadits ini:

- Surah ini dinamakan surah al-Ikhlas karena mengandung tauhid (pengkhususan ibadah kepada Allah I semata-semata), sehingga orang yang membaca dan merenungkannya berarti telah mengikhlaskan agamanya untuk Allah I semata. Atau karena Allah U mengikhlaskan (mengkhususkan) surah ini bagi dari-Nya (hanya berisi nama-nama dan sifat-sifat-Nya) tanpa ada penjelasan lainnya[4].

- Surah al-Ikhlas sebanding (dengan) sepertiga al-Qur’an  karena pembahasan/kandungan al-Qur’an terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: tauhid, hukum-hukum syariat Islam dan berita tentang makhluk, sedangkan surah al-Ikhlas berisi pembahasan tauhid[5].

- Makna sabda beliau r: “…sebanding (dengan) sepertiga al-Qur’an” adalah dalam hal ganjaran pahala, dan bukan berarti membacanya tiga kali cukup sebagai pengganti mambaca al-Qur’an[6].

- Hadits ini adalah salah satu dalil yang menunjukkan bahwa al-Qur-an berbeda-beda keutamaannya (satu ayat dengan ayat yang lain dan satu surah dengan surah lainnya), jika ditinjau dari segi isi dan kandungannya[7].

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-’Utsaimin berkata: “Pembahasan masalah ini harus diperinci dengan penjelasan berikut: jika ditinjau dari (segi) zat yang mengucapkan/berfirman (dengan al-Qur-an) maka al-Qur-an tidak berbeda-beda keutamaannya, karena zat yang mengucapkannya adalah satu, yaitu Allah U. Adapun jika ditinjau dari (segi) kandungan dan pembahasannya maka al-Qur-an berbeda-beda keutamaannya (satu ayat dengan ayat yang lain).

 Surat al-Ikhlash yang berisi pujian bagi Allah U karena mengandung (penyebutan) nama-nama dan sifat-sifat Allah (tentu) tidak sama dari segi kandungannya dengan surat al-Masad (al-Lahab) yang berisi penjelasan (tentang) keadaan Abu Lahab.

Demikian pula al-Qur-an berbeda-beda keutamaannya (satu ayat dengan ayat yang lain) dari segi pengaruhnya (terhadap hati manusia) dan kekuatan/ketinggian uslub (gaya bahasanya). Karena kita dapati di antara ayat-ayat al-Qur-an ada yang pendek tetapi berisi nasehat dan berpengaruh besar bagi hati manusia, sementara kita dapati ayat lain yang jauh lebih panjang, akan tetapi tidak berisi kandungan seperti ayat tadi”[8].
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Kendari, 29 Rabi’ul awal 1432 H
Abdullah bin Taslim al-Buthoni

[1] HSR al-Bukhari (no. 4726, 6267 dan 6939).
[2] Lihat kitab “Fathul Baari” (13/357).
[3] HSR al-Bukhari (no. 6940) dan Muslim (no. 813).
[4] Lihat kitab ” Syarhul aqiidatil waasithiyyah” (1/157).
[5] Lihat kitab “Fathul Baari” (9/61) dan ” Syarhul aqiidatil waasithiyyah” (1/158).
[6] Lihat kitab ” Syarhul aqiidatil waasithiyyah” (1/157-158).
[7] Lihat keterangan syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam “Majmu’ul fataawa” (17/211-212) dan imam Ibnul Qayyim dalam “Syifa-ul ‘aliil” (hal. 272).
[8] Kitab ” Syarhul aqiidatil waasithiyyah” (1/164-165).

CIRI ISTRI YANG SHOLEHA ADALAH ISTRI YANG MEMBAHAGIAKAN

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh....
Bismillahirrahmaanirrahiim....

Wanita - Istri Solehah
Kebahagiaan rumah tangga yang menjadi tujuan setiap keluarga terbentuk di  atas beberapa faktor, yang terpenting adalah faktor anggota keluarga.  Mereka inilah faktor dan aktor pencipta kebahagiaan dalam rumah tangga,  atau sebaliknya, kesengsaraan rumah tangga juga bisa tercipta oleh mereka.  Dari anggota rumah tangga, faktor yang paling berperan besar dalam perkara  ini adalah istri, ya... Istri Yang Solehah Yang Bisa  Membahagiakan Keluarganya, karena dia adalah ratu dan ikon utama sebuah rumah  tangga, ia adalah rujukan suami dan tempat kembali anak-anak, maka dalam  bahasa Arab dia disebut dengan ‘Um’ yang berarti induk tempat kembali.

Sebagai pemeran utama dalam panggung rumah tangga, karena perannya yang  cukup signifikan di dalamnya, maka istri harus membekali diri dengan  sifat-sifat dan kepribadian- kepribadian sehingga dengannya dia bisa  mengemban tugas dan memerankan perannya sebaik mungkin, dengan itu maka  kondisi yang membahagiakan dan situasi yang menentramkan di dalam rumah  akan terwujud.

Istri Harus Mengetahui skala prioritas 

Dunia memang luas dan lapang, namun tidak dengan kehidupan, yang akhir  ini, selapang dan seluas apa pun tetap terbatas, ada tembok-tembok yang  membatasi, ada rambu-rambu yang mengekang, namun pada saat yang sama  tuntutan dan hajat kehidupan terus datang silih berganti seakan tidak akan  pernah berhenti, kondisi ini mau tidak mau, berkonsekuensi kepada sikap  memilah skala prioritas, mendahulukan yang lebih penting kemudian yang  penting dan seterusnya.

Sebagai ikon dalam rumah tangga, istri tentu mengetahui benar keterbatasan  rumah tangga di berbagai sisi kehidupan, keterbatasan finansial dan  ekonomi misalnya, sebesar apapun penghasilan suami plus penghasilan istri  (jika istri bekerja), tetap ada atap yang membatasi, ada ruang yang  menyekat, tetap ada hal-hal yang tidak terjangkau oleh uang hasil usaha  mereka berdua, ditambah dengan jiwa manusia yang tidak pernah berhenti  berkeinginan, keadaannya selalu berkata, “Adakah tambahan?”, maka sebagai  istri yang membahagiakan, dia harus mengetahui dengan baik prinsip dasar  ini, mendahulukan perkara yang tingkat urgensinya tertingi kemudian  setelahnya dan seterusnya.

Keterbatasan dalam hubungan di antara suami dan istri, mungkin karena  latar belakang keduanya yang berbeda, tingkat pendidikan yang berbeda,  keluarga yang berbeda, tabiat dan watak yang berbeda, hobi dan kesenangan  yang berbeda, waktu yang tersedia untuk berdua minim, semua itu membuat  hubungan suami istri serba terbatas, namun hal ini bukan penghalang yang  berarti, selama istri memahami kaidah prioritas ini.

Istri yang baik adalah wanita yang mengetahui tatanan prioritas dengan  baik, dalam tataran hubungan suami istri, secara emosinal dan fisik, dalam  tatanan rumah tangga, secara formalitas dan etika, ia menempati deretan  nomor wahid.

Istri Harus Realistis dalam menuntut 

Di hari-hari pertama pernikahan, biasanya dalam benak orang yang menjalani  tersusun rencana-rencana yang hendak diwujudkan, tertata target-target  yang hendak direalisasikan, terlintas harapan-harapan yang hendak  dibuktikan. Umum, lumrah dan jamak. Kata orang, hidup ini memang berharap,  karena berharap kita bisa tetap eksis hidup dengan berbagai macam siatuasi  dan kondisinya. Demikian pula dengan sebuah rumah tangga. Tahun pertama  harus memiliki anu. Tahun kedua harus ada ini. Tahun ketiga, keempat dan  seterusnya.

Sekali lagi wajar, selama hal itu masih realistis. Dan soal harapan dan  ambisi biasanya istri selalu yang menjadi motornya. Dalam sebuah ungkapan  dikatakan, “Wanita menginginkan suami, namun jika dia telah  mendapatkannya, maka dia menginginkan segalanya.” Memang tidak semua  wanita, karena ini hanya sebuah ungkapan dan tidak ada ungkapan yang  general. Namun dalam batas-batas tertentu ada sisi kebenarannya, karena  tidak jarang kita melihat beberapa orang suami yang banting tulang dan  peras keringat demi kejar setoran yang telah dipatok istrinya.

Maka alangkah bijaknya jika dalam menuntut dan mencanangkan target  memperhatikan realita dan kapasitas suami, jika sebuah harapan sudah  kadung digantung tinggi, lalu ia tidak terwujud, maka kecewanya akan
berat, bak orang jatuh dari tempat yang sangat tinggi, tentu sakitnya  lebih bukan?

Sebagian istri memaksa suami menelusuri jalan-jalan yang berduri dan  berkelok-kelok, di mana dia tidak menguasainya, jika suami mengangkat  tangan tanda tak mampu mewujudkan sebagian dari tuntutannya, maka istri  berteriak mengeluh. Hal ini, sesuai dengan tabiat kehidupan rumah tangga,  menyeret kehidupan rumah tangga kepada jalan buntu selanjutnya yang muncul  adalah perselisihan, jika ia menyentuh dasar kehidupan, maka bisa  berakibat keruntuhannya.

Seorang istri shalihah selalu mendahulukan akalnya, dia tidak membuat  lelah suaminya dengan tuntutan-tuntutan yang irasional, tidak membebaninya  di luar kemampuannya dan tidak memberatkan pundaknya dengan  permintaan-perminta an demi memenuhi keinginan-keinginan nya semata.

Salah satu contoh yang jarang ditemukan yang terjadi dalam sejarah tentang  keteladanan sebagian istri yang begitu memperhatikan keadaan suami tanpa  batas walaupun hal tersebut berarti mengorbankan kemaslahatannya sendiri  adalah apa yang diriwayatkan oleh kitab-kitab ath-Thabaqat tentang Fatimah  az-Zahra` pada saat dia dan suaminya Ali bin Abu Thalib mengalami  kesulitan hidup yang membuatnya bermalam selama tiga malam dalam keadaan  lapar, pada saat Ali melihatnya pucat, dia bertanya, “Ada apa denganmu  wahai Fatimah?” Dia menjawab, “Telah tiga malam ini kami tidak memiliki  apa pun di rumah.” Ali berkata, “Mengapa kamu diam saja?” Fatimah  menjawab, “Pada malam pernikahan bapakku berkata kepadaku, ‘Hai Fatimah,  kalau Ali pulang membawa sesuatu maka makanlah, kalau tidak maka jangan  memintanya.” 

Istri Harus Bermental kaya 

Mental kaya, dalam agama dikenal dengan istilah qana’ah, rela dengan apa  yang Allah Subhanahu waTa’ala bagi sehingga tidak menengok dan berharap  apa yang ada di tangan orang lain.

Kaya bukan kaya dengan harta benda, namun kaya adalah kaya hati, artinya  hati merasa cukup. Sebanyak apa pun harta seseorang, kalau belum merasa  cukup, maka dia adalah fakir. Kata fakir dalam bahasa Arab berarti  memerlukan, jadi kalau seseorang masih memerlukan [baca: berharap dan  menggantungkan diri] kepada apa yang dimiliki oleh orang lain tanpa  berusaha, maka dia adalah fakir alias miskin.

Kebahagiaan rumah tangga bergantung kepada perasan istri dalam skala lebih  besar daripada yang lain, jika istri tidak bermental kaya, maka dia akan  selalu merasa kekurangan, akibatnya dia akan mengeluh ke mana-mana dengan  kekurangannya. Kurang ini, kurang itu, kurang anu dan seterusnya.  Mentalnya adalah mental sengsara, mental miskin, minim syukur,  memposisikan diri sebagai orang miskin sehingga seolah-olah dirinya patut  diberi zakat.

Padahal seorang wanita bisa saja memiliki segala keutamaan di kolong  langit ini, akan tetapi semua keutamaan ini tidak ada nilai dan harganya  jika yang bersangkutan mempunyai tabiat sengsara dan mental miskin. Kedua  tabiat ini bagi wanita menyebabkan kesengsaraan bagi suami dan kenestapaan  bagi rumah tangga.

Banyak wanita sejak zaman batu sampai hari ini merasa nyaman dengan tabiat  sengsara dan mental miskin ini. Dalam kehidupan sejarah, Nabiyullah  Ibrahim ’alaihissalam pernah menemukan dua orang wanita, yang pertama  bermental miskin dan yang kedua bermental kaya, keduanya pernah menjadi  istri bagi anaknya, Ismail. Dengan bahasa sindiran, Nabi Ibrahim  ’alaihissalam pernah meminta Ismail untuk berpisah dari istri pertamanya.  Ibrahim ’alaihissalam melihat istri pertama anaknya bukan istri yang  layak, karena dia bermental miskin. Ketika Ibrahim ’alaihissalam bertanya  kepadanya tentang kehidupannya dengan suaminya, yang Ibrahim ’alaihissalam  dengar dari mulutnya hanyalah keluh kesah. Sebaliknya istri kedua,  jawabannya kepada mertuanya mengisyaratkan bahwa dia adalah istri yang  pandai bersyukur dan bersikap qana’ah, maka Ibrahim ’alaihissalam meminta  Ismail untuk mempertahankannya.

Dalam kehidupan ini tidak sedikit kita menemukan istri model seperti ini.  Ditinjau secara sepintas dari keadaan rumahnya, rumah milik sendiri,  lengkap dengan perabotan elektronik yang modern, didukung kendaraan  keluaran terbaru, tapi dasar mentalnya mental miskin, maka yang  bersangakutan tetap mengeluh seolah-olah dia adalah orang termiskin di  dunia. Apakah hal ini merupakan kebenaran dari firman Allah Subhanahu  waTa’ala, yang artinya, “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh  kesah lagi kikir.” (QS. al-Ma’arij: 19). Tanpa ragu, memang.

Jika istri bermental kaya, maka keluarga akan merasa kaya dan cukup. Ini  menciptakan kebahagiaan. Jika istri bermental melarat, maka yang tercipta  di dalam rumah adalah iklim melarat dan ini menyengsarakan. (Oleh: Ust. Izzudin Karimi, Lc)

Semoga semua artikel dan eBook di blog kami bermanfaat untuk kita semua.Wallahu'alam bissowab
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh....[]