بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ :
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya (2699) sebuah hadits dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi bersabda:وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”.
Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata: “Menempuh jalan menuntut ilmu memiliki dua makna:- Pertama: Secara hakekat, yaitu melangkahkan kaki untuk menghadiri majlis ilmu
- Kedua: Lebih luas, yaitu menempuh berbagai cara yang mengantarkan menuju ilmu seperti menulis, menghafal, mempelajari, mengulangi, memahami dan lain sebagainya.[1]
Namun sebelumnya perlu kiranya kita menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan fawaid dan apa manfaatnya?! Inilah yang ingin kita bahas terlebih dahulu pada edisi kali ini. Kita memohon kepada Allah agar menambahkan kepada ilmu yang bermanfaat, keimanan dan amal shalih. Amin.
B. Defenisi Al-Fawaid
Al-Fawaid diambil dari bahasa Arab الْفَوَائِدُ )) bentuk jama’ (plural) dari kata mufradnya (tunggal) ( ( الْفَائِدَةُyang secara bahasa artinya adalah setiap yang engkau dapatkan berupa ilmu, harta dan sebagainya.[3]
Adapun maksud Al-Fawaid dalam pengertian para penulis kitab adalah sebuah kitab yang menghimpun beberapa masalah yang beraneka macam mutiara ilmu dan hal-hal penting yang diperoleh oleh seorang selama perjalanan panjangnya bersama ilmu, ulama’, kitab, fakta dan sebagainya yang tidak hanya terbatas pada satu bidang tertentu saja, tetapi mencakup banyak bidang ilmu; tafsir, hadits, akhlak, bahasa, syair, tarikh, kisah, fatwa dan lain sebagainya[4].
C. Manfaat Menghimpun Al-Fawaid
Mengetahui buah sebuah bidang ilmu sangatlah bermanfaat sekali, sebab dengan hal itu kita akan terdorong untuk lebih perhatian dan semangat meraihnya. Adapun manfaat menghimpun fawaid sangatlah banyak sekali, diantaranya:
1. Menjaga dan Mengikat Ilmu
Tulisan sangat penting untuk menjaga ilmu, lebih meresap dalam hafalan, memudahkan kita untuk membaca ulang terutama apabila dibutuhkan, bisa dibawa ke sana-kemari dan lain sebagainya. Betapa seringnya seorang yang menyepelekan sebuah faedah karena mengandalkan hafalannya seraya mengatakan: “Ah, gampang, insyallah saya tidak lupa”, akhirnya dia lupa dan berangan-angan aduhai seandainya dahulu dia menulisnya!!. Oleh karena itu, camkanlah baik-baik nasehat Sya’bi:
“Apabila engkau mendengar sesuatu, maka tulislah sekalipun di tembok”.
- Imam Syafi’I juga pernah bertutur:
الْعِلْمُ صَيْدٌ وَالْكِتَابَةُ قَيْدُهُ قَيِّدْ صُيُوْدَكَ بِالْحِبَالِ الْوَاثِقَهْ
فَمِنَ الْحَمَاقَةِ أَنْ تَصِيْدَ غَزَالَةً وَتَتْرُكَهَا بَيْنَ الْخَلاَئِقِ طَالِقَهْ
Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya
Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat
Termasuk kebodohan kalau engkau memburu kijang
Setelah itu kamu tinggalkan terlepas begitu saja.[5]
2. Menambah Khazanah Ilmu PengetahuanBanyak diantara kita yang telah lama menghadiri majlis taklim dan banyak membaca buku atau majalah, tetapi dia merasa bahwa dia tidak memiliki kekuatan ilmu, padahal seandainya dia mau rajin mencatat masalah-masalah ilmu yang penting dalam sebuah daftar khusus, menyusunnya, kemudian dia sering membacanya berulang-ulang, niscaya dengan izin Allah dia akan merasa bahwa dirinya memiliki bahan yang cukup banyak, baik untuk menyampaikan khutbah, pengajian, tulisan, cerita dan lain sebagainya. Semua ini telah kami coba dan hasilnyapun sangat memuaskan, maka cobalah sendiri wahai saudaraku yang mulia.
وَمَنْ لَمْ يُجَرِّبْ لَيْسَ يَعْرِفْ قَدْرَهُ فَجَرِّبْ تَجِدْ تَصْدِيْقَ مَا ذَكَرْنَاه
Barangsiapa belum mencoba, maka belum tahu hasilnya
Cobalah sendiri, niscaya kamu akan tahu kejujuran ucapan saya.[6]
3. Barang Simpanan Di Masa TuaSyaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid berkata:
“Diantara faedah menghimpun fawaid yang paling berharga adalah ketika di saat lanjut usia dan badan telah lemah, dia akan memliki bahan materi yang dapat dia nukil tanpa susah payah harus mencari-cari lagi”.[7]Sebagai contoh al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan tentang hadits Umar tentang niat:
“Saya telah meneliti jalur riwayat hadits ini dalam kitab-kitab hadits yang populer dan kitab-kitab kecil semenjak aku menuntut ilmu hadits sampai sekarang, namun saya tidak mendapatkan lebih dari seratus jalur”.[8].Menarik juga ucapan Syaikh Abdul Muhsin Abbad tentang dirinya:
“Kenanganku yang paling menarik adalah buku-buku kurikulum dan buku tulisku ketika sekolah dulu semenjak ibtidai’yah, mutawassitah, tsanawiyah dan jami’ah, semuanya masih ada dalam lemariku sampai sekarang”.[9]D. Potret Salaf Dalam Menghimpun Al-Fawaid[10]
Apabila anda membaca sejarah para ulama dan bagaimana semangat mereka dalam memanfaatkan waktu dan mencatat faedah, niscaya anda akan terheran-heran!!
لاَ تَعْرِضَنَّ لِذِكْرِنَا بِذِكْرِهِمْ لَيْسَ الصَّحِيْحُ إِذَا مَشَى كَالْمُقْعَدِJanganlah kamu bandingkan kami dengan merekaOrang sehat tidak sama jalannya dengan orang sakit.Berikut sekelumit contoh kabar tentang mereka:
- Imam Bukhari yang digelari sebagai “jabal Hifzh” (hafalannya seperti gunung), beliau bangun berkali-kali dalam satu malam untuk mencatat faedah. Berkata al-Firabri:
- Imam Syafi’I (204 H) yang namanya taka asing lagi bagi kita Kawannya al-Humaidi menceritakan bahwa dirinya tatkala di Mesir pernah keluar pada suatu malam, ternyata lampu rumah Syafi’I masih nyala. Tatkala dia naik ternyata dia mendapati kertas dan alat tulis. Dia berkata: Apa semua ini wahai Abu Abdillah (Syafi’i)?! Beliau menjawab: Saya teringat tentang makna suatu hadits dan saya khawatir akan hilang dariku, maka sayapun segara menyalakan lampu dan menulisnya”.[12]
- Abul Qashim bin Ward at-Tamimi (540 H). Diceritakan oleh Ibnu Abbar al-Hafizh bahwa beliau tidak mendapatkan sebuah kitabpun kecuali dia menelaah bagian atas dan bawahnya, kalau beliau menjumpai sebuah faedah padanya maka beliau salin di kertas miliknya sehingga terkumpul banyak sekali.[13]
- Az-Zarkasyi (794 H). Diceritakan oleh Ibnu Hajar bahwa beliau sering sekali pergi ke pasar buku, kalau dia datang ke sana dia menelaah di toko buku sepanjang siang, dia menulis masalah-masalah yang menarik di sebuah kertas, kemudian apabila dia pulang ke rumah dia salin ke kitab-kitab karyanya.[14]
- Para ulama banyak membukukan fawaid mereka dalam kitab tersendiri. Sebut misalnya,
- Kitab Al-Funun oleh Ibnu Aqil yang merupakan kitab terbesar dalam masalah ini,
- Shaidhul Khathir oleh Ibnul Jauzi,
- Qaidul Awabid oleh ad-Daghuli sebanyak empat ratus jilid,
- Bada’I Fawaid dan Al-Fawaid oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah,
- At-Tadzkirah oleh al-Kindi dalam lima puluh jilid,
- Majma’ Fawaid wa Manba’ Faraid oleh al-Miqrizi sebanyak seratus jilid,
- Tadzkirah Suyuthi sebanyak lima puluh jilid
- dan masih banyak lagi lainnya.
Untuk melengkapi bahasan ini ada beberapa permasalahan penting yang perlu untuk diperhatikan bersama seputar masalah fawaid sebagai berikut:
1. Jangan Meremehkan Faedah!!
Jangan sekali-kali menganggap sepele sebuah faedah, karena satu faedah diremehkan kemudian diremehkan kemudian diremehkan kalau dikumpulkan maka akan terkumpul banyak sekali.
- Imam Nawawi menasehatkan kepada para penuntut ilmu agar mencatat hal-hal berharga yang dia peroleh baik ketika menelaah kitab atau mendengar dari seorang guru:
“Janganlah dia meremehkan suatu faedah yang dia dapatkan atau dengar dalam bidang apapun, tetapi hendaknya dia segera mencatat dan sering berulang-ulang membaca kembali catatannya”.Beliau juga menasehatkan:
“Janganlah dia menunda untuk mencatat sebuah faedah sekalipun dia menganggapnya mudah, sebab betapa banyak kecacatan dikarenakan menunda, apalagi di waktu lain dia akan mendapatkan ilmu baru lagi”.[15]Sebuah nasehat yang sangat berharga dari Imam Nawawi, peganglah erat-erat nasehat ini niscaya engkau akan mendapatkan manfaat yang besar. Sungguh, betapa banyak diantara kita yang kecewa dan mengeluh karena dia tidak mencatat ilmu yang dia peroleh atau berpedoman pada hafalannya, tetapi hafalan pun pudar tidak dapat membantunya. Coba bayangkan orang seperti Al-Hafizh Ibnu Hajar yang dikenal sebagai ulama kondang saja beliau pernah kecewa karena tidak mencatat sebagian faedah dalam bidang tafsir.[16] Lantas bagaimana kiranya dengan kita?!!
2. Jangan Sembunyikan Faedah
Terkadang terlontar sebuah permasalahan di sebuah majlis sesama penuntut ilmu atau sesama kawan sendiri, sedangkan engkau tahu jawabannya yang seandainya mereka mendengarnya darimu niscaya akan memperoleh faedah yang cukup banyak. Namun terkadang Syetan membisikkan padamu: “Kalau kamu sampaikan ilmu ini, niscaya mereka akan tahu dan menukilnya kepada manusia tetapi kebaikanmu tidak disebut sama sekali”. Saudaraku, lemparlah jauh-jauh bisikan Syetan ini, sebab orang seperti ini tidak akan berbarokah ilmunya, dan kamu tahu sendiri ancaman bagi orang yang menyembunyikan ilmu. Keluarkanlah faedahmu dengan segera, semoga Allah melipatgandakan pahala bagimu.[17]
3. Sandarkan Kepada Ahlinya
Dahulu dikatakan: “Termasuk keberkahan ilmu engkau menyandarakannya kepada ahlinya”.[18]
إِذَا أَفَادَكَ إِنْسَانٌ بِفَائِدَةٍ مِنَ الْعُلُوْمِ فَأَدْمِنْ شُكْرَهُ أَبَدَا
وَقُلْ فُلاَنٌ جَزَاهُ اللهُ صَالِحَةً أَفَادَنِيْهَا وَأَلْقِ الْكِبْرَ وَالْحَسَدَا
Apabila ada seorang yang memberikan faedah kepadamu
Berupa ilmu maka banyaklah terima kasih padanya selama-lamanya
Katakanlah: Semoga Allah membalas si fulan dengan kebaikan
Karena dia telah memberiku faedah, tinggalkan kesombongan dan kedengkian[19].
Terkadang kita mendapatkan sebuah faedah berharga dari seorang kawan yang telah susah payah mendapatkannya, tetapi setelah itu kita menasabkannya kepada diri kita sendiri tanpa mengingat jerih payah saudara kita. Jangan, sekali-kali jangan, hindarilah perangai jelek ini. Hargailah jasa orang lain padamu, semoga Allah memberkahi ilmumu.4. Jangan Lupa Muraja’ah
Apabila anda telah memiliki buku yang menghimpun masalah-masalah penting ini, maka seringlah anda membacanya berkali-kali, baik dengan diajarkan kepada orang lain secara lisan maupun tulisan, atau sekedar dibaca sendiri karena ilmu apabila tidak sering diulang-ulang maka lambat laun akan pudar dari ingatan. Diceritakan oleh Ibnul Jauzi bahwa ada seorang alim yang mengulang-ngulang pelajaran di rumahnya berkali-kali.
Seorang nenek tua akhirnya berkomentar: “Demi Allah, aku telah menghafalnya”.
Sang alimpun menyuruh nenek tadi supaya mengulanginya dan diapun dapat mengulanginya.
Setelah beberapa hari kemudian, sang alim berkata kepada nenek tadi: “Nek, coba ulangi pelajaran waktu itu”.
Si nenek menjawab: “Kalau sekarang ya saya sudah lupa”.
Si alim berkata: “Saya selalu mengulang hafalanku berkali-kali agar supaya tidak menimpaku apa yang telah menimpamu”.[20]
F. Akhirul Kalam
Saudaraku, perjalanan menimba ilmu begitu panjang sekali sebagaimana kata Nabi:
مَنْهُوْمَانِ لاَ يَشْبَعَانِ : طَالِبُ عِلْمٍ وَ طَالِبُ دُنْيَا
Dua orang yang bergairah tidak pernah kenyang; penuntut ilmu dan pemburu dunia.[21]
Sebagain ulama mengatakan:“Penuntut ilmu hadits bersama tinta hingga ke liang kuburan”.Pernah dikatakan kepada Imam Ibnu Mubarak:
“Seandainya saja engkau dihidupakan kembali setelah mati, apa yang ingin kamu lakukan? Beliau menjawab: Aku akan menuntut ilmu hingga malaikat maut mencabut nyawa untuk kedua kalinya”.Oleh karena itu, bersemangatlah wahai saudaraku -semoga Allah menjagamu- untuk menambah bekal ilmu dan jangan pernah sekali-kali meninggalkan ilmu.[22] Wallahu A’lam.
Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi
www.abiubaidah.com
.
CATATAN KAKI:
[1] Risalah Waratsah Anbiya’ Syarh Hadits Abi Darda’ hal. 12. [2] Al-Muntaqa Min Faraid Fawaid hal. 3 oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.
[3] Ash-Shihah oleh Al-Jauhari 2/521.
[4] Muqaddimah Fawaid Al-Fawaid Ali Hasan al-Halabi hal. 7
[5] Diwan Syafi’I hal. 103
[6] Mandzumah ash-Shan’ani fil Hajj hal. 83
[7] Hilyah Thalib Ilmi hal. 261 -Syarh Ibnu Utsaimin.
[8] Fathul Bari 1/15.
[9] Akhir kitab Ar-Radd Ala Man Kadzdzaba Ahadits Shahihah Anil Mahdi.
[10] Lihat Al-Musyawwiq Ila Qira’ah wa Thalabi Ilmi oleh Ali bin Muhammad al-Imran hal. 121-122
[11] Siyar A’lam Nubala’ 12/404.
[12] Adab Syafi’I wa Manaqibuhu Ibnu Abi Hatim hal. 44-45.
[13] Mu’jam Ashhabi ash-Shadafhi hal. 25
[14] Ad-Durar Al-Kaminah 3/397-398.
[15] Al-Majmu’ 1/38-39.
[16] Al-Jawahir wa Ad-Durar ash-Sakhawi 2/611.
[17] Ma’alim fi Thalabi Ilmi Abdul Aziz as-Sadhan hal. 290.
[18] Bustanul Arifin hal. 29, an-Nawawi
[19] Dzail Thabaqat Hanabilah Ibnu Rajab2/87
[20] Al-Hatstsu Ala Hifdzi Kitab hal. 21
[21] Shahih Jami’ 5/374.
[22] Ma’alim fi Thalabi Ilmi Abdul Aziz as-Sadhan hal. 322.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar