Sabtu, 01 Mei 2010

LETAK KEBAHAGIAN BUKAN PADA KEMEWAHAN DUNIA

Setiap orang pasti menginginkan hidup bahagia. Namun banyak orang yang menempuh jalan yang salah dan keliru. Sebagian menyangka bahwa kebahagiaan adalah dengan memiliki mobil mewah, Handphone sekelas Blackberry, memiliki rumah real estate, dapat melakukan tur wisata ke luar negeri, dan lain sebagainya. Mereka menyangka bahwa inilah yang dinamakan hidup bahagia. Namun apakah betul seperti itu? Simak tulisan berikut ini.
Kebahagiaan untuk Orang yang Beriman dan Beramal Sholeh
Saudaraku … Orang yang beriman dan beramal sholeh, merekalah yang sebenarnya merasakan manisnya kehidupan dan kebahagiaan karena hatinya yang selalu tenang, berbeda dengan orang-orang yang lalai dari Allah yang selalu merasa gelisah. Walaupun mungkin engkau melihat kehidupan mereka begitu sederhana, bahkan sangat kekurangan harta. Namun jika engkau melihat jauh, engkau akan mengetahui bahwa merekalah orang-orang yang paling berbahagia. Perhatikan seksama firman-firman Allah Ta’ala berikut.
Allah Ta’ala berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (QS. An Nahl: 97). Ini adalah balasan bagi orang mukmin di dunia, yaitu akan mendapatkan kehidupan yang baik.
وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl: 97). Sedangkan dalam ayat ini adalah balasan di akhirat, yakni alam barzakh.
Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا ظُلِمُوا لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَلَأَجْرُ الْآَخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui.” (QS. An Nahl: 41)
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ
Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya. (Jika kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya.” (QS. Huud: 3). Kedua ayat ini menjelaskan balasan di akhirat bagi orang yang beriman dan beramal sholeh.
Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10)
Inilah empat tempat dalam Al Qur’an yang menjelaskan balasan bagi orang yang beriman dan beramal sholeh. Ada dua balasan yang mereka peroleh yaitu balasan di dunia dan balasan di akhirat. Itulah dua kebahagiaan yang nantinya mereka peroleh. Ini menunjukkan bahwa mereka lah orang yang akan berbahagia di dunia dan akhirat.
Salah Satu Bukti
Seringkali kita mendengar nama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Namanya begitu harum di tengah-tengah kaum muslimin karena pengaruh beliau dan  karyanya begitu banyak di tengah-tengah umat ini. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, nama aslinya adalah Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam bin Abdullah bin Muhammad bin Al Khodr bin Muhammad bin Al Khodr bin Ali bin Abdullah bin Taimiyyah Al Haroni Ad Dimasqi. Nama Kunyah beliau adalah Abul ‘Abbas.
Berikut adalah cerita dari murid beliau Ibnul Qayyim mengenai keadaannya yang penuh kesusahan, begitu juga keadaan yang penuh kesengsaraan di dalam penjara. Namun di balik itu, beliau termasuk orang yang paling berbahagia.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
“Allah Ta’ala pasti tahu bahwa aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih bahagia hidupnya daripada beliau, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Padahal kondisi kehidupan beliau sangat susah, jauh dari kemewahan dan kesenangan duniawi, bahkan sangat memprihatinkan. Ditambah lagi dengan siksaan dan penderitaan yang beliau alami di jalan Allah Ta’ala, yaitu berupa siksaan dalam penjara, ancaman dan penindasan dari musuh-musuh beliau. Namun bersamaan dengan itu semua, aku dapati bahwa beliau adalah termasuk orang yang paling bahagia hidupnya, paling lapang dadanya, paling tegar hatinya dan paling tenang jiwanya. Terpancar pada wajah beliau sinar kenikmatan hidup yang beliau rasakan. Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan gundah gulana atau muncul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk atau ketika kami merasakan kesempitan hidup, kami segera mendatangi beliau untuk meminta nasehat, maka dengan hanya memandang wajah beliau dan mendengarkan nasehat beliau, serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang”.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pun sering mengatakan berulang kali pada Ibnul Qoyyim, “Apa yang dilakukan oleh musuh-musuhku terhadapku? Sesungguhnya keindahan surga dan tamannya ada di hatiku.”
Begitu pula Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah mengatakan tatkala beliau berada di dalam penjara, padahal di dalamnya penuh dengan kesulitan, namun beliau masih mengatakan, “Seandainya benteng ini dipenuhi dengan emas, tidak ada yang bisa menandingi kenikmatanku berada di sini.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga pernah mengatakan, “Sebenarnya orang yang dikatakan dipenjara adalah orang yang hatinya tertutup dari mengenal Allah ‘azza wa jalla. Sedangkan orang yang ditawan adalah orang yang masih terus menuruti (menawan) hawa nafsunya (pada kesesatan). ”
Bahkan dalam penjara pun, Syaikhul Islam masih sering memperbanyak do’a agar dapat banyak bersyukur pada Allah, yaitu do’a: Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik (Ya Allah, aku meminta pertolongan agar dapat berdzikir, bersyukur dan beribadah dengan baik pada-Mu). Masih sempat di saat sujud, beliau mengucapkan do’a ini. Padahal beliau sedang dalam belenggu, namun itulah kebahagiaan yang beliau rasakan.
Tatkala beliau masuk dalam sel penjara, hingga berada di balik dinding, beliau mengatakan,
فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ
Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa.” (QS. Al Hadid: 13)
Itulah kenikmatan yang dirasakan oleh orang yang memiliki keimanan yang kokoh. Kenikmatan seperti ini tidaklah pernah dirasakan oleh para raja dan juga pangeran.
Para salaf mengatakan,
لَوْ يَعْلَمُ المُلُوْكُ وَأَبْنَاءُ المُلُوْكِ مَا نَحْنُ فِيْهِ لَجَلِدُوْنَا عَلَيْهِ بِالسُّيُوْفِ
Seandainya para raja dan pangeran itu mengetahui kenikmatan yang ada di hati kami ini, tentu mereka akan menyiksa kami dengan pedang.”
Mendapatkan Surga Dunia
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Di dunia itu terdapat surga. Barangsiapa yang tidak memasukinya, maka dia tidak akan memperoleh surga akhirat.”
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa surga dunia adalah mencintai Allah, mengenal Allah, senantiasa mengingat-Nya, merasa tenang dan thuma’ninah ketika bermunajat pada-Nya, menjadikan kecintaan hakiki hanya untuk-Nya, memiliki rasa takut dan dibarengi rasa harap kepada-Nya, senantiasa bertawakkal pada-Nya dan menyerahkan segala urusan hanya pada-Nya.
Inilah surga dunia yang dirindukan oleh para pecinta surga akhirat.
Itulah saudaraku surga yang seharusnya engkau raih, dengan meraih kecintaan Allah, senantiasa berharap pada-Nya, serta dibarengi dengan rasa takut, juga selalu menyandarkan segala urusan hanya kepada-Nya.
Penutup
Inti dari ini semua adalah letak kebahagiaan bukanlah dengan memiliki istana yang megah, mobil yang mewah, harta yang melimpah. Namun letak kebahagiaan adalah di dalam hati, yaitu hati yang memiliki keimanan, yang selalu merasa cukup dan selalu bersandar pada Allah Ta’ala.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Yang namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau banyaknya kemewahan dunia). Namun yang namanya ghina’ adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita dan memberikan kita surga dunia yaitu dengan memiliki hati yang selalu bersandar pada-Nya.
Hati yang selalu merasa cukup itulah yang lebih utama dari harta yang begitu melimpah.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi  wa sallam.

Sumber rujukan: Shahih Al Wabilush Shoyyib, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hl. 91-96, Dar Ibnul

LIANG KUBUR AWAL PERJALANAN KITA KE AKHERAT

Khalifah kaum muslimin yang keempat Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu jika melihat perkuburan beliau menangis mengucurkan air mata hingga membasahi jenggotnya.
Suatu hari ada seorang yang bertanya:
تذكر الجنة والنار ولا تبكي وتبكي من هذا؟
“Tatkala mengingat surga dan neraka engkau tidak menangis, mengapa engkau menangis ketika melihat perkuburan?” Utsman pun menjawab, “Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إن القبر أول منازل الآخرة فإن نجا منه فما بعده أيسر منه وإن لم ينج منه فما بعده أشد منه
“Sesungguhnya liang kubur adalah awal perjalanan akhirat. Jika seseorang selamat dari (siksaan)nya maka perjalanan selanjutnya akan lebih mudah. Namun jika ia tidak selamat dari (siksaan)nya maka (siksaan) selanjutnya akan lebih kejam.” (HR. Tirmidzi, beliau berkata, “hasan gharib”. Syaikh al-Albani menghasankannya dalam Misykah al-Mashabih)
Bagaimanakah perjalanan seseorang jika ia telah masuk di alam kubur? Hadits panjang al-Bara’ bin ‘Azib yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Imam al-Hakim dan Syaikh al-Albani menceritakan perjalanan para manusia di alam kuburnya:
Suatu hari kami mengantarkan jenazah salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari golongan Anshar. Sesampainya di perkuburan, liang lahad masih digali. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun duduk (menanti) dan kami juga duduk terdiam di sekitarnya seakan-akan di atas kepala kami ada burung gagak yang hinggap. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memainkan sepotong dahan di tangannya ke tanah, lalu beliau mengangkat kepalanya seraya bersabda, “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari adzab kubur!” Beliau ulangi perintah ini dua atau tiga kali.
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya seorang yang beriman sudah tidak lagi menginginkan dunia dan telah mengharapkan akhirat (sakaratul maut), turunlah dari langit para malaikat yang bermuka cerah secerah sinar matahari. Mereka membawa kain kafan dan wewangian dari surga lalu duduk di sekeliling mukmin tersebut sejauh mata memandang. Setelah itu turunlah malaikat pencabut nyawa dan mengambil posisi di arah kepala mukmin tersebut. Malaikat pencabut nyawa itu berkata, ‘Wahai nyawa yang mulia keluarlah engkau untuk menjemput ampunan Allah dan keridhaan-Nya’. Maka nyawa itu (dengan mudahnya) keluar dari tubuh mukmin tersebut seperti lancarnya air yang mengalir dari mulut sebuah kendil. Lalu nyawa tersebut diambil oleh malaikat pencabut nyawa dan dalam sekejap mata diserahkan kepada para malaikat yang berwajah cerah tadi lalu dibungkus dengan kafan surga dan diberi wewangian darinya pula. Hingga terciumlah bau harum seharum wewangian yang paling harum di muka bumi.
Kemudian nyawa yang telah dikafani itu diangkat ke langit. Setiap melewati sekelompok malaikat di langit mereka bertanya, ‘Nyawa siapakah yang amat mulia itu?’ ‘Ini adalah nyawa fulan bin fulan’, jawab para malaikat yang mengawalnya dengan menyebutkan namanya yang terbaik ketika di dunia. Sesampainya di langit dunia mereka meminta izin untuk memasukinya, lalu diizinkan. Maka seluruh malaikat yang ada di langit itu ikut mengantarkannya menuju langit berikutnya. Hingga mereka sampai di langit ketujuh. Di sanalah Allah berfirman, ‘Tulislah nama hambaku ini di dalam kitab ‘Iliyyin. Lalu kembalikanlah ia ke (jasadnya di) bumi, karena darinyalah Aku ciptakan mereka (para manusia), dan kepadanyalah Aku akan kembalikan, serta darinyalah mereka akan Ku bangkitkan.’
Lalu nyawa tersebut dikembalikan ke jasadnya di dunia. Lantas datanglah dua orang malaikat yang memerintahkannya untuk duduk. Mereka berdua bertanya, ‘Siapakah rabbmu?’, ‘Rabbku adalah Allah’ jawabnya. Mereka berdua kembali bertanya, ‘Apakah agamamu?’, ‘Agamaku Islam’ sahutnya. Mereka berdua bertanya lagi, ‘Siapakah orang yang telah diutus untuk kalian?’ “Beliau adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” jawabnya. ‘Dari mana engkau tahu?’ tanya mereka berdua. ‘Aku membaca Al-Qur’an lalu aku mengimaninya dan mempercayainya’. Tiba-tiba terdengarlah suara dari langit yang menyeru, ‘(Jawaban) hamba-Ku benar! Maka hamparkanlah surga baginya, berilah dia pakaian darinya lalu bukakanlah pintu ke arahnya’. Maka menghembuslah angin segar dan harumnya surga (memasuki kuburannya) lalu kuburannya diluaskan sepanjang mata memandang.
Saat itu datanglah seorang (pemuda asing) yang amat tampan memakai pakaian yang sangat indah dan berbau harum sekali, seraya berkata, ‘Bergembiralah, inilah hari yang telah dijanjikan dulu bagimu’. Mukmin tadi bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu menandakan kebaikan’. ‘Aku adalah amal salehmu’ jawabnya. Si mukmin tadi pun berkata, ‘Wahai Rabbku (segerakanlah datangnya) hari kiamat, karena aku ingin bertemu dengan keluarga dan hartaku.
Adapun orang kafir, di saat dia dalam keadaan tidak mengharapkan akhirat dan masih menginginkan (keindahan) duniawi, turunlah dari langit malaikat yang bermuka hitam sambil membawa kain mori kasar. Lalu mereka duduk di sekelilingnya. Saat itu turunlah malaikat pencabut nyawa dan duduk di arah kepalanya seraya berkata, ‘Wahai nyawa yang hina keluarlah dan jemputlah kemurkaan dan kemarahan Allah!’. Maka nyawa orang kafir tadi ‘berlarian’ di sekujur tubuhnya. Maka malaikat pencabut nyawa tadi mencabut nyawa tersebut (dengan paksa), sebagaimana seseorang yang menarik besi beruji yang menempel di kapas basah. Begitu nyawa tersebut sudah berada di tangan malaikat pencabut nyawa, sekejap mata diambil oleh para malaikat bermuka hitam yang ada di sekelilingnya, lalu nyawa tadi segera dibungkus dengan kain mori kasar. Tiba-tiba terciumlah bau busuk sebusuk bangkai yang paling busuk di muka bumi.
Lalu nyawa tadi dibawa ke langit. Setiap mereka melewati segerombolan malaikat mereka selalu ditanya, ‘Nyawa siapakah yang amat hina ini?’, ‘Ini adalah nyawa fulan bin fulan’ jawab mereka dengan namanya yang terburuk ketika di dunia. Sesampainya di langit dunia, mereka minta izin untuk memasukinya, namun tidak diizinkan. Rasulullah membaca firman Allah:
لا تفتح لهم أبواب السماء ولا يدخلون الجنة حتى يلج الجمل في سم الخياط
“Tidak akan dibukakan bagi mereka (orang-orang kafir) pintu-pintu langit dan mereka tidak akan masuk surga, sampai seandainya unta bisa memasuki lobang jarum sekalipun.” (QS. Al-A’raf: 40)
Saat itu Allah berfirman, ‘Tulislah namanya di dalam Sijjin di bawah bumi’, Kemudian nyawa itu dicampakkan (dengan hina dina). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah ta’ala:
وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَكَأنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيْحُ فِي مَكَانٍ سَحِيْقٍ
“Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 31)
Kemudian nyawa tadi dikembalikan ke jasadnya, hingga datanglah dua orang malaikat yang mendudukannya seraya bertanya, ‘Siapakah rabbmu?’, ‘Hah hah… aku tidak tahu’ jawabnya. Mereka berdua kembali bertanya, ‘Apakah agamamu?’ “Hah hah… aku tidak tahu’ sahutnya. Mereka berdua bertanya lagi, ‘Siapakah orang yang telah diutus untuk kalian?’ “Hah hah… aku tidak tahu’ jawabnya. Saat itu terdengar seruan dari langit, ‘Hamba-Ku telah berdusta! Hamparkan neraka baginya dan bukakan pintu ke arahnya’. Maka hawa panas dan bau busuk neraka pun bertiup ke dalam kuburannya. Lalu kuburannya di ‘press’ (oleh Allah) hingga tulang belulangnya (pecah dan) menancap satu sama lainnya.
Tiba-tiba datanglah seorang yang bermuka amat buruk memakai pakaian kotor dan berbau sangat busuk, seraya berkata, ‘Aku datang membawa kabar buruk untukmu, hari ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu’. Orang kafir itu seraya bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu menandakan kesialan!’, ‘Aku adalah dosa-dosamu’ jawabnya. ‘Wahai Rabbku, janganlah engkau datangkan hari kiamat’ seru orang kafir tadi. (HR. Ahmad dalam Al-Musnad (XXX/499-503) dan dishahihkan oleh al-Hakim dalam Al-Mustadrak (I/39) dan al-Albani dalam Ahkamul Janaiz hal. 156)
Itulah dua model kehidupan orang yang telah masuk liang kubur. Jika kita menginginkan untuk menjadi orang yang dibukakan baginya pintu ke surga dan diluaskan liang kuburnya seluas mata memandang maka mari kita berusaha untuk memperbanyak untuk beramal saleh di dunia ini.
Suatu amalan tidak akan dianggap saleh hingga memenuhi dua syarat:
  1. Ikhlas
  2. Sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur’an maupun hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan landasan dua syarat di atas.
Di antara dalil syarat pertama adalah firman Allah ta’ala:
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Di antara dalil syarat kedua adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد
“Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan petunjukku, maka amalan itu akan ditolak.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya (III/1344 no 1718))
Allah menghimpun dua syarat ini dalam firman-Nya di akhir surat Al-Kahfi:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110)
Maka mari kita manfaatkan kehidupan dunia yang hanya sementara ini untuk benar-benar beramal saleh. Semoga kelak kita mendapatkan kenikmatan di alam kubur serta dihindarkan dari siksaan di dalamnya, amin.
Wallahu ta’ala a’lam, wa shallallahu ‘ala nabiyyyina muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.
Tulisan ini terinspirasi dari kitab Majalis Al-Mu’minin Fi Mashalih Ad-Dun-Ya Wa Ad-Din Bi Ightinam Mawasim Rabb Al-’Alamin, karya Fu’ad bin Abdul Aziz asy-Syahlub (II/83-86)

KESALAHAN SEPUTAR KUBUR

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Berikut beberapa kesalahan seputar kubur yang sejak dahulu muncul dan tetap laris manis hingga saat ini. Pembahasan ini kami terjemahkan dari Majmu’ Al Fatawa Abul Abbas Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni rahimahullah. Semoga bermanfaat.
[Membaca Al Qur’an di Sisi Kubur]
Adapun membaca Al Qur’an terus menerus di sisi kubur, maka ini tidaklah pernah dikenal oleh para ulama salaf.
Para ulama pun berselisih pendapat mengenai masalah membaca Al Qur’an di kuburan. Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Ahmad (menurut kebanyakan pendapat dari beliau) melarang hal ini. Namun, Imam Ahmad memberikan keringanan dalam masalah ini dalam pendapat beliau yang terakhir. Yang menjadi dasar Imam Ahmad dari pendapatnya yang terakhir adalah bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar pernah mewasiatkan agar dibacakan bagian awal dan akhir surat Al Baqarah ketika pemakamannya. Begitu pula ada riwayat dari beberapa kaum Anshor bahwasanya Ibnu ‘Umar pernah mewasiatkan agar membaca surat Al Baqarah di kuburnya (sebelum pemakaman). Namun ingat, ini semua dilakukan sebelum pemakaman.
Adapun pembacaan Al Qur’an untuk mayit sesudah pemakaman, maka tidak ada satu riwayat pun dari salaf tentang hal ini. Oleh karena itu, pendapat ketiga ini membedakan antara membacakan Al Qur’an ketika pemakaman dan pembacaan Al Qur’an terus menerus sesudah pemakaman. Pembacaan Al Qur’an sesudah pemakaman adalah amalan yang tidak ada tuntunan dalam agama ini (baca: bid’ah). Amalan seperti ini tidak memiliki landasan dalil sama sekali.
[Mayit Mendapatkan Pahala karena Mendengar Al Qur’an yang Dibacakan padanya]
Sedangkan jika ada yang mengatakan bahwa bermanfaat bagi si mayit ketika dia diperdengarkan Al Qur’an dan dia akan mendapatkan pahala jika mendengarnya, maka pemahaman seperti ini sungguh keliru. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah bersabda,
إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلَّا مِنْ ثَلَاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Jika manusia itu mati, amalannya akan terputus kecuali melalui tiga perkara: [1] sedekah jariyah, [2] ilmu yang dimanfaatkan, atau [3] anak sholeh yang mendo’akan dirinya.
Oleh karena itu, setelah kematian si mayit tidak akan mendapatkan pahala melalui bacaan Al Qur’an yang dia dengar dan amalan lainnya. Walaupun memang si mayit mendengar suara sandal orang lain dan juga mendengar salam orang yang mengucapkan salam padanya dan mendengar suara selainnya. Namun ingat, amalan orang lain (seperti amalan membaca Al Qur’an, pen) tidak akan berpengaruh padanya.
[Membangun Masjid di Atas Kubur]
Adapun membangun masjid di atas kubur yang biasa disebut dengan masyahid, seperti ini tidaklah diperbolehkan. Bahkan seluruh ulama kaum muslimin melarang perbuatan semacam ini karena ada sebuah hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ يُحَذِّرُ مَا فَعَلُوا
Allah melaknat orang Yahudi dan orang Nashrani karena mereka telah menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid. Allah memperingatkan apa yang mereka lakukan.
‘Aisyah mengatakan,
وَلَوْلَا ذَلِكَ لَأُبْرِزَ قَبْرُهُ وَلَكِنْ كُرِهَ أَنْ يُتَّخَذَ مَسْجِدًا
“Seandainya bukan karena larangan beliau ini, tentu kubur beliau akan dikeluakan. Akan tetapi, hal ini dilarang karena ditakutkan kalau kuburnya dijadikan masjid.”
Dalam hadits yang shahih pula, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ الْقُبُورَ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ فَإِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian, mereka menjadikan kubur-kubur sebagai masjid.. Ingatlah janganlah kalian menjadikan kubur sebagai masjid, karena sesungguhnya aku melarang kalian dari hal ini.
Dalam kitab sunan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَعَنَ اللَّهُ زَوَّارَاتِ الْقُبُورِ وَالْمُتَّخِذِينَ عَلَيْهَا الْمَسَاجِدَ وَالسُّرُجَ
Allah melakanat para wanita yang sering menziarahi kubur dan orang yang menjadikan kubur sebagai masjid serta memasang lentera di atasnya.
[Shalat di Masjid yang Dibangun Di Atas Kubur dan Shalat di Daerah Pekuburan]
Para ulama telah bersepakat bahwa shalat di masyahid (masjid yang berada di atas kubur) tidaklah diperintahkan sama sekali baik dengan perintah wajib atau pun sunnah. Shalat di masyahid yang berada di atas kubur dan semacamnya tidaklah memiliki keutamaan dari tempat-tempat lainnya. Lebih-lebih lagi shalat di masyahid tidaklah lebih utama dari shalat di masjid berdasarkan kesepakatan para ulama kaum muslimin.
Barangsiapa meyakini bahwa shalat di masjid yang dibangun di atas kubur lebih memiliki keutamaan dari shalat di tempat lainnya atau lebih utama dari shalat di sebagian masjid, maka dia telah keluar dari jama’ah kaum muslimin dan telah keluar dari agama ini. Bahkan yang diyakini oleh umat ini bahwa shalat di masjid yang dibangun di atas kubur adalah sesuatu yang terlarang dengan larangan haram. Walaupun di sana, para ulama berselisih pendapat tentang hukum shalat di daerah pekuburan, apakah diharamkan, dimakruhkan, atau mubah? Atau dibedakan antara kubur yang baru digali dengan kubur yang sudah lama. Hal ini dikarenakan apakah larangan shalat di pekuburan tadi karena alasan najis yaitu bercampurnya tanah dengan darah mayit ataukah bukan?
Namun sebenarnya, larangan shalat di pekuburan tadi karena di sana terdapat tasyabbuh (penyerupaan) dengan orang-orang musyrik dan inilah asal penyembahan berhala.
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”.” (QS. Nuh: 23)
Lebih dari satu orang sahabat dan tabi’in mengatakan bahwa berhala-berhala tadi adalah nama orang sholeh dari kaum Nabi Nuh. Tatkala mereka mati, kaumnya beri’tikaf di atas pekuburan mereka. Lalu kaumnya membuat patung yang menyerupai orang sholeh tadi. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda –sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al Muwattho’-,
اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا يُعْبَدُ اشْتَدَّ غَضَبُ اللَّهِ عَلَى قَوْمٍ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
Ya Allah janganlah engkau jadikan kuburku sebagai berhala yang disembah. Sesungguhnya Allah amat murka terhadap kaum yang menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai masjid.
[Nadzar di Masyahid]
Oleh karena itu, para ulama sepakat bahwa tidak disyari’atkannya nadzar di masyahid (masjid yang berada di atas kubur) baik dengan zaitun, lilin, dirham dan selainnya dan tidak boleh ditujukan pada tetangga kubur atau orang penunggu kubur (khoddam). Hal ini tidak diperbolehkan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat orang yang menjadikan kubur sebagai masjid dan memasang lentera (penerangan) di atas kubur. Barangsiapa melakukan semacam ini, maka dia berarti telah melakukan nadzar maksiat.
Dalam hadits yang shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَ اللَّهَ فَلَا يَعْصِهِ
“Barangsiapa melakukan nadzar untuk mentaati Allah, maka lakukanlah nadzar tersebut. Namun, barangsiapa melakukan nadzar yang mengandung maksiat kepada Allah, maka janganlah bermaksiat kepada Allah (dengan melaksanakan nadzar tersebut).”
Adapun kafaroh (tebusan) untuk orang yang melakukan nadzar semacam ini ada dua pendapat di antara para ulama.
Menurut madzhab Imam Ahmad dan selainnya, kafarohnya adalah sama dengan kafaroh sumpah. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كَفَّارَةُ النَّذْرِ كَفَّارَةُ الْيَمِينِ
Kafaroh nadzar sama dengan kafaroh sumpah.” Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim.
Dalam kitab sunan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَ اللَّهَ فَلَا يَعْصِهِ
“Barangsiapa melakukan nadzar untuk mentaati Allah, maka lakukanlah nadzar tersebut. Namun, barangsiapa melakukan nadzar yang mengandung maksiat kepada Allah, maka janganlah bermaksiat kepada Allah (dengan melaksanakan nadzar tersebut).”
Adapun madzhab Imam Malik, Imam Asy Syafi’i, dan selainnya, mereka berpendapat bahwa tidak ada kafaroh dalam nadzar seperti ini. Akan tetapi, dia boleh memberi sedekah -karena nadzar yang dia niatkan di masyahid tadi- kepada para faqir dari kaum muslimin, di mana para fiqir berarti telah menolong dirinya dalam melakukan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ini adalah perbuatan yang sangat baik dan pahalanya di sisi Allah.
[Memindahkan Shalat dari Masjid ke Masyahid]
Tidak boleh bagi seorang pun -berdasarkan kesepakatan para ulama- memindahkan shalat kaum muslimin dari masjid yang biasa mereka berkumpul di sana, lalu dipindahkan ke masyahid. Ini merupakan kesesatan dan kemungkaran yang sungguh keterlaluan karena mereka telah meninggalkan perintah Allah dan Rasul-Nya, lalu melakukan larangan Allah dan Rasul-Nya. Mereka juga telah meninggalkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan melakukan perkara yang tidak ada tuntunannya (alias bid’ah).  Mereka pun meninggalkan ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya, lalu terjerumus dalam berbuat maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Bahkan yang seharusnya dilakukan adalah kembali melakukan shalat Jum’at dan shalat Jama’ah di masjid yang merupakan rumah Allah.
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآَصَالِ
Bertasbih kepada Allah di mesjid-mesjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang.” (QS. An Nur: 36)
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.” (QS. An Nur: 37)
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآَتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At Taubah: 18)
[Yang Dianjurkan Ketika Menziarahi Masyahid dan Kubur Lainnya]
Adapun kubur yang terdapat di masyahid dan kubur lainnya, maka yang disunnahkan bagi orang yang menziarahinya adalah memberi salam kepada si mayit dan mendo’akan dirinya seperti pada shalat jenazah. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengajarkan para sahabatnya bacaan ketika berziarah kubur,
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ عَنْ قَرِيبٍ لَاحِقُونَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَمِنْكُمْ وَالْمُسْتَأْخِرِين نَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمْ الْعَافِيَةَ اللَّهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرَهُمْ وَلَا تَفْتِنَّا بَعْدَهُمْ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُمْ
Assalaamu ‘alaikum ahlad diyaar minal mu’miniina wal muslimiin, wa inna insyaa Allah bikum ‘an qoriibin laahiquun wa yarhamullahul mustaqdimiina minnaa wa minkum wal musta’khiriin. Nas-alullaha lanaa wa lakumul ‘aafiyah. Allahumma laa tahrimnaa ajrohum wa laa taftinnaa ba’dahum waghfir lanaa wa lahum.
[Ibadah Di Sisi Kubur Lebih Utama dari Tempat Lainnya]
Adapun mengusap-ngusap, shalat di sisinya, bersengaja berdo’a di sisi kubur karena berkeyakinan bahwa do’a di tempat tersebut adalah lebih utama dari do’a di tempat lainnya, atau berkeyakinan pula bahwa nadzar di sisi kubur lebih utama dari tempat lainnya, maka amalan dan keyakinan semacam ini bukanlah ajaran Islam. Akan tetapi, ini semua termasuk ajaran yang jelek yang tidak ada tuntunannya (alias bid’ah qobihah) dan semacam ini termasuk cabang-cabang kesyirikan. Wallahu a’lam wa ahkam.

Kamis, 15 April 2010

DOA ISTRI SOLEHA

YAAA.... ALLAH.....
Ampuni lah dosaku yang telah ku perbuat
Limpahkan lah aku dengan kesabaran yang tiada terbatas
Berikan lah aku kekuatan mental
Karuniakan aku dengan sifat ke ridhaan
Pelihara lah aku dari kata kata nista
Kuatkan lah aku dan semangatkan lah aku untuk menempuh segala cobaan MU
Berikan aku sifat kasih sesama insan

YAAA....ALLAH......
Sekiranya suamiku ini adalah pilihan-MU di Arash,berikan aku kekuatan untuk terus bersamanya
Sekiranya suamiku ini adalah suami yg akan membimbing tanganku di titianMU karuniakan lah aku sifat kasih dan ridho atas segala perbuatan nya
Sekiranya suamiku ini adalah bidadara untukku di jannahMU,limpahkan aku dengan sifat tunduk dan tawaduk akan segala perintahnya
Sekiranya suamiku ini adalah yg terbaik di duniaMU,peliharalah tingkah laku serta kata2ku dari menyakiti perasaannya
Sekiranya suamiku ini adalah jodoh yg di rahmati olehMU,berikan aku kesabaran untuk menghadapi segala tingkah dan ragamNYA

TETAPI ..YAA ALLAH....

Sekiranya Suamiku ini di takdirkan bukan untuk diriku seorang,tunjukkan aku jalan yg terbaik untuk aku harungi segala dugaanMU
Sekirannya Suamiku tergoda dengan keindahan duniaMU, Limpahkanlah aku dengan kesabaran untuk terus membimbingnya
Sekiranya Suamiku tunduk terhadap nafsu yang melalaikan,karuniakanlah aku untuk aku memperbaiki keadaan nya
Sekiranya Suamiku mencintai kesesatan,pandulah aku untuk menarik dirinya keluar dari kesesatan

YAA ...ALLAH...
KAU lah yang maha mengetahui apa yang terbaik untukku,                                                                         KAU juga maha mengampuni segala kekhilafan dan keterlanjuranku
Sekiranya aku salah berbuat keputusan,Bimbinglah aku kejalan yang ENGKAU ridhoi
Sekiranya aku lalai dalam tanggung jawabku sebagai isteri,Hukumlah aku di dunia tetapi bukan di akherat
Sesungguhnya aku lemah tanpa petunjukMU,aku buta tanpa BimbinganMU,Aku cacat tanpa HidayahMU, Aku hina tanpa RahmatMU

YAA...ALLAH...
Kuatkanlah hati dan semangatkanlah aku,tabahkan aku mengahadapi segala cobaanMU
Jadikanlah aku isteri yang di senangi suami,Bukakanlah hatiku untuk menghayati agamaMU
Bimbinglah aku menjadi isteri sholeha

Hanya kepadaMU  ya ALLAH aku mohon sgala harapan
Karena aku pasrah dengan dugaanMU
Karena aku sadar hinanya aku
Karena aku insan yang lemah dan suka keliru
Karena aku suka dengan keindahan duniaMU
Karena aku kurang kesabaran menghadapi cobaan dariMU
Karena pendek akal aku mengharungi ujianMU

YAA...ALLAH....
Tunjukkan aku jalan yang terbaik,untuk aku harungi dugaanMU
Dan aku memohon agar suamiku untuk diriku seorang saja

YAA...ALLAH....
Aku hanya ingin menjadi isteri yang di rahmati
Isteri yang di kasihi,isteri yang sholeha,isteri yang senantiasa di hati suami
Amin...Amin...Amin... Yaa ROBBAL'ALAMIN

Sabtu, 03 April 2010

CINTA ABADI


CINTA tidak pernah meminta,ia senantiasa memberi,cinta membawa penderitaan,tetapi tidak pernah berdendam,tak pernah membalas dendam. Dimana ada CINTA Di situ ada kehidupan, mana kala kebencian membawa pada kemusnahan. TUHAN memberi kita dua kaki untuk berjalan,dua tangan untuk memegang,dua telinga untuk mendengar,dan dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa TUHAN hanya menganugrahkan sekeping hati pada kita?Karena TUHAN telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya. Itulah namanya CINTA. CINTA sejati adalah ketika dia mencintai orang lain,dan kamu masih mampu tersenyum,sambil berkata "aku turut bahagia untukmu", jika kita mencintai seseorang, kita akan senantiasa mendoakannya,walaupun dia tidak berada di sisi kita. Jangan sesekali mengucapkan SELAMAT TINGGAL jika kamu masih mau mencoba, jangan sesekali MENYERAH jika kamu masih merasa sanggup,jangan sesekali mengatakan KAMU TIDAK MENCINTAINYA LAGI jika kamu masih tidak dapat melupakan nya. CINTA dapat mengubah pahit menjadi manis,debu beralih emas,keruh menjadi bening,sakit menjadi sembuh,penjara menjadi telaga,derita menjadi nikmat,dan kemarahan menjadi rahmat. jangan mencintai seperti bunga karena bunga mati kala musim berganti. CINTAILAH dia seperti sungai karena sungai mengalir selamanya. CINTA mampu melunakkan besi,menghancurkan batu,membangkitkan yg mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Bukan laut namanya jika tidak berombak,bukan CINTA namanya jika perasaan tidak pernah luka,bukan kekasih namanya jika hatinya tidak pernah merindu dan cemburu. Satu satu nya cara agar kita memperoleh kasih sayang,ialah jangan menuntut agar kita di cintai,tetapi mulailah memberi kasih sayang kepadanya tanpa mengharapkan balasan. I LOVE YOU FOREVER..in my heart

Jumat, 02 April 2010

ALLAH PENGUASA JADWAL KEMATIAN


"Yaa ALLAH,panjangkanlah umur saya..supaya saya masih bisa berbuat baik,dan memenuhi kehidupan dengan hanya kebaikan......
Sampaikan salam kepada kematian YA ALLAH,agar ia tidak menjemput saya,sedang saya dalam keadaan yg tidak siap.
Sampaikan salam saya pada kematian YA ALLAH,kalo boleh memohon,tangguhkan ajal saya,agar saya bisa membahagiakan saudara,ayah dan keluarga saya,dan bisa membebaskan sedikit demi sedikit kesulitan orang lain.
Sampaikan salam saya kepada kematian YA ALLAH,agar ia juga jangan menjemput saya,ketika segala urusan masih menggantung di kaki langit,berikan kemampuan kepada saya,sebelum ajal menjelang.
Kemampuan mengubah kekecewaan menjadi kebahagian,kemampuan mengatasi masalah,dan kemampuan membayar keburukan dengan kebaikan.
ENGKAU maha kuasa YAA ALLAH,sedikitpun saya tiada berkurang keyakinan tentang KUASA-MU.
Kekuasaan-MU tidak pernah bertepi dan tidak pernah mempunyai batas."

BUNDA,BETAPA AGUNG PERANMU


Agama islam sangat memuliakan dan mengagungkan kedudukan kaum perempuan, dengan menyamakan mereka dengan kaum lelaki dalam mayoritas hukum agama islam,dalam kewajiban bertauhid kepada ALLAH SWT.
Sebagaimana islam juga sangat memperhatikan hak2 kaum perempuan,dan mensyariatkan hukum2 yg agung untuk menjaga dan melindungi kaum perempuan.
Tugas dan peran penting wanita yg agung ini terlihat jelas pada kedudukan sebagai pendidik pertama dan utama generasi muda islam.dengan memberikan bimbingan yg baik bagi mereka.

"BUNDA ADALAH SEBUAH MADRASAH (TEMPAT PENDIDIDKAN) YANG JIKA KAMU MENYIAPKAN NYA,BERARTI KAMU MENYIAPKAN (LAHIRNYA) SEBUAH MASYARAKAT YANG BAIK BUDI PEKERTINYA"

Oleh karena itu,tidak salahnya kalau kiranya kita mengatakan bahwa sesungguhnya kebaikan masyarakat,separuh atau bahkan lebih di sandarkan kepada kaum wanita, hal ini di karena kan oleh 2 hal :
1.Jumlah kaum wanita lebih banyak dari kaum laki2.
2.Awal mula tumbuhnya generasi baru adalah dalam asuhan wanita,dan ini semua
menunjukkan kemulian tugas kaum wanita dalam memperbaiki masyarakat.

SMOGA ALLAH SENANTIASA MELIMPAHKAN TAUFIK-NYA KEPADA PARA WANITA MUSLIMAH AGAR MEREKA MENYADARI MULIANYA TUGAS DAN PERAN MEREKA DALAM ISLAM,DAN AGAR MEREKA SENANTIASA BERPEGANG TEGUH DENGAN PETUNJUK-NYA DALAM MENDIDIK GENERASI MUDA ISLAM SERTA DALAM URUSAN2 KEHIDUPAN LAINNYA. AMIN ..