Senin, 28 November 2011

AMALAN SUNNAH DAN BID'AH DI DALAM BULAN MUHAROM



oleh Sukpandiar Idris Advokat As-salafy pada 28 November 2011 jam 0:33

Perkara Yang menyelisihi as-Sunnah
Adapun amalan-amalan yang menyelisihi as-Sunnah dan banyak dilakukan oleh kaum Muslimin dalam rangka menghormati dan memuliayakan bulan Muharram sangatlah banyak dan beragam. Dan berikut akan kami sebutkan dengan maksud kita dapat berhati-hati sehingga tidak terjerumus kepada amalan ibadah yang sia-sia dikarenakan tidak didasarkan kepada dalil yang kuat dan contoh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabat beliau.

A. ‘Asyura Menurut Syi’ah
Tanggal 10 Muharram 61 H, adalah hari terbunuhnya Abu Abdillah al-Husain bin Ali di padang Karbala.
Syi’ah menjadikan hari ‘Asyura sebagai hari berkabung, duka cita, dan menyiksa diri sebagai ungkapan kesedihan dan penyesalan. Pada hari itu mereka memperingati kematian al-Husen dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela seperti berkumpul, menangis, meratapi al-Husen secara histeris, membentuk kelompok-kelompok untuk pawai berkeliling di jalan-jalan dan di pasar-pasar sambil memukuli badan mereka dengan rantai besi, melukai kepala dengan pedang, mengikat tangan dan lain sebagainya. (at-Tasyayyu’ wasy Syi’ah, Ahmad al-Kisrawiy asy-Syi’iy, hal. 141. Tahqiq Dr. Nasyir al-Qifariy)

B. ‘Asyura Menurut Mayorlitas Kaum Muslimin.

Sebagai tandingan dari apa yang dilakukan oleh orang Syi’ah di atas, kebanyakan kaum Muslimin menjadikan hari ‘Asyura sebagai hari raya, pesta dan serba ria.
Dan di antara amalan-amalan yang menyelisihi sunnah yang dilakukan oleh mereka adalah:
  • Shalat dan dzikir-dzikir khusus, yang disebut dengan shalat ‘Asyura.Mereka beralasan dengan hadits palsu, seperti yang disebutkan oleh as-Suyuthi di dalam al-La’ali al-Mashnu’ah. (as-Sunan wal Mubtada’at, hal. 134)
  • Mandi Janabah, bercelak, memakai minyak rambut dan mewarnai kuku dan menyemir rambut. Dan yang demikian jika si pelaku meyakini adanya keutamaan atau keistimewaan dilakukan pada hari tersebut.Mereka beralasan dengan hadits palsu, “Barangsiapa yang memakai celak pada hari ‘Asyura, maka ia tidak akan mengalami sakit mata pada tahun itu. Dan barangsiapa mandi pada hari ‘Asyura, ia tidak akan sakit selama tahun itu.” (Hadits ini palsu menurut as-Sakhawi, Mula Ali Qari dan al-Hakim, lihat al-Ibda’, hal. 150-151)
  • Membuat makanan khusus/istimewa, seperti membuat bubur syura yang terdapat di Sumatera Barat.
  • Do’a awal dan akhir tahun yang di baca pada malam akhir tahun. Mereka beranggapan dan berkeyakinan bahwa siapa yang membaca do’a ‘Asyura tidak akan meninggal pada tahun tersebut. (as-Sunan wal Mubtada’at, Muhammad asy-Syukairi, hal. 134)
  • Menentukan berinfaq dan memberi makan orang-orang miskin. Dan yang demikian jika si pelaku meyakini adanya keutamaan atau keistimewaan dilakukan pada hari tersebut.
  • Memberikan uang belanja yang lebih kepada keluarga. Dan yang demikian jika si pelaku meyakini adanya keutamaan atau keistimewaan dilakukan pada hari tersebut.Mereka beralasan dengan hadits lemah, “Barangsiapa yang meluaskan (nafkah) kepada keluarganya pada hari ‘Asyura, maka Allah akan melapangkan (rizkinya) selama setahun itu.” (HR. ath-Thabrani, al-Baihaqi dan Ibnu Abdil Bar)
  • Setelah mandi janabat berziarah ke makam orang alim, menengok orang sakit, memotong kuku, membaca al-Fatihah seribu kali. Karena perbuatan tersebut di atas diperintahkan oleh syari’at setiap saat, dan adapun mengususkannya pada hari 10 Muharram tidak berdasar sama sekali.

C. ‘Asyura Menurut Tradisi dan Kultur Kejawen

Bulan Suro menurut istilah mereka, banyak diwarnai orang Jawa dengan berbagai mitos dan khurafat, antara lain: Keyakinan bahwa bulan Suro adalah bulan keramat yang tidak boleh di buat main-main dan bersenang-senang seperti hajatan pernikahan, dan jenis hajatan yang lainnya.

Ternyata kalau kita renungkan dengan cermat apa yang dilakukan oleh mereka di dalam bulan Suro adalah merupakan akulturasi Syi’ah animesme, dinamisme dan Arab Jahiliyah. Dulu, orang Quraisy Jahiliyah pada setiap ‘Asyura selalu mengganti Kiswah Ka’bah (kain pembungkus Ka’bah)(Lihat, Fath al-Baari, 4/246). Kini orang Jawa mengganti kelambu makam Sunan Kudus pada bulan Suro juga.

Walhasil, pada dasarnya di dalam Islam, ‘Asyura tidak di isi dengan kesedihan dan penyiksaan diri, tidak di isi dengan pesta dan berhias diri dan juga tidak di isi dengan ritual di tempat-tempat keramat atau yang dianggap suci untuk tolak bala’ bahkan tidak di isi dengan berkumpul-kumpul.

[ Penulis: Husnul Yaqin Arba'in --- dikutip dari alsofwah.or.id ]]


Amalan sunnah di bulan Muharram
  1. Memperbanyak puasa selama bulan Muharram
  2. Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
  3. Sebaik-baik puasa setelah Ramadlan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram.” (HR. Muslim)
  4. Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:
    “Saya tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih satu hari untuk puasa yang lebih beliau unggulkan dari pada yang lainnya kecuali puasa hari Asyura’, dan puasa bulan Ramadlan.” (HR. Al Bukhari & Muslim)
  5. Puasa Asyura’ (puasa tanggal 10 Muharram)
  6. Dari Abu Musa Al Asy’ari radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan:
    Dulu hari Asyura’ dijadikan orang yahudi sebagai hari raya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Puasalah kalian.” (HR. Al Bukhari)
    Dari Abu Qatadah Al Anshari radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan:
    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa Asyura’, kemudian beliau menjawab: “Puasa Asyura’ menjadi penebus dosa setahun yang telah lewat.” (HR. Muslim & Ahmad)
    Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:
    Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di Madinah, sementara orang-orang yahudi berpuasa Asyura’. Mereka mengatakan: Ini adalah hari di mana Musa menang melawan Fir’aun. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat: “Kalian lebih berhak terhadap Musa dari pada mereka (orang yahudi), karena itu berpuasalah.” (HR. Al Bukhari)
    Keterangan:
    Puasa Asyura’ merupakan kewajiban puasa pertama dalam islam, sebelum Ramadlan. Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz radliallahu ‘anha, beliau mengatakan:
    Suatu ketika, di pagi hari Asyura’, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang mendatangi salah satu kampung penduduk Madinah untuk menyampaikan pesan: “Siapa yang di pagi hari sudah makan maka hendaknya dia puasa sampai maghrib. Dan siapa yang sudah puasa, hendaknya dia lanjutkan puasanya.” Rubayyi’ mengatakan: Kemudian setelah itu kami puasa, dan kami mengajak anak-anak untuk berpuasa. Kami buatkan mereka mainan dari kain. Jika ada yang menangis meminta makanan, kami memberikan mainan itu. Begitu seterusnya sampai datang waktu berbuka. (HR. Al Bukhari & Muslim)
    Setelah Allah wajibkan puasa Ramadlan, puasa Asyura’ menjadi puasa sunnah. A’isyahradliallahu ‘anha mengatakan:
    Dulu hari Asyura’ dijadikan sebagai hari berpuasa orang Quraisy di masa jahiliyah. Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau melaksanakn puasa Asyura’ dan memerintahkan sahabat untuk berpuasa. Setelah Allah wajibkan puasa Ramadlan, beliau tinggalkan hari Asyura’. Siapa yang ingin puasa Asyura’ boleh puasa, siapa yang tidak ingin puasa Asyura’ boleh tidak puasa. (HR. Al Bukhari & Muslim)
  7. Puasa Tasu’a (puasa tanggal 9 Muharram)
  8. Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau menceritakan:
    Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa Asyura’ dan memerintahkan para sahabat untuk puasa. Kemudian ada sahabat yang berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya hari Asyura adalah hari yang diagungkan orang yahudi dan nasrani. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tahun depan, kita akan berpuasa di tanggal sembilan.” Namun, belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamsudah diwafatkan. (HR. Al Bukhari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar