SOAL : Bolehkah jual beli kucing? Ditinjau dari segi harga, sangat menggiurkan lho Ustadz… (Luqman, Solo) JAWAB : a. Pertimbangan Syar’iy (Halal Haram) Wajib Diutamakan Daripada Faktor Keuntungan (Manfaat) Memang benar yang Saudara katakan, bahwa jual beli kucing memang cukup menggiurkan. Betapa tidak, pada tahun 1997, harga seekor kucing Persia anakan berumur tiga bulan dijual dengan harga antara Rp 500 ribu hingga Rp 900 ribu. Tapi meski harganya mahal, perlu diingat biaya pakan kucing Persia ini juga mahal. Setiap bulan, biaya pakan per ekor mencapai Rp 1.000.000 (“Berbisnis Dari Hobi Memelihara Kucing Persia”, www.republika.co.id, Rabu, 16 Oktober 2002). Namun demikian, bagi seorang muslim, pertimbangan utama adalah halal haramnya sesuatu, bukan pertimbangan keuntungan yang menggiurkan. Apa artinya keuntungan yang banyak tapi Allah tidak meridhainya karena Allah telah mengharamkannya? Jadi, ketika suatu aktivitas bisnis telah diharamkan syariah, tetaplah ia tidak boleh dilakukan meskipun menghasilkan keuntungan besar. Sebab walau pun menghasilkan keuntungan besar, dosanya lebih besar lagi daripada keuntungannya sehingga wajib ditinggalkan. Itulah sikap yang wajib dipegang oleh setiap muslim di seluruh dunia. Perhatikan dasar dari sikap tersebut dari firman Allah SWT (artinya) : “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah,’Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya…” (QS Al-Baqarah [2] : 219) Ayat di atas menjelaskan, bahwa judi dan khamr (minuman keras/beralkohol) adalah dosa besar. Namun Allah SWT sendiri tidak mengingkari adanya beberapa manfaat pada khamr dan judi. Misalnya saja keuntungan yang diperoleh pengusaha khamr atau bandar judi. Atau bisa juga berupa uang setoran yang diberikan para bandar judi kepada [oknum] aparat polisi. Namun ayat tersebut segera saja melanjutkan, bahwa dosa khamr dan judi lebih besar daripada manfaat-manfaatnya. Artinya, walau pun menguntungkan, khamr dan judi tetap wajib ditinggalkan karena hukumnya haram, sesuai firman Allah SWT (artinya) : “Hai orang-orang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji (najis) termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah najis itu agar kamu mendapatkan keberuntungan.” (QS Al-Maa`idah [5] : 90) b. Hukum Jual Beli Kucing Adalah Haram Hukum menjual belikan kucing adalah haram berdasarkan dalil hadits Nabi SAW dan kaidah fiqih (al-qawa’id al-kulliyah). Dalil hadits Nabi SAW, diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdillah RA bahwasanya Nabi SAW telah melarang memakan kucing dan melarang pula memakan harga kucing (nahaa [an-nabiyyu] ‘an akli al-hirrah wa ‘an akli tsamaniha) (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, hadits shahih. Lihat Imam As-Suyuthi, Al-Jami’ Al-Shaghir, Juz II hal. 191). Hadits Nabi SAW itu menjadi dalil haramnya memakan kucing dan memperjual-belikan kucing. Jadi kita diharamkan memperdagangkan kucing sebagaimana kita diharamkan memakan daging kucing (Tentang haramnya memakan kucing lihat Asy-Syarbaini Al-Khathib, Al-Iqna`, Juz II hal. 273; Syaikh Zakariyya Al-Anshari, Fathul Wahhab, Juz II hal. 192). Adapun dasar dari kaidah fiqih, adalah kaidah fiqih yang berbunyi : Kullu maa hurrimaa ‘ala al-‘ibaad fabai’uhu haraam (Segala sesuatu yang diharamkan atas hamba, maka memperjualbelikannya adalah haram juga) (Lihat Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, Juz II hal. 248). Kaidah ini menjelaskan bahwa apa saja yang telah diharamkan syara’, maka diharamkan pula memperjualbelikannya. Baik sesuatu itu diharamkan memakannya (seperti babi, darah, bangkai, singa, elang, anjing), diharamkan meminumnya (seperti khamr), diharamkan membuatnya (seperti patung atau gambar makhluk bernyawa), atau diharamkan pada segi-segi yang lainnya. Ketika sudah jelas bahwa syara’ mengharamkan kita untuk memakan daging kucing, maka haram pula menjual belikan kucing berdasarkan kaidah fiqih tersebut. Dengan demikian, jelaslah bahwa menjual belikan kucing adalah haram berdasarkan dalil hadits Nabi SAW dan kaidah fiqih tersebut. Wallahu a’lam Muhammad Shiddiq Al-Jawi |
Senin, 12 Juli 2010
HUKUM JUAL BELI KUCING
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar