Rabu, 23 November 2011

TAUBAT, TIDAK ADA KATA PUTUS ASA

Disusun oleh Abu Mushlih Al Jukjakarti

Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu dia berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Perbanyaklah mengingat-ingat Sang penghancur kenikmatan yaitu kematian." (HR. Tirmidzi dan Nasa'i serta disahihkan oleh Ibnu Hibban, Al-Hakim berkata : derajatnya sahih sesuai kriteria Muslim, Adz-Dzahabi sepakat dengan pernyataannya)

Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu pernah ditanya : Siapakah orang yang paling cerdas ? Beliau menjawab,"Yaitu orang yang paling banyak mengingat kematian serta paling baik dalam mempersiapkan diri demi menyambut masa sesudahnya. Mereka itulah orang-orang yang cerdas." (Taudhihul Ahkaam, II/18).


PERSIAPKAN DIRI UNTUK MENGHADAPI MAUT

Hendaknya setiap insan mempersiapkan dirinya untuk menyambut kematian. Salah satu langkah di antaranya adalah dengan senantiasa bertaubat dari segala macam kemaksiatan, mengembalikan hak kepada orang yang dizhalimi, bergegas dalam mengerjakan amal-amal
shalih sebelum kematian datang secara tiba-tiba (lihat Mulakhash Fiqhi, I/292)

Allah Ta’ala berfirman,”Dan bertaubatlah kalian semua orang-orang yang beriman semoga kalian mendapatkan keberuntungan.” (QS. An-Nuur : 31)

Syaikh As-Sa’di mengatakan,”Maka tidak ada jalan menuju keberuntungan melainkan dengan jalan taubat, yaitu kembali dari segala hal yang dibenci Allah, dalam urusan lahir maupun batin, menuju segala hal yang dicintai Allah, dalam urusan lahir maupun batin. Dan ini
juga menunjukkan bahwa setiap mukmin pasti membutuhkan taubat. Hal itu dikarenakan di sini Allah memanggil seluruh kaum yang beriman…” (Taisirul Karimir Rahman, hal. 567)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kalian berbuat dosa sehingga tumpukan dosa itu setinggi langit kemudian kalian benar-benar bertaubat, niscaya Allah akan menerima taubat kalian” (Shahih Ibnu Majah) Maka dimanakah orang-orang yang bertaubat
dan menyesali dosanya ? Dimanakah orang-orang yang kembali taat dan meras orang-orang yang mau ruku’ dan bersujud di hadapan-Nya?.


HAKEKAT TAUBAT

Hakekat taubat adalah meninggalkan segala yang dibenci Allah lahir maupun batin menuju segala hal yang dicintai-Nya lahir maupun batin. Asal makna taubat adalah kembali. Barangsiapa yang kembali insyaf setelah terjerumus dalam berbagai penyimpangan karena
merasa malu kepada Allah dan takut terhadap adzab-Nya maka dialah orang yang disebut sebagai taa’ib
(pelaku taubat)


1.HUKUM TAUBAT DAN DALIL-DALILNYA

Hukum taubat adalah fardhu ‘ain atas setiap muslim berdasarkan Al- Kitab, As-Sunnah dan Ijma’. Adapun dalil dari Al Kitab, ini didasarkan oleh firman Allah Ta’ala,

“Dan bertaubatlah kepada Allah wahai semua orang beriman, supaya kalian mendapatkan
keberuntungan” (QS. An Nuur : 31)

Begitu pula firman Allah Ta’ala, “Wahai orang-orang yang beriman bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya” (QS. At-Tahriim : 8)

Di dalam kedua ayat ini terdapat perintah yang sangat tegas untuk bertaubat kepada semua kaum beriman. Hal ini menunjukkan wajibnya melakukan taubat. Dan ia juga sekaligus menunjukkan bahwa taubat itu tidak khusus berlaku bagi para pelaku maksiat dan kesalahan saja; karena Allah Ta’ala memerintahkannya kepada seluruh kaum beriman.

Dalil lain yang juga menunjukkan atas kewajiban bertaubat ialah firman Allah Ta’ala, “Dan barangsiapa yang tidak bertaubat maka mereka itulah orang-orang yang berbuat zalim” (QS. Al-Hujuraat : 11).


Di dalam ayat ini Allah membagi hamba-hamba-Nya ke dalam dua kelompok orang : orang yang bertaubat dan orang yang zalim. Dan karena kezaliman itu diharamkan maka demikian pula sebaliknya; bertaubat menjadi sebuah kewajiban.

Adapun dalil dari As-Sunnah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk bertaubat. Beliau bersabda,“Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah. Karena sesungguhnya aku sendiri bertaubat kepada Allah dalam sehari 100 kali” (HR. Muslim)

Sedangkan dalil ijma’ ialah sebagaimana telah diutarakan oleh Ibnu Qudamah, “Telah terjadi ijma’ atas wajibnya bertaubat” (Mukhtashar Minhaajul Qaashidiin). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Setiap hamba harus bertaubat, Taubat itu merupakan kewajiban orang yang hidup terdahulu maupun belakangan” (Majmuu’ul Fataawa)

Al-Qurthubi mengatakan, “Dan tidak ada perselisihan diantara umat ini tentang wajibnya bertaubat, dan bahwasanya ia termasuk kewajiban setiap individu” (Al- Jaami’ li Ahkaamil Qur’an).


SYARAT-SYARAT DITERIMANYA TAUBAT

Ada beberapa buah persyaratan yang harus dipenuhi agar taubat itu bisa menjadi taubat yang sejati. Tidak sah taubat seseorang dan tidak akan diterima kecuali apabila syarat-syarat ini terpenuhi, yaitu :

Pertama :
BERAGAMA ISLAM

Taubat tidak sah apabila dilakukan oleh orang yang masih berstatus kafir. Karena kekafirannya adalah bukti yang menunjukkan kedustaan pengakuan taubatnya. Cara bertaubat orang kafir ialah dengan cara masuk
agama Islam terlebih dahulu.

Allah Ta’ala berfirman,“Dan taubat bukanlah bagi orang yang melakukan kejahatan sehingga ketika sudah tiba kematian kepada mereka dia mengatakan, “Aku akan bertaubat sekarang” dan bukan juga bagi orang yang meninggal dalam keadaan kafir. Mereka itulah orang orang yang kami siapkan siksa yang sangat pedih” (QS.An-Nisaa’ : 18)

Kedua :
IKHLAS KARENA ALLAH

Allah Ta’ala tidak menerima amal kecuali yang ikhlas untuk-Nya saja bukan yang diperuntukkan bagi selain- Nya. Terkadang ada orang yang meninggalkan maksiat karena dia memang tidak punya kesempatan untuk
melakukannya. Seperti contohnya orang yang tidak memiliki uang untuk membeli khamr kemudian dia
mengaku bertaubat dan tidak meminumnya lagi. Akan tetapi sebenarnya di dalam lubuk hatinya masih terdapat keinginan kuat apabila suatu saat dia sudah punya uang niscaya dia akan membeli dan meneguknya kembali. Maka orang seperti ini taubatnya tidak diterima dan
tidak sah karena dia melakukannya tidak ikhlas karena Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman,“Maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan amal untuk-Nya. Ingatlah, agama yang murni hanya untuk Allah” (QS. Az-Zumar : 2,3)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya amal-amal itu tergantung pada niatnya dan bagi setiap orang balasan berdasarkan apa yang diniatkannya” (Muttafaq ‘alaih)

Salah satu do’a yang dipanjatkan oleh Al-Faruq ‘Umar bin Al-Khaththaab adalah, “Ya Allah, jadikanlah seluruh amalku shalih. Jadikanlah amal itu untuk mengharap wajah-Mu saja dan jangan jadikan sedikitpun amal itu untuk selain-Mu, siapa pun dia”.
.
Ketiga :
MENINGGALKAN KEMAKSIATAN

Tidaklah tergambarkan taubat bisa terwujud sementara pelakunya masih terus melakukan dosa kemaksiatannya ketika dia bertaubat. Adapun apabila ternyata dia masih mengulangi dosanya sesudah bertaubat sedangkan syarat-syarat taubat sudah benar benarterpenuhi; termasuk di antara syaratnya adalah dengan meninggalkan perbuatan maksiat tersebut maka taubatnya yang dahulu tidak menjadi batal. Akan tetapi dia harus bertaubat lagi, dan demikianlah seterusnya. Imam Nawawi mengatakan, “Apabila seseorang sudah bertaubat dengan benar dengan memenuhi syarat- syaratnya kemudian dia mengulanginya maka hal itu ditulis sebagai dosanya yang kedua dan taubatnya (terdahulu) tidak menjadi batal” (Syarh Shahih Muslim) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Apabila
seseorang bertaubat dengan benar niscaya dosadosanya diampuni. Dan apabila dia mengulangi dosa maka wajib baginya untuk bertaubat lagi. Apabila dia sudah bertaubat maka Allah juga akan menerima taubatnya itu” (Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam)

Keempat :
MENGAKUI DOSA

Sesuatu yang sangat sulit untuk digambarkan ada seseorang yang bertaubat dari suatu dosa sementara dia sendiri tidak menganggap perbuatannya termasuk perbuatan dosa. Hal ini sebagaimana keadaan yang menimpa ahlul bid'ah yang menciptakan bid’ah di dalam
ajaran agama Allah ‘azza wa jalla padahal ajaran itu bukan berasal dari ajarannya. Hal itu dikarenakan dia tidak menilai perbuatan bid’ahnya itu sebagai dosa. Bahkan dia menyangka dengan cara itulah dia bisa mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.

Di dalam kisah hadits Ifk (kabar bohong yang mengisukan 'Aisyah bertindak serong dengan lelaki lain) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Amma ba’du, wahai ‘Aisyah. Sesungguhnya telah sampai berita kepadaku
bahwa engkau begini dan begitu. Apabila engkau terlepas dari tuduhan itu maka Allah pasti akan membebaskan dirimu darinya.

Dan apabila engkau benar berbuat dosa maka mintalah ampunan kepada Allah dan bertaubatlah kepada-Nya. Karena sesungguhnya apabila seorang hamba mengakui dosa kemudian bertaubat maka Allah pasti akan menerima taubatnya” (Muttafaq ‘alaih) Dengan demikian apabila dilihat dari sisi ini maka kemaksiatan lebih ringan bahayanya dibandingkan dengan bid’ah. Karena perbuatan maksiat secara umum bisa diharapkan taubatnya. Sedangkan perbuatan bid’ah secara umum pelakunya sulit sekali diharapkan untuk
bisa bertaubat..


Kelima :
MENYESALI DOSA-DOSA YANG TELAH DIPERBUAT

Tidak pernah tergambar adanya taubat kecuali dari orang yang merasa menyesal, takut dan khawatir akan nasib dirinya akibat dosa yang dilakukannya. Oleh sebab itu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Hakikat taubat adalah penyesalan.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah,dishahihkan Al-Albani)

Keenam :
MENGEMBALIKAN HAK KEPADA ORANG YANG DIZHALIMI

Ini apabila maksiat itu berkaitan dengan hak anak Adam. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa yang memiliki tanggungan terhadap orang yang dizhalimi baik berupa kehormatan atau apapun maka hendaklah dia meminta penghalalan kepadanya pada suatu hari sebelum nanti datangnya suatu hari dimana tidak berharga lagi dinar dan dirham. Ketika itu apabila dia mempunyai amal shalih maka akan diambil darinya semisal kezhaliman yang dilakukannya. Apabila dia tidak memiliki amal kebaikan maka dosa-dosa sahabatnya itu akan dipikulkan kepada dirinya” (HR. Bukhari)

Ketujuh :
BERTAUBAT SEBELUM NYAWA SAMPAI DI TENGGOROKAN

Nyawa sampai di tenggorokan adalah tanda datangnya kematian yaitu ketika ruh sudah mencapai tenggorokan. Maka taubat itu harus dilakukan sebelum terjadinya kematian. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah Yang Maha Suci, “Dan bukanlah taubat itu diperuntukkan bagi orang-orang yang melakukan kejahatan di saat kematian datang menghampiri mereka barulah dia mengatakan, “Aku bertaubat sekarang” Dan taubat juga bukan untuk orang-orang yang mati dalam keadaan kafir. Mereka itulah orang-orang yang sudah Kami siapkan siksa pedih untuk mereka”.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah 'Azza wa jalla tetap akan menerima taubat seorang hamba selama nyawa belum sampai ditenggorokan” (HR. Tirmidzi, Ahmad dan dishahihkan An-Nawawi)

Saudaraku yang kucintai, Manfaatkan masa Mudamu sebelum kematian menghampiri dan pikun kau alami Segeralah bertaubat sebelum hilang kesempatan dan tersisa penyesalan Ingatlah, perbuatanmu akan dibalas Dekatkan dirimu kepada Allah dan waspadalah dari ketergelinciran.


Kedelapan :
SEBELUM TERBITNYA MATAHARI DARI ARAH BARAT

Karena apabila matahari sudah terbit dari arah barat maka seluruh manusia akan meyakini dekatnya hari kiamat Padahal di saat itu taubat dan keimanan sudah tidak bermanfaat lagi. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menjadikan sebuah pintu di sebelah barat yang lebarnya sejauh perjalanan 70 tahun untuk menerima taubat. Pintu itu tidak akan tertutup kecuali jika matahari terbit dari arah sana. Itulah makna dari firman Allah ‘azza wa jalla, “Pada hari
datangnya sebagian ayat Tuhanmu. Ketika itu keimanan seseorang sudah tidak lagi berguna yaitu bagi orang yang sebelumnya belum beriman, atau belum pernah berbuat baik tatkala beriman” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,“Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya di waktu malam untuk menerima taubatnya orang yang berbuat dosa di siang hari dan Allah membentangkan tangan-Nya di siang hari untuk menerima tauabt orang yang berbuat dosa di malam hari, hal itu terus menerus terjadi sampai matahari terbit dari arah barat” (HR. Muslim).


TAUBAT NASUHA

Allah Ta'ala berfirman,“Hai orang-orang yang beriman,bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa(taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang bersama Dia; sedang cahaya mereka memancar dihadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan:

"Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. At-Tahriim : 8)

Ibnu Jarir berkata seraya membawakan sanadnya sampai Nu’man bin Basyir, beliau (Nu’man) pernah mendengar ‘Umar bin Khaththab berkata (membaca ayat), “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuhaa (taubat yang semurni murninya).”

Beliau (Umar) berkata : (yaitu orang) yang berbuat dosa kemudian tidak mengulanginya. Ats-Tsauri mengatakan, dari Samak dari Nu’man dari ‘Umar, beliau pernah berkata : 'Taubat yang murni adalah (seseorang) bertaubat dari dosanya kemudian dia tidak mengulanginya dan tidak menyimpan keinginan untuk mengulanginya'. Abul Ahwash dan yang lainnya mengatakan, dari Samak dari Nu’man : bahwa Umar pernah ditanya tentang (makna) taubat nasuha, maka beliau menjawab : 'Seseorang bertaubat dari perbuatan buruknya kemudian tidak mengulanginya lagi untuk selama-lamanya.” (lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim,
VI/134). Wallahul musta’aan.

Catatan Kaki:
1 Sebagian pembahasan dalam makalah ini diambil dari kutaib Ayyuhal muqashshir mata tatuubu terbitan Darul Wathan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar