Rabu, 05 Oktober 2011

ISLAM BERBICARA MENGENAI CINTA


Firman Alloh Subhanallohu wa Ta’ala, yang artinya:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri , supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya , dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang .Sesungguhnya pada yang demikian itu benar- benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (QS. Ar Rum: 21)

Ibnu Katsir berkata,"Dia jadikan antara mereka berdua mawaddah yaitu mahabbah dan rahmah yaitu kasih sayang, seorang laki-laki bertahan dengan istrinya karena cinta kepadanya atau karena kasih sayang kepadanya,sebab ia mendapatkan anak lantarannya atau ia membutuhkannya dalam nafkah atau karena kesamaan sifat mereka berdua karena sebab lainnya [Tafsir al-Qur'anil 'Azhim,Tahqiq: Sami Muhammad Salamah,juz 6/309 Dar Thaybah,cet. II Riyadh]


Dari Abu Musa al-Asy'ari رضي الله عنه, ia berkata: Rasulullah صلى الله عليه
وسلم bersabda:

*المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ*

"Seseorang itu bersama orang yang ia cintai." [Muttafaqun alaihi]


Anas berkata :


مَا فَرِحْنَا بِشَيءٍ فَرِحْنَا بِقَولِهِ صلى الله عليه وسلم : " المَرْءُ
مَعَ مَنْ أَحَبَّ. قَالَ: فَأَنَا أَحَبَّ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم،

وَأَبَا بَكَرٍ، وَعُمَرَ، فَأَرْجُوْ أَنْ أَكُوْنَ مَعَهُمْ


"Kami tidak pernah bergembira sebagaimana gembiranya kami dengan sabdanyaصلى الله عليه وسلم : "seseorang itu bersama orang yang ia cintai", Anas

berkata : "Aku mencintai Rasulullah صلى الله عليه وسلم, Abu Bakar dan Umar.Dan aku berharap dapat bersama mereka."  [ HR. al-Bukhori (3485), Muslim (2639), Ahmad (13395), Abd bin Humaid dalam Musnad-nya (1336) dan Ibnu Mandah dalam Kitabul Iman (1/439).]

Definisi Cinta
Untuk mendefinisikan cinta sangatlah sulit, karena tidak bisa dijangkau dengan kalimat dan sulit diraba dengan kata-kata. Ibnul Qayyim mengatakan: “Cinta tidak bisa didefinisikan dengan jelas, bahkan bila didefinisikan tidak menghasilkan (sesuatu) melainkan menambah kabur dan tidak jelas, (berarti) definisinya adalah adanya cinta itu sendiri.” (Madarijus Salikin, 3/9)

Hakikat Cinta
Cinta adalah sebuah amalan hati yang akan terwujud dalam (amalan) lahiriah. Apabila cinta tersebut sesuai dengan apa yang diridhai Allah, maka ia akan menjadi ibadah. Dan sebaliknya, jika tidak sesuai dengan ridha-Nya maka akan menjadi perbuatan maksiat. Berarti jelas bahwa cinta adalah ibadah hati yang bila keliru menempatkannya akan menjatuhkan kita ke dalam sesuatu yang dimurkai Allah yaitu kesyirikan.

Cinta kepada Allah
Cinta yang dibangun karena Allah akan menghasilkan kebaikan yang sangat banyak dan berharga. Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin (3/22) berkata: ”Sebagian salaf mengatakan bahwa suatu kaum telah mengaku cinta kepada Allah lalu Allah menurunkan ayat ujian kepada mereka:

“Katakanlah: jika kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian.” (QS. Ali ‘Imran: 31)
Mereka (sebagian salaf) berkata: “(firman Allah) ‘Niscaya Allah akan mencintai kalian’, ini adalah isyarat tentang bukti kecintaan tersebut dan buah serta faidahnya. Bukti dan tanda (cinta kepada Allah) adalah mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, faidah dan buahnya adalah kecintaan Allah kepada kalian. Jika kalian tidak mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka kecintaan Allah kepada kalian tidak akan terwujud dan akan hilang.”
Bila demikian keadaannya, maka mendasarkan cinta kepada orang lain karena-Nya tentu akan mendapatkan kemuliaan dan nilai di sisi Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu:

“Tiga hal yang barangsiapa ketiganya ada pada dirinya, niscaya dia akan mendapatkan manisnya iman. Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, dan hendaklah dia mencintai seseorang dan tidaklah dia mencintainya melainkan karena Allah, dan hendaklah dia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan dia dari kekufuran itu sebagaimana dia benci untuk dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Al-Bukhari no. 16 dan Muslim no. 43)
Ibnul Qayyim mengatakan bahwa di antara sebab-sebab adanya cinta (kepada Allah) ada sepuluh perkara:

1. Membaca Al Qur’an, menggali, dan memahami makna-maknanya serta apa yang dimaukannya.
2. Mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan sunnah setelah amalan wajib.
3. Terus-menerus berdzikir dalam setiap keadaan.
4. Mengutamakan kecintaan Allah di atas kecintaanmu ketika bergejolaknya nafsu.
5. Hati yang selalu menggali nama-nama dan sifat-sifat Allah, menyaksikan dan mengetahuinya.
6. Menyaksikan kebaikan-kebaikan Allah dan segala nikmat-Nya.
7. Tunduknya hati di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
8. Berkhalwat (menyendiri dalam bermunajat) bersama-Nya ketika Allah turun (ke langit dunia).
9. Duduk bersama orang-orang yang memiliki sifat cinta dan jujur.
10.Menjauhkan segala sebab-sebab yang akan menghalangi hati dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.(Madarijus Salikin, 3/18, dengan ringkas)

Cinta adalah Ibadah
Sebagaimana telah lewat, cinta merupakan salah satu dari ibadah hati yang memiliki kedudukan tinggi dalam agama sebagaimana ibadah-ibadah yang lain. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu.” (QS. Al-Hujurat: 7)

“Dan orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)

“Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (QS. Al-Maidah: 54)
Adapun dalil dari hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah hadits Anas yang telah disebut di atas yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim: “Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya.”

Macam-Macam Cinta
Di antara para ulama ada yang membagi cinta menjadi dua bagian dan ada yang membaginya menjadi empat. Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdulwahhab Al-Yamani dalam kitab Al-Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid (hal. 114) menyatakan bahwa cinta ada empat macam:

Pertama, cinta ibadah.
Yaitu mencintai Allah dan apa-apa yang dicintai-Nya, dengan dalil ayat dan hadits di atas.
Kedua, cinta syirik.
Yaitu mencintai Allah dan juga selain-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'alaberfirman:

“Dan di antara manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi Allah), mereka mencintai tandingan-tandingan tersebut seperti cinta mereka kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)
Ketiga, cinta maksiat.
Yaitu cinta yang akan menyebabkan seseorang melaksanakan apa yang diharamkan Allah dan meninggalkan apa-apa yang diperintahkan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'alaberfirman:

“Dan kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang sangat.” (QS. Al-Fajr: 20)
Keempat, cinta tabiat.
Seperti cinta kepada anak, keluarga, diri, harta dan perkara lain yang dibolehkan. Namun tetap cinta ini sebatas cinta tabiat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

“Ketika mereka (saudara-saudara Yusuf ‘alaihis salam) berkata: ‘Yusuf dan adiknya lebih dicintai oleh bapak kita daripada kita.” (QS. Yusuf: 8)
Jika cinta tabiat ini menyebabkan kita tersibukkan dan lalai dari ketaatan kepada Allah sehingga meninggalkan kewajiban-kewajiban, maka berubahlah menjadi cinta maksiat. Bila cinta tabiat ini menyebabkan kita lebih cinta kepada benda-benda tersebut sehingga sama seperti cinta kita kepada Allah atau bahkan lebih, maka cinta tabiat ini berubah menjadi cinta syirik.

Buah cinta
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: “Ketahuilah bahwa yang menggerakkan hati menuju Allah ada tiga perkara: cinta, takut, dan harapan. Dan yang paling kuat adalah cinta, dan cinta itu sendiri merupakan tujuan karena akan didapatkan di dunia dan di akhirat.” (Majmu’ Fatawa, 1/95)

Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menyatakan: “Dasar tauhid dan ruhnya adalah keikhlasan dalam mewujudkan cinta kepada Allah. Cinta merupakan landasan penyembahan dan peribadatan kepada-Nya, bahkan cinta itu merupakan hakikat ibadah. Tidak akan sempurna tauhid kecuali bila kecintaan seorang hamba kepada Rabbnya juga sempurna.” (Al-Qaulus Sadid, hal. 110)

Ketika Hati Dimabuk Asmara

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (286)
 
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo`a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma`aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir"." [Al Baqarah 286]

Yang tidak sanggup dipikul oleh manusia adalah cinta,Dan Muhammad bin Abdul Wahab berkata dia adalah 'isyq (mabuk kasmaran)  [Tafsir al-Baghawi 1/358]

Dari Abu Said al-Khudri Rodhiallohuanhu telah bersabda Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam :

“Aku tidak melihat orang orang yang kurang akal dan kurang agama yang lebih bias menghilangkan akal laki laki yang teguh daripada salah seorang diantara kalian (para wanita).” (HR. Al Bukhari no 304 dan Muslim no. 80)

Amr bin Al-'Ash radhiyallahu 'anhu pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : "Siapakah orang yang paling engkau cintai?" beliau menjawab: "'Aisyah!" (Muttafaq 'alaih)   

Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, berkata  bahwa salah seorang berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,Wahai Rasulullah,aku mempunyai anak yatim telah dipinang oleh pria kaya dan pria miskin. Kami menginginkan yang kaya sedangkan ia menyukai yang miskin.  Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ نَرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ*

Aku tidak pernah melihat ada dua orang yang saling mengasihi selain melalui jalur pernikahan. [Dishohohkan oleh Syaikh al-Albani di Silsilah no.624]

Rumahku Surgaku
   Barangsiapa yang mengidamkan kebahagiaan rumah tangga, hendaklah ia memperhatikan kisah- kisah 'Aisyah radhiyallah 'anha bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Bagaimana kiat-kiat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membahagiakan 'Aisyah radhiyallahu 'anha. 
         Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha ia berkata: 
"Aku biasa mandi berdua bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dari satu bejana." (HR. Al-Bukhari)


Rasulullah bersabda:

«خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ ِلأَهْلِهِ, وَأَنَا خَيْرُكُمْ ِلأَهْلِيْ»

Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian dalam memperlakukan keluargaku. (HR al-Hakim dan Ibnu Hibban).

Suatu ketika, seorang laki-laki mendatangi Umar radhiyallahu ‘anhu. untuk mengadukan perilaku istrinya. Ia menunggu Umar di depan pintu rumahnya. Tiba-tiba laki-laki tersebut mendengar istri Umar sedang memarahinya dan Umar diam saja tidak menanggapi. Laki-laki itu akhirnya pulang dan berkata dalam hatinya, “Jika keadaan Amirulmukminin seperti itu, lalu bagaimana dengan saya?”

Tidak lama kemudian, Umar keluar dan melihatnya berpaling. Umar memanggil laki-laki tersebut dan bertanya, “Apa keperluanmu?”

“Wahai Amirul Mukminin, sebenarnya saya datang untuk mengadukan sikap dan perbuatan istri saya kepada saya. Namun saya mendengar hal yang sama pada istri anda. Akhirnya, saya pulang dan berkata (dalam hati), 'Jika keadaan Amirulmukminin seperti ini, lalu bagaimana dengan saya?'”

“Wahai Saudaraku! Saya tetap sabar (atas perbuatannya) karena memang itu kewajiban saya. Istri sayalah yang memasakkan makanan untuk saya, membuatkan roti untuk saya, mencucikan pakaian, dan menyusui anak saya, sedang semua itu bukanlah kewajibannya. Di samping itu, hati saya merasa tenang (untuk tidak melakukan perbuatan haram). Oleh karena itulah, saya tetap bersabar atas perbuatannya itu,” jawab Umar.

“Wahai Amirulmukminin, istri saya pun demikian,” kata laki-laki tersebut.

“Karena itu, bersabarlah wahai Saudaraku. Ini hanya sebentar,” kata Umar.

Kisah di atas dinukil dari karya Adz-Dzahabi dalam kitab Al-Kaba'ir dan Al Haitami dalam kitab Az-Zawajir.

Bercengkrama
Dari aisyah radhiallohu'anha, bahwa beliau berkisah :

Pernah sebelas orang wanita duduk berkumpul saling berjanji dan bersepakat untuk tidak menutup-nutupi keadaan suami-suami mereka.

Wanita pertama mengatakan: Suamiku seperti daging unta yang kurus berada di puncak gunung yang sukar didaki, tidak datar sehingga mudah dilalui dan tidak juga gemuk sehingga dapat dipindah-pindahkan.

Wanita kedua mengatakan: Suamiku, aku terpaksa tidak dapat menuturkan mengenai keadaannya karena aku khawatir tidak dapat meninggalkannya. Jika aku menyebutkan sama halnya aku mengungkapkan rahasia aibnya.

Wanita ketiga mengatakan: Suamiku berperawakan tinggi sekali. Jika aku berbicara maka aku akan diceraikannya dan jika aku diam aku pun akan dibiarkannya tanpa dicerai dan dikawinkan (muallaqah).

Wanita keempat mengatakan: Suamiku seperti suasana malam di wilayah Tihamah, tidak panas dan tidak juga terlalu dingin, tidak menakutkan dan tidak juga membosankan.

Wanita kelima mengatakan: Suamiku apabila sudah memasuki rumah, maka dia langsung tertidur nyenyak dan apabila keluar rumah dia seperti seekor singa tanpa menanyakan sesuatu apapun yang bukan termasuk urusannya.

Wanita keenam mengatakan: Suamiku apabila makan, maka ia makan banyak sekali dengan bermacam jenis lauk dan jika minum maka semua sisa minuman akan diteguknya. Dan jika tidur dia akan berselimut tanpa mendekati diriku sehingga ia dapat merasakan nikmatnya kebersamaan.

Wanita ketujuh mengatakan: Suamiku adalah orang yang tidak mengetahui kepentingan dirinya atau lemah syahwat serta tergagap-gagap bicaranya, setiap obat yang diminum tidak dapat menyembuhkan. Di samping itu dia juga orang yang mudah melukai dan memukul.

Wanita kedelapan mengatakan: Suamiku beraroma wangi seperti zarnab dan sentuhannya selembut sentuhan seekor kelinci.

Wanita kesembilan mengatakan: Suamiku adalah seorang terhormat, berpostur tinggi dan sangat dermawan, berumah dekat dengan tempat pertemuan.

Wanita kesepuluh mengatakan: Suamiku adalah seorang pemilik unta yang banyak yang selalu menderum dan jarang sekali bergembala di padang rumput. Unta-unta tersebut jika mendengar suara alat musik kecapi, mereka merasa bahwa sebentar lagi mereka akan disembelih.

Dan wanita yang kesebelas mengatakan: Suamiku bernama Abu Zara`. Tahukah kamu siapakah Abu Zara`? Dialah yang memberiku perhiasan anting-anting dan memberiku makan sehingga aku kelihatan gemuk dan selalu membuatku gembira sehingga aku merasa senang. Dia mendapati diriku dari keluarga tidak mampu yang tinggal di lereng bukit lalu mengajakku tinggal di daerah peternakan kuda dan unta dan dia juga seorang petani. Aku tidak pernah dicela bila berbicara di sisinya dan bila tidur aku dapat tidur dengan nyenyak sampai pagi. Dan bila minum aku dapat minum sampai puas.

Lalu Ummu Abu Zara`, tahukah kamu siapakah Ummu Abu Zara`? Dia memiliki kantong-kantong bahan makanan yang besar-besar dan rumahnya sangat luas. Ibnu Abu Zara`, tahukah kamu siapakah Ibnu Abu Zara`? Dia memiliki tempat tidur laksana pedang yang dicabut dari sarungnya. Dia sudah merasa kenyang dengan hanya memakan sebelah kaki seekor anak kambing.

Putri Abu Zara`, tahukah kamu siapakah putri Abu Zara` itu? Ia adalah seorang yang amat patuh terhadap kedua orang tuanya. Tubuhnya gemuk dan suka menimbulkan rasa iri tetangganya. Budak perempuan Abu Zara`, tahukah kamu siapakah budak perempuan Abu Zara`? Ia tidak pernah menyebarkan rahasia pembicaraan kami dan tidak menyia-nyiakan persediaan makanan kami serta tidak pernah mengotori rumah kami seperti sarang burung. 

Ia (sang istri) melanjutkan: Suatu hari Abu Zara` keluar dengan membawa bejana-bejana susu yang akan dijadikan mentega lalu bertemu dengan seorang wanita bersama kedua anaknya yang seperti dua ekor anak singa bermain dengan dua buah delima di bawah pinggang ibunya. Setelah itu aku diceraikannya demi untuk menikahi wanita tersebut. Lalu aku menikah lagi dengan seorang lelaki terhormat serta dermawan. 

Ia menunggangi seekor kuda yang sangat cepat larinya sambil membawa sebatang tombak dan memperlihatkan kepadaku kandang ternak yang penuh dengan unta, sapi dan kambing serta memberikanku sepasang dari setiap jenis binatang ternak tersebut. Dia berkata: Makanlah wahai Ummu Zara` dan bawalah untuk keluargamu. Kalau kukumpulkan semua pemberiannya pasti tidak akan mencapai harga tempat minum paling kecil milik Abu Zarra`.

Aisyah berkata: Rasulullah saw. bersabda kepadaku: Aku terhadapmu adalah seperti Abu Zara` terhadap Ummu Zara`. (Shahih Muslim No.4481).

Rasulullah Menyeka air mata istrinya
 "Suatu hari istri beliau,Shafiyyah ikut Rasulullah dalam sebuah safar,kebetulan hari tersebut jatah harinya,kebetulan ia tertinggal,lalu Rasulullah menyambutnya ia dalam keadaan menangis,ia berkata, "Engkauberikan aku unta yang lambat jalannya,' sehingga Rasulullah menyrka air matanya dengan kedua tangannya dan mendiamkannya." (HR.An Nasaa'i no.9162)

Rasulullah bersandar didada istrinya
Dari Manshur bin Shafiyah bahwa Ibunya diceritakan oleh 'Aisyah,bahwa Rasulullah bersandar dipangkuanku sedangkan aku Haidh,lalu ia membaca al-Qur'an. (HR.al-Bukhori no.288 dan Muslim no.454)


Dari 'Aisyah Radhiyallahu 'anha, dia berkata :
 "Abdurrahman bin Abu Bakar Radhiyallahu 'anhuma menjenguk Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam, ketika itu aku sedang menyandarkan beliau ke dadaku. Saat itu Abdurrahman membawa siwakbasah untuk bersiwak. Kemudian Rasulullah e menatapnya dengan serius, maka aku mengambilsiwak itu lalu aku menggigitnya dengan ujung gigiku dan melumurinya dengan wewangian. Kemudian aku memberikannya kepada Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam , lalu beliau bersiwak dengannya. Aku tidak pernah melihat Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam bersiwak sebaik itu sebelumnya. Setelah selesai, beliau mengangkat tangannya atau jarinya, kemudian berkata : "Bersama Rafiqul A'la (yaitu para Rasul)" tiga kali, lalu beliau wafat".
          'Aisyah Radhiyallahu 'anha pernah berkata : "Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam wafat diantara perut dan daguku"
          Dalam satu riwayat :
Aku melihat Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam menatapnya. Dan aku tahu, beliau menyukai siwak. Maka aku katakan kepada beliau : "(Bagaimana jika) aku ambilkan untuk anda ? Kemudian mengisyaratkan dengan (anggukan) kepala : Ya".

(Ini adalah lafazh Al Bukhari. Muslim meriwayatkan yang serupa dengannya.)

Namun tatkala pesan-pesan yang tersampaikan kepada istri atau kepada suami ialah pesan-pesan isyarat bukti cinta, bahwa Anda telah membela dan menutupi aibnya di hadapan orang lain, maka jadilah isyarat ini sebagai buhul cinta. Sebab sama saja artinya Anda telah mengatakan kepada istri atau suami Anda, “Aku mencintaimu, maka aku pun melindungimu.” Barokallohu fiikum

oleh ustadz armen halim
Sumber: Majalah asy-Syariah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar