Selasa, 28 Juni 2011

ZAKAT EMAS


zakat-untuk-emas
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum, Ustadz. Saya mau bertanya masalah zakat emas. Saya mempunyai emas perhiasan, kurang-lebih 500 gram, kira-kira sudah 7 tahun. Selama ini, saya hanya menzakatkan sekali saja, karena waktu itu saya pernah tanya lewat ibu saya dan Ibu bertanya pada guru “ngaji” Ibu. Beliau berkata, emas perhiasan cukup sekali saja zakatnya, kecuali saya membeli lagi (bila melebihi 85 gram). Tapi, setelah saya sering membaca dan membuka-buka internet, ternyata zakat emas harus setiap tahun …. Bagaimana pendapat Ustadz? Saya sangat mengharapkan penjelasan secepatnya dari Ustadz karena sebentar lagi sudah mau bulan Ramadhan lagi, sehingga kalau memang perlu dizakati tahun ini saya bisa mengeluarkan zakatnya. Mohon penjelasannya, Ustadz.
Riny Andriani (riny**@***.com)

Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullah.
Zakat emas dan semua uang tabungan wajib dizakati jika memenuhi dua syarat:
1. Sudah mencapai nishab (minimal: 83 gram emas).
2. Haul. Artinya, emas tersebut telah disimpan selama setahun (perhitunganqamariyah).
Zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5% dari total emas yang disimpan.
Misalnya, untuk memudahkan perhitungan, kita anggap 1 gram emas = 300 ribu rupiah.
1. Ibu memiliki 500 gram emas di bulan Syawal 1430 H. Sampai Syawal 1431 H, emas itu masih utuh. Ibu harus mengeluarkan zakat = 2,5% x 500 gram = 12,5 gram. Ibu bisa mengeluarkan zakat dengan uang senilai = 12,5 gr x 300 ribu rupiah = Rp 3.750.000.
2. Berarti, pada Syawal 1431 H, emas Ibu masih berjumlah = 500 gram – 12,5 gram = 487,5 gram. Sampai tahun depan, emas ini utuh, sehingga pada Syawal 1432 H, Ibu harus mengeluarkan zakat = 2,5% x 487,5 gram emas = 12,1875 gram. Jika diuangkan, tinggal dikalikan 300 ribu. Demikian seterusnya, selama emas itu lebih dari 83 gram, emas itu wajib dizakati tiap tahun.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

SIAPAKAH MAHRAMMU ?


Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan. Lihat Ahkam An-Nazhar Ila Al-Muharramat hal.32.

Adapun ketentuan siapa yang mahram dan yang bukan mahram telah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 23 :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِيْ أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَآئِبِكُمُ اللاَّتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِنْ نِسَآئِكُمُ اللاَّتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِمْ فَإِنْ لَمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللهَ كَانَ غَفُوْراً رَحِيْماً.
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak-anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuai yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An-Nisa`: 32)
Di dalam ayat ini disebutkan beberapa orang mahram yaitu:


Pertama : أُمَّهَاتُكُمْ (ibu-ibu kalian). Ibu dalam bahasa arab artinya setiap yang nasab lahirmu kembali kepadanya. Defenisi ini akan mencakup :
1.    Ibu yang melahirkanmu.
2.    Nenekmu dari ayah maupun dari Ibumu.
3.    Nenek ayahmu dari ayah maupun ibunya.
4.    Nenek ibumu dari ayah maupun ibunya.
5.    Nenek buyut ayahmu dari ayah maupun ibunya.
6.    Nenek buyut ibumu dari ayah maupun ibunya.
7.    dan seterusnya ke atas.


Kedua : وَبَنَاتُكُمْ (anak-anak perempuan kalian). Anak perempuan dalam bahasa arab artinya setiap perempuan yang nisbah kelahirannya kembali kepadamu. Defenisi ini akan mencakup :
1.    Anak perempuanmu.
2.    Anak perempuan dari anak perempuanmu (cucu).
3.    Anaknya cucu.
4.    dan seterusnya ke bawah.


Ketiga : وَأَخَوَاتُكُمْ (saudara-saudara perempuan kalian). Saudara perempuan ini meliputi :
1.    Saudara perempuan seayah dan seibu.
2.    Saudara perempuan seayah saja.
3.    dan saudara perempuan seibu saja.


Keempat : وَعَمَّاتُكُمْ (saudara-saudara perempuan ayah kalian). Masuk dalam kategori saudara perempuan ayah :
1.    Saudara perempuan ayah dari satu ayah dan ibu.
2.    Saudara perempuan ayah dari satu ayah saja.
3.    Saudara perempuan ayah dari satu ibu saja.
4.    Masuk juga di dalamnya saudara-saudara perempuan kakek dari ayah maupun ibumu.
5.    dan seterusnya ke atas.


Kelima : وَخَالاَتُكُمْ (saudara-saudara perempuan ibu kalian). Yang masuk dalam saudara perempuan ibu sama seperti yang masuk dalam saudara perempuan ayah yaitu :
1.    Saudara perempuan ibu dari satu ayah dan ibu.
2.    Saudara perempuan ibu dari satu ayah saja.
3.    Saudara perempuan ibu dari satu ibu saja.
4.Saudara-saudara perempuan nenek dari ayah maupun ibumu.
5. dan seterusnya ke atas.


Keenam : وَبَنَاتُ الْأَخِ (anak-anak perempuan dari saudara laki-laki). Anak perempuan dari saudara laki-laki mencakup :
1.    Anak perempuan dari saudara laki-laki satu ayah dan satu ibu.
2.    Anak perempuan dari saudara laki-laki satu ayah saja.
3.    Anak perempuan dari saudara laki-laki satu ibu saja.
4.    Anak-anak perempuan dari anak perempuannya saudara laki-laki.
5.    Cucu perempuan dari anak perempuannya saudara laki-laki.
6.    dan seterusnya ke bawah.


Ketujuh : وَبَنَاتُ الْأُخْتِ (anak-anak perempuan dari saudara perempuan). Ini sama dengan anak perempuan saudara laki-laki, yaitu meliputi :
1.    Anak perempuan dari saudara perempuan satu ayah dan ibu.
2.    Anak perempuan dari saudara perempuan satu ayah saja.
3.    Anak perempuan dari saudara perempuan satu ibu saja.
4.    Anak-anak perempuan dari anak perempuannya saudara perempuan,.
5.    Cucu perempuan dari anak perempuannya saudara perempuan.
6.    dan seterusnya ke bawah.


Catatan penting:
Tujuh yang tersebut di atas adalah mahram karena nasab. Sehingga kita bisa mengetahui bahwa ada empat orang yang bukan mahram walaupun ada hubungan nasab, mereka itu adalah :
1.    Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ayah (sepupu).
2.    Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibu (sepupu).
3.    Anak-anak perempuan dari saudara perempuan ayah (sepupu).
4.    Anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibu (sepupu).
Mereka ini bukanlah mahram dan boleh dinikahi.

Kedelapan :  وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِيْ أَرْضَعْنَكُمْ(ibu-ibu yang menyusui kalian). Yang termasuk ibu susuan adalah :
1.    Ibu susuan itu sendiri.
2.    Ibunya ibu susuan.
3.    Neneknya ibu susuan.
4.    dan seterusnya keatas.


*Catatan penting:
Kita melihat bahwa dalam ayat ini Ibu susuan dinyatakan sebagai mahram, sementara menurut ulama pemilik susu adalah suaminya karena sang suamilah yang menjadi sebab isterinya melahirkan sehingga mempunyai air susu. Maka disebutkannya ibu susuan sebagai mahram dalam ayat ini adalah merupakan peringatan bahwa sang suami adalah sebagai ayah bagi anak yang menyusu kepada isterinya. Dengan demikian anak-anak ayah dan ibu susuannya baik yang laki-laki maupun yang perempuan dianggap sebagai saudaranya (sesusuan), dan demikian pula halnya dengaan saudara-saudara dari ayah dan ibu susuannya baik yang laki-laki maupun yang perempuan dianggap sebagai paman dan bibinya. Karena itulah Nabi menetapkan di dalam hadits beliau yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary dan Imam Muslim dari hadits ‘Aisyah dan Ibnu ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- :
إِنَّهُ يُحْرَمُ مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يُحْرَمُ مِنَ النَّسَبِ
“Sesungguhnya menjadi mahram dari susuan apa-apa yang menjadi mahrom dari nasab”.

Kesembilan :   وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ (dan saudara-saudara perempuan kalian dari susuan). Yang termasuk dalam kategori saudara perempuan sesusuan adalah:

1.    Perempuan yang kamu disusui oleh ibunya ( ibu kandung maupun ibu tiri).
2.    Atau perempuan itu menyusu kepada ibumu.
3.    Atau kamu dan perempuan itu sama-sama menyusu pada seorang perempuan yang bukan ibu kalian berdua.
4.    Atau perempuan yang menyusu kepada istri yang lain dari suami ibu susuanmu.


Kesepuluh :  وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ (dan ibu isteri-isteri kalian) ibu isteri mencakup ibu dalam nasab dan seterusnya keatas dan ibu susuan dan seterusnya keatas . Mereka ini menjadi mahram bila/dengan terjadinya akad nikah antara kalian dengan anak perempuan mereka, walaupun belum bercampur.

Tidak ada perbedaan antara ibu dari nasab dan ibu susuan dalam kedudukan mereka sebagai mahram. Demikian pendapat jumhur ulama seperti Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Umar, Jabir dan Imran bin Husain dan juga pendapat kebanyakan para tabi’in dan pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan Ashhab Ar-ro’y yang mana mereka berdalilkan dengan ayat ini, oleh  karena itu kita tidak bisa menerima perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang menyatakan bolehnya seorang lelaki menikah dengan ibu susuan isterinya dan saudara sesusuan  istrinya.  Wallahu A’lam.


Kesebelas : وَرَبَآئِبِكُمُ اللاَّتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِنْ نِسَآئِكُمُ اللاَّتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِمْ فَإِنْ لَمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ (anak-anak istrimu (Ar-Raba`ib) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya)
Ayat ini menunjukkan bahwa Ar-Raba`ib adalah mahram. Dan menurut bahasa arab Ar-Raba`ib ini mencakup :

1.    Anak-anak perempuan istrimu.
2.    Anak-anak perempuan dari anak-anak istrimu ( cucu perempuannya istri).
3.    Cucu perempuan dari anak-anak istrimu.
4.    dan seterusnya ke bawah.


Tapi Ar-Raba`ib ini dalam ayat ini menjadi mahram dengan syarat apabila ibunya telah digauli adapun kalau ibunya diceraikan atau meninggal sebelum digauli oleh suaminya maka Ar-Raba‘ib ini bukan mahram suami ibunya bahkan suami ibunya itu bisa menikahi dengannya. Dan ini merupakan pendapat Jumhur Ulama seperti Imam Malik, Ats-Tsaury,

Al-Auza’y, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan lain-lainnya. Hal ini berdasarkan dzhohir ayat diayat :
من نسآئكم اللاتي دخلتم بهم فإن لم تكونوا دخلتم بهن فلا جناح عليكم
“Dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya.”

Adapun yang tersebut di ayat (Ar-Raba`ib yang dalam pemeliharaanmu) kata “dalam pemeliharaanmu” dalam ayat ini bukanlah sebagai syarat untuk dianggapnya Ar-Raba`ib itu sebagai mahram. Semua Ar-Rabaib baik yang dalam pemeliharaan maupun yang diluar pemeliharaan adalah mahram menurut pendapat jumhur ulama. Jadi kata “dalam pemeliharaanmu” hanya menunjukkan bahwa kebanyakan Ar-Raba`ib itu dalam pemeliharaan atau hanya menunjukkan dekatnya Ar-Raba`ib tersebut dengan ayahnya. Dengan demikian nampaklah hikmah kenapa Ar-Raba`ib menjadi mahram. Wallahu A’lam.


Keduabelas : وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ (istri-istri anak-anak kandungmu (menantu).
Ini meliputi :
1.    Istri dari anak kalian.
2.    Istri dari cucu kalian.
3.    Istri dari anaknya cucu.
4.    dan seterusnya kebawah baik dari nasab maupun sesusuan.
Mereka semua menjadi mahram setelah akad nikah dan tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama dalam hal ini.


Lihat pembahasan di atas dalam:
Al-Mughny 9/513-518, Al-Ifshoh 8/106-110, Al-Inshof 8/113-116, Majmu’ Al-Fatawa 32/62-67, Al-Jami’ Lil Ikhtiyarat Al-Fiqhiyyah 2/589-592, Zadul Ma’ad 5/119-124, Taudhil Al-Ahkam 4/394-395, Tafsir Al-Qurthuby 5/105-119, Taisir Al-Karim Ar-Rahman.


Peringatan:
Demikian mahrom dalam surah An Nisa. Tapi perlu diingat, pembicaraan dalam ayat ini walaupun ditujukan langsung kepada laki-laki dan menjelaskan rincian siapa yang merupakan mahrom bagi mereka, ini tidaklah menunjukkan bahwa di dalam ayat ini tidak dijelaskan tentang siapa mahrom bagi perempuan. Karena Mafhum Mukhalafah (pemahaman kebalikan) dari ayat ini menjelaskan hal tersebut.
Misalnya disebutkan dalam ayat : “Diharamkan atas kalian ibu-ibu kalian”, maka mafhum mukhalafahnya adalah : “Wahai para ibu, diharamkan atas kalian menikah dengan anak-anak kalian.”
Misal lain, disebutkan dalam ayat : “Dan anak-anak perempuan kalian.” Maka mafhum mukhalafahnya adalah : “Wahai anak-anak perempuan diharamkan atas kalian menikah dengan ayah-ayah kalian.” Dan demikian seterusnya.
Sebagai pelengkap dari pembahasan ini, kami sebutkan ayat dalam surah An Nuur ayat 31 :
وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُوْلَتِهِنَّ أَوْ آبآئِهِنَّ أَوْ آبآءِ بُعُوْلَتِهِنَّ أو أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُوْلَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِيْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِيْ أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ أَوِ التَّابِعِيْنَ غَيْرَ أُوْلِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرَّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ اللَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ
“Janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki mereka yang tidak mempunyai keinginan (kepada wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang ‘aurat.”
  Demikianlah, mudah-mudahan jawaban ini bermanfaat. Wa akhiru da’wana wal hamdu lillahi Rabbil ‘alamin.
[Dikutip dari risalah ilmiah An-Nasihah edisi 1 rubrik An-Nisa`]


HUKUM PATUNGAN “QURBAN DI SEKOLAH” : Apakah cukup menyembelih seekor kambing qurban untuk satu orang dan keluarganya (walaupun mereka banyak jumlahnya) ?

Ketentuan Hewan Qurban

Penulis : Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Afifuddin

a. Kambing domba atau jawa
Tidak ada khilaf di kalangan ulama, bahwa seekor kambing cukup untuk satu orang. Demikian yang dinyatakan oleh Ibnu Qudamah rahimahullahu dalam Syarhul Kabir (5/168-169).
Seekor kambing juga mencukupi untuk satu orang dan keluarganya, walaupun mereka banyak jumlahnya. Ini menurut pendapat yang rajih, dengan dalil hadits Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِهِ
“Dahulu di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seseorang menyembelih qurban seekor kambing untuknya dan keluarganya.” (HR. At-Tirmidzi no. 1510, Ibnu Majah no. 3147. At-Tirmidzi rahimahullahu berkata: “Hadits ini hasan shahih.”)
Juga datang hadits yang semakna dari sahabat Abu Sarihah radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan oleh Ibnu Majah rahimahullahu (no. 3148). Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu dalam Shahihul Musnad (2/295) berkata: “Hadits ini shahih sesuai syarat Syaikhain.”
b. Unta
Menurut jumhur ulama, diperbolehkan 7 orang atau 7 orang beserta keluarganya berserikat pada seekor unta atau sapi. Dalilnya adalah hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
نَحَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْحُدَيْبِيَّةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
“Kami pernah menyembelih bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu Hudaibiyyah seekor unta untuk 7 orang dan seekor sapi untuk 7 orang.” (HR. Muslim no. 1318, Abu Dawud no. 2809, At-Tirmidzi no. 1507)
Demikianlah ketentuan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang masyhur di kalangan kaum muslimin, dahulu maupun sekarang.
Atas dasar itu, maka apa yang sedang marak di kalangan kaum muslimin masa kini yang mereka istilahkan dengan ‘qurban sekolah’ atau ‘qurban lembaga/yayasan’1 adalah amalan yang salah dan qurban mereka tidak sah. Karena tidak sesuai dengan bimbingan As-Sunnah yang telah dipaparkan di atas. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan tanpa contoh dari kami maka dia tertolak.” (HR. Muslim no. 1718 dari Aisyah radhiyallahu ‘anha)
Al-Imam Asy-Syinqithi rahimahullahu dalam tafsirnya Adhwa`ul Bayan (3/484) menegaskan: “Para ulama sepakat2, tidak diperbolehkan adanya dua orang yang berserikat pada seekor kambing.”
Penulis juga pernah bertanya secara langsung via telepon kepada Syaikhuna Abdurrahman Al-‘Adni hafizhahullah, terkhusus masalah ini. Jawaban beliau seperti apa yang telah diuraikan di atas, qurban tersebut tidak sah dan dinilai sebagai shadaqah biasa. Walhamdulillah.
—————————————————
1 Qurban sekolah atau yayasan yang dimaksud adalah masing-masing murid/santri atau anggota sebuah lembaga/yayasan diminta untuk menyerahkan uang sejumlah Rp. 10.000,- misalnya. Dari uang yang terkumpul tersebut diberikan beberapa ekor kambing atau sapi sebagai hewan qurban.
2 Kesepakatan ini juga dinukil oleh Ibnu Khawwaz Bindad sebagaimana yang dicantumkan oleh Ibnu Abdil Barr rahimahullahu dalam kitabnya At-Tamhid (10/307-308, cetakan terbaru, dengan tartib bab fiqih). Dan pada halaman 315 beliau sendiri yang menukilkan kesepakatan tersebut.

Seri Tutorial Himajah :

5 LANGKAH BEKAM (HIJAMAH) YANG EFEKTIF

Oleh : dr.Abu Hana

cuppingBismillah,
Seseorang yang akan membekam pasien harus mempersiapkan dirinya sendiri agar jangan sampai terjadi “malpraktek bekam” yang disebabkan oleh “human error” dikarenakan kelalaian dan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan seluk beluk bekam itu sendiri. Adapun bentuk persiapannya adalah sebagai berikut :
  1. Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Subhaanahu wata’ala dengan senantiasa mengikuti majelis ilmu, mempelajari aqidah dan tauhid, akhlak, adab, fiqih serta ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk dirinya. Mengikhlaskan keyakinan bahwa kesembuhan hanyalah milik Allah Subhaanahu wata’ala.
  2. Mempelajari cara mendiagnosis penyakit dan patofisiologisnya (penyebab, mekanisme, kemungkinan terapi, dan efek yang mungkin akan timbul akibat penyakit tersebut) serta mempelajari prosedur sterilisasi peralatan yang akan digunakan.
  3. Mempelajari ilmu bekam (hijamah) secara professional.
  4. Menjaga kesehatan, berwudhu dan berdo’a jika akan membekam.
  5. Mempersiapkan peralatan dan sarana yang diperlukan untuk bekam.
Untuk memperoleh hasil bekam yang maksimal maka diperlukan langkah-langkah sistematis agar  bi idznillah didapatkan kesembuhan yang lebih baik:

Langkah pertama : Mendata Pasien dan Melakukan Anamnesis (Wawancara)

Catatan data pasien sangatlah penting untuk merekam identitas, diagnosis penyakit, terapi yang sudah diberikan serta mengetahui perkembangan penyakitnya. Data yang perlu dicatat antara lain adalah :
  1. Identitas pasien, meliputi : Nama lengkap, umur, jenis kelamin, alamat dan status perkawinan.
  2. Identitas keluarga, meliputi : kedudukan dalam keluarga, pekerjaan dan alamat tinggal. Beberapa penyakit berkaitan erat dengan pekerjaan/lokasi pemukiman.
Buatlah data pasien tersebut dalam suatu kertas khusus (status pasien) dan Register Pasien yang ditempatkan di rak agar memudahkan apabila pasien tersebut control atau melanjutkan terapi. Buatlah kartu dan nomor registrasi pasien sehingga dapat tertata dengan baik.
Tujuan melakukan anamnesis (wawancara) adalah untuk mengetahui maksud pasien berobat, serta mendalami penyakit dan keluhan yang dialami. Anamnesis yang benar dan lengkap sudah dapat mendiagnosis penyakit sampai 80 %. Apa saja yang kita tanyakan ?
  1. Keluhan utama, yakni keluhan yang menyebabkan seseorang berobat untuk dibekam. Misalnya sakit kepala,
  2. Keluhan tambahan (keluhan penyerta), yakni keluhan lain yang mengiringi keluhan utama tersebut, seperti keluhan sakit kepala tersebut disertai kaku di leher, mata kabur dan sebagainya.
  3. Riwayat penyakit dahulu, yakni penyakit yang masih berkaitan dengan keluhan sekarang, seperti 2 tahun yang lalu pernah jatuh dan kepala terbentur, atau keluhan sakit kepala serupa disertai dengan hipertensi, dan lain-lain. Begitu juga riwayat alergi dan penyakit-penyakit yang diturunkan seperti diabetes juga ditanyakan.

Langkah kedua : Melakukan pemeriksaan dan menentukan Diagnosa penyakit

Pemeriksaan ini berguna untuk membuktikan apa yang dikeluhkan pasien tersebut sesuai dengan kelainan fisik yang ada. Adakalanya pasien mengeluhkan sesuatu tetapi tidak ditemukan kelainan fisik apapun dan begitu juga sebaliknya. Pemeriksaan fisik tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Pemeriksaan Umum, meliputi : tekanan darah, nadi, temperatur  tubuh, pernafasan, lidah iris (iridology), telapak tangan (palmistry) dan lain-lain. Yang terpenting adalah bisa mengetahui penyakitnya, boleh dengan cara diagnosis medis maupun secara tradisional atau gabungan keduanya.
  2. Inspeksi (Pengamatan), pendengaran dan penciuman dari organ yang dikeluhkan pasien. Perhatikan perubahan warna kulit, bentuk, tekstur atau perubahan lainnya yang kasat mata. Amati pula ekspresi wajah, bentuk dan sikap serta cara berjalan pasien.
  3. Palpasi (Perabaan, penekanan) atau perkusi (pengetukan) disekitar tubuh yang mengalami keluhan. Periksalah apakah terdapat benjolan keras/lunak, atau dengan penekanan apabila terasa sakit menunjukan penyakitnya termasuk hiper (kelebihan fungsi) dan jika dengan penekanan pasien merasa enak berarti penyakitnya termasuk hipo (kekurangan fungsi). Begitu juga dengan pengetukan pada organ apakah terjadi perubahan, seperti paru-paru yang seharusnya berbunyi sonor, pada kondisi tertentu berubah menjadi pekak karena terdapat tumor paru-paru. Terkadang kita perlu menggerakkan bagian tubuh yang sakit, apakah terdapat keterbatasan gerak pada tangan/kaki, kekakuan, nyeri ketika digerakkan dan lain-lain.
  4. Auskultasi, yakni pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop untuk mengetahui adanya kelainan pada rongga dada (jantung dan paru-paru) serta rongga perut (lambung, usus, dll).
  5. Jika diperlukan lakukanlah pemeriksaan penunjang, seperti laboratorium darah, urin dan tinja, rontgen (radiologi), EKG, CT-Scan, MRI dan sebagainya.
Setelah diketahui keluhannya melalui anamnesis dan telah dilakukan pemeriksaan maka dapat diambil kesimpulan mengenai penyakit yang dialami oleh pasien (diagnosa). Diagnosa penyakit ini sebagai modal dasar untuk menentukan langkah selanjutnya mengenai jenis terapi apa yang cocok dilakukan, titik bekam mana yang akan dipilih serta herbal penunjang apa yang memang diperlukan.

Langkah ketiga : Menentukan Titik Bekam

Dalam menentukan titik bekam terdapat beberapa versi (madzhab) ada yang berdasarkan lokasi keluhan, berdasarkan titik akupuntur dan ada yang mendasarkan pada anatomi dan patofisiologi organ yang bermasalah. Sampai sekarang belum ditemukan kata sepakat diantara beberapa madzhab tersebut, penulis sendiri bermadzhab pada titik bekam yang didasarkan pada anatomi dan patofisiologi organ yang bermasalah.
  1. Dalam memilih titik bekam ini, maka tidak perlu memakai banyak titik. Sebab titik bekam yang banyak belum tentu lebih baik dan efektif dibanduingkan dengan satu titik. Selain itu banyak titik akan menimbulkan rasa sakit yang lebih banyak. Kami menyarankan untuk membatasinya maksimal sampai 7 titik.
  2. Ada sekitar 12 titik utama yang disebutkan dalam hadits (disebut titik bekam nabi), selebihnya merupakan pengembangan dari itu. Diantaranya adalah Titik di kepala (Ummu Mughits, Qomahduwah, Yafukh, Hammah, dzuqn, udzun), Leher dan punggung (Kaahil, al-akhda’ain, alkatifain, naqroh,munkib), kaki (Wirk, Fakhd, Zhohrul qodam, iltiwa’) dan lain sebagainya. (Keterangan : penjelasan letak titik bekam dan fungsinya masing-masing InsyaAllah akan kami jelaskan pada edisi yang akan datang)
  3. Beberapa titik yang terlarang untuk dilakukan bekam adalah : (a). Pusat kelenjar limfa atau getah bening di leher samping bawah telinga kanan dan kiri (limfonodi servikalis), di ketiak kanan dan kiri (limfonodi axillaris), dan dilipatan selangkangan kanan dan kiri (limfonodi inguinalis), (b). Otak kecil bagian bawah (akhir tengkorak belakang bagian bawah), (c). leher depan di bagian tenggorokan. (d). ulu hati (e). lubang alami seperti pusar, dubur, putting payudara, telinga, dll (f). lutut belakang, depan dan samping (g).terlalu dekat dengan  mata (h). perut dan pinggang wanita hamil (i).tepat pada varises, tumor/kanker, dan bagian yang bengkak pada kasus gout/asam urat.


Langkah keempat : Mempersiapkan peralatan dan Pasien

1.    Mempersiapkan peralatan bekam dan ruangan
Yang paling utama adalah menyiapkan agar alat-alat yang digunakan bisa steril mengingat banyak penyakit yang dimungkinkan untuk menular melalui perantaraan alat bekam seperti pasien hepatitis dan HIV-AIDS.
  1. Alat yang digunakan adalah : kop/gelas bekam dan handpump (pompa), pisau bedah, bisturi, skapel, klem, kain duk, sarung tangan, masker wajah,mangkok/cawan, nampan, tempat sampah, meja, kursi dan bed periksa. Jika memungkinkan diusahakan memiliki tabung oksigen untuk mengantisipasi apabila terjadi pingsan/syok.
  2. Bahan yang digunakan adalah : kassa steril, iodine,desinfektan, larutan H2O2, minyak zaitun dan minyak habbatussauda’.
  3. Untuk mensterilkan alat-alat yang digunakan tersebut maka setelah dicuci dan dibersihkan lalu dimasukkan kedalam sterilisator. Yang umum digunakan adalah dengan teknologi pemanasan dan ozone.
  4. Pisau bedah, sarung tangan, masker wajah hanya boleh digunakan sekali pakai, setelah selesai satu pasien maka langsung dibuang.
  5. Ruangan harus bersih, cukup penerangan, cukup ventilasi dan aliran udara serta tidak pengap. Dilarang menggunakan kipas angin di ruangan pada saat dilakukan bekam. Jangan melakukan bekam di tempat terbuka, tempat yang berdebu atau persis dibawah blower AC.
  6. Tidak boleh menggunakan jarum, silet, gelas minum/bekas botol, tanduk, tissue dan kain lap untup melakukan bekam. Walaupun tampak bersih namun peralatan tersebut bukan merupakan peralatan standar medis untuk suatu tindakan bedah minor seperti bekam.
  7. Disarankan setiap pasien memiliki kop bekam sendiri. Bagi penderita HIV-AIDS (ODHA), hepatitis (sakit kuning), pecandu narkoba dan penyakit menular lainnyawajib memiliki peralatan bekam sendiri dan tidak boleh digunakan pasien lain walaupun sudah disterilkan.

2.    Mempersiapkan pasien
Pasien perlu dipersiapkan terlebih dahulu baik secara fisik maupun mental. Pasien perlu mendapatkan penjelasan mengenai dasar pengobatan bekam (hijamah) sebagai tehnik pengobatan yang dituntunkan Rosulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, cara membekam, manfaat, efek samping yang mungkin terjadi baik ketika sedang dibekam maupun setelahnya, kontraindikasi (pantangan) bekam, serta proses kesembuhan dan yang lainnya.

  1. Pasien diberikan support agar tidak gelisah dan takut  terutama bagi yang baru pertama kali dibekam. Berikanlah penjelasan bahwa bekam tidaklah sakit dan agar lebih tenang bimbinglah ia agar berdo’a memohon kekuatan dan kesembuhan hanya kepada Allah Subhaanahu wata’ala serta berwudhulah terlebih dahulu.
  2. Bagian tubuh yang akan dibekam sebaiknya ditutup dengan kain duk steril yang berlubang di bagian tengahnya sehingga bekam cukup dilakukan di daerah tersebut sedangkan bagian lainnya ditutup dengan kain agar pasien merasa nyaman dan tidak “risih”. Misalnya jika bekam dilakukan didaerah paha, maka bagian paha kebawah (kaki) hendaknya ditutup dengan selimut, jika dilakukan didaerah dada maka perut kebawah juga di tutup.
  3. Disiapkan minuman air putih, madu atau sari kurma untuk pasien, karena terkadang ketika sedang dibekam pasien merasa haus dan untuk mengantisipasi jika pasien merasa lemas.
  4. Bagi pasien yang baru pertama kali dibekam cukup dengan 1-2 titik bekam.
  5. Pasien wanita harus ditangani oleh ahli bekam wanita dan pasien laki-laki oleh laki-laki. Untuk menjaga aurat maka hindari membuka bagian tubuh yang tidak perlu.
  6. Posisi pasien dan ahli bekam harus nyaman agar pasien lebih rileks dan bagi yang membekam bisa lebih mudah dan optimal dalam mencapai titik-titik yang akan dibekam.
f.1. Posisi berbaring miring; untuk membekam  titik pada bagian samping kaki atau tungkai.
f.2. Posisi terlentang; untuk membekam titik pada daerah muka, leher, dada, perut dan tungkai depan.
f.3. Posisi telungkup; untuk membekam titik di tengkuk, punggung, pinggang dan tungkai bagian belakang.
f.4. Posisi duduk di kursi dengan kepala menengadah dan kepala bagian belakang bersandar pada sandaran kursi; untuk membekam wajah, kepala, dagu dan leher bagian depan.
f.5. Posisi duduk di kursi dan meletakkan kedua tangannya di meja sambil menopang dagu ; untuk membekam kepala dan wajah.
f.6. Posisi duduk di kursi dengan kedua lengan lurus kedepan dan diletakkan diatas meja ; untuk membekam daerah tangan dan lengan, tengkuk, leher samping, bahu, punggung dan pinggang.
f.7. Posisi duduk di kursi dengan kepala telungkup miring diatas meja; untuk membekam titik di samping kepala dan wajah serta leher bagian samping.
Sebenarnya kapan saja anda dibekam maka tidak menjadi masalah, akan tetapi untuk dan mengurangi efek samping maka disarankan anda makan 3-4 jam sebelum di bekam, karena jika perut anda kosong (puasa) terkadang menyebabkan pusing/lemas.
Sebaliknya apabila anda dalam kondisi perut penuh makanan atau hanya berselang 1 jam setelah makan kemudian anda dibekam maka beberapa pasien mengeluh mual atau muntah. Hindari berjima’ sebelum bekam, apalagi sesudahnya karena akan menguras banyak energi.

Langkah kelima : Melakukan Bekam

Berikut adalah tehnik bekam yang menggunakan metode sayatatan (syartoh) sebagaimana dalam hadits dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, Rosulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam  bersabda : “Kesembuhan itu ada dalam tiga hal; yaitu minum madu, syartoh(sayatan) alat bekam, dank ay. Namun aku melarang ummatku melakukan kay” (Riwayat Bukhari dalam Ath-Thibb No.5680 dan 5681 Bab III : Asy-Syifa’ fii Tsalaatsin).
  1. Mulai dengan do’a dan mensterilkan bagian tubuh yang akan dibekam dengan desinfektan (misalnya. Iodin)
  2. Dilanjutkan dengan penghisapan kulit menggunakan “kop/gelas” bekam, kekuatan penghisapan pada setiap pasien berbeda-beda. Lama penghisapan selama 5 menit, tindakan ini sekaligus berfungsi sebagai Anestesi (pembiusan) lokal. Diutamakan mendahulukan bagian tubuh sebelah kanan dan jangan melakukan penghisapan lebih dari 4 titik bekam sekaligus.
  3. Dengan menggunakan pisau bedah standar kemudian dilakukan syartoh /penyayatan (jumlah sayatan 5-15 untuk satu titik tergantung diameter kop yang dipakai, panjang sayatan 0,3-0,5 cm, tipis dan tidak boleh terlalu dalam, dilakukan sejajar dengan garis tubuh). Salahsatu tanda bahwa sayatannya baik adalah sesaat setelah disayat, kulit tidak mengeluarkan darah akan tetapi setelah disedot dengan alat maka darahnya baru keluar.
  4. Lakukan penghisapan kembali dan biarkan “darah kotor” mengalir di dalam kop selama 5 menit.
  5. Bersihkan dan buang darah yang tertampung dalam kop dan jika perlu bisa lakukan penghisapan ulang seperti tadi. Tidak boleh dilakukan pengulangan sayatan.
  6. Bersihkan bekas luka dan oleskan minyak habbatus sauda yang steril. Umumnya bekas bekam akan hilang setelah 2-5 hari.
  7. Ucapkan Alhamdulillah dan rasakan keajaiban “mukjizat” medis bekam.
Istirahatlah secukupnya setelah berbekam, lebih baik lagi tidur. Minumlah air putih, madu, sari kurma atau teh manis untuk mempercepat pemulihan. Jika ingin makan, usahakan lebih dari satu jam sesudahnya dan menghindari makan asam, pedas, mie dan minuman bersoda/berkarbonase. Hindari pula untuk melakukan jima’ setelah bekam.
Anda boleh bahkan dianjurkan mandi setelah 2 jam melakukan bekam. Sebaiknya menggunakan air hangat untuk mempercepat proses pemulihan. Hindari untuk menggosok bekas sayatan bekam dengan sabun secara berlebihan karena selain terasa perih juga akan memperlambat proses penyembuhan luka.
Umumnya bekas bekam akan hilang dalam waktu 3 hari sampai 1 minggu setelah bekam tergantung bentuk dan warna yang ditinggalkan. Untuk mempercepat hilangnya lebam bekas bekam maka cukup dikompres dengan air hangat.
Harapan kami bagi yang sedang belajar bekam ataupun sudah ahli  dalam bekam untuk tidak meninggalkan pengobatan medis secara “frontal” atau “membabuta babi” . Sangatlah indah apabila pengobatan bekam (hijamah) dapat bersinergi dengan pengobatan medis modern. (Dikumpulkan dari berbagai sumber oleh dr.Abu Hana)

Bandung, 23 Jumadul Ula 1430 H
Al Faqiir Ilallaahi Ta’ala,
dr. Abu Hana El-Firdan