Sabtu, 26 Februari 2011

DOA MEMPERBAIKI URUSAN AGAMA DAN AMPUNAN DUNIA


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Kita masih melanjutkan pembahasan do'a yang singkat namun penuh makna. Do'a ini kami bawakan dari kitab Riyadhus Sholihin - An Nawawi, pada Bab Ad Da'awaat (Doa-doa). Semoga sajian do'a berikut bermanfaat.
Do’a Memperbaiki Urusan Agama dan Dunia
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِى دِينِىَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِى وَأَصْلِحْ لِى دُنْيَاىَ الَّتِى فِيهَا مَعَاشِى وَأَصْلِحْ لِى آخِرَتِى الَّتِى فِيهَا مَعَادِى وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِى فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِى مِنْ كُلِّ شَرٍّ
Alloohumma ashlih lii diiniilladzii huwa 'ishmatu amrii, wa ashlih lii dun-yaayallatii fiihaa ma'aasyii, wa ash-lih lii aakhirotiillatii fiihaa ma’aadii, waj'alil hayaata ziyaadatan lii fii kulli khoirin, waj'alil mauta roohatan lii min kulli syarrin” [Ya Allah ya Tuhanku, perbaikilah bagiku agamaku sebagai benteng urusanku; perbaikilah bagiku duniaku yang menjadi tempat kehidupanku; perbaikilah bagiku akhiratku yang menjadi tempat kembaliku! Jadikanlah ya Allah kehidupan ini mempunyai nilai tambah bagiku dalam segala kebaikan dan jadikanlah kematianku sebagai kebebasanku dari segala kejahatan!]
Dari Abu Hurairah dia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِى دِينِىَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِى وَأَصْلِحْ لِى دُنْيَاىَ الَّتِى فِيهَا مَعَاشِى وَأَصْلِحْ لِى آخِرَتِى الَّتِى فِيهَا مَعَادِى وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِى فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِى مِنْ كُلِّ شَرٍّ »
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berdoa sebagai berikut: "Alloohumma ashlih lii diiniilladzii huwa 'ishmatu amrii, wa ashlih lii dun-yaayallatii fiihaa ma'aasyii, wa ash-lih lii aakhirotiillatii fiihaa ma’aadii, waj'alil hayaata ziyaadatan lii fii kulli khoirin, waj'alil mauta roohatan lii min kulli syarrin" [Ya Allah ya Tuhanku, perbaikilah bagiku agamaku sebagai benteng (ishmah) urusanku; perbaikilah bagiku duniaku yang menjadi tempat kehidupanku; perbaikilah bagiku akhiratku yang menjadi tempat kembaliku! Jadikanlah ya Allah kehidupan ini mempunyai nilai tambah bagiku dalam segala kebaikan dan jadikanlah kematianku sebagai kebebasanku dari segala kejahatan!] (HR. Muslim no. 2720). An Nawawi membawakan hadits ini dalam bab “Berlindung dari sesuatu yang telah diamalkan dan apa-apa yang belum diamalkan”.
Faedah hadits:
  1. Islam adalah benteng yang melindungi seseorang agar tidak terjerumus dalam kesalahan dan ketergelinciran serta menjaga dari kesesatan dan sekedar mengikuti hawa nafsu.
  2. Seorang muslim beramal untuk dunianya seaka-akan ia hidup selamanya dan dia beramal untuk akhiratnya seakan-akan ia akan mati besok.
  3. Seharusnya umur panjang seorang muslim dijadikan sebagaimana sarana untuk menambah amalan kebaikan dan ketaatan.
  4. Kematian adalah kebebasan dari segala kejelekan. Maksudnya, boleh jadi seseorang di dunia hidup lama, namun hanya kerusakan yang ia perbuat. Oleh karenanya, kematian itulah yang menyebabkan ia terbebas dari banyak kejelekan.
  5. Karena hidup yang sementara dan kematian yang pasti datang, maka hendaklah setiap hamba memperbaiki ibadahnya dan mengokohkan amalannya, bertawakkal dan selalu meminta tolong pada Allah.
Sebagai renungan!
Dari Abu Bakroh, ia berkata,
أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ « مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ ». قَالَ فَأَىُّ النَّاسِ شَرٌّ قَالَ « مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ
Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa manusia yang baik?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya dan baik amalnya.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa manusia yang jelek?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya namun jelek amalnya” (HR. Tirmidzi no. 2330 dan Ad Darimi no. 2742, shahih lighoirihi)
Semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat dan bisa diamalkan oleh kaum muslimin sekalian.

DOA AGAR DI TEGUHKAN HATI DALAM KETAATAN


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Pada kesempatan kali ini kita masih melanjutkan macam-macam do’a yang singkat namun penuh makna yang dibawakan oleh Imam An Nawawirahimahullah dalam kitab beliau Riyadhus Sholihin. Semoga bermanfaat.
Do’a Agar Diteguhkan Hati dalam Ketaatan
اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
Allahumma mushorrifal quluub shorrif  quluubanaa ‘ala tho’atik” [Ya Allah, Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu!]
Dari 'Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash berkata bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
"Sesungguhnya hati semua manusia itu berada di antara dua jari dari sekian jari Allah Yang Maha Pemurah. Allah Subhanahhu wa Ta'ala akan memalingkan hati manusia menurut kehendak-Nya." Setelah itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdoa; “Allahumma mushorrifal quluub shorrif  quluubanaa ‘ala tho’atik” [Ya Allah, Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu!] (HR. Muslim no. 2654). An Nawawi membawakan hadits ini dalam bab, “Allah membolak-balikkan hati sekehendak-Nya.”
Faedah hadits:
  1. Hati manusia berada di antara dua jari dari sekian jari Allah yang Maha Pemurah. Allah memalingkan hati manusia tersebut  sesuai kehendak-Nya.
  2. Jika sudah mengetahui demikian, maka hendaklah setiap hamba rajin memohon pada Allah agar diberi hidayah dan keistiqomahan serta agar tidak menjauh dari jalan yang lurus.
  3. Jika seorang hamba bergantung dan bersandar pada dirinya sendiri, tentu ia akan binasa.
  4. Hendaknya hamba menyerahkan segala usahanya kepada Allah Ta’ala dan janganlah ia berpaling dari-Nya walaupun sekejap mata.
  5. Hendaklah setiap hamba memohon kepada Allah agar terus menerus diteguhkan hati  dalam ketaatan dan tidak sampai terjerumus dalam maksiat atau kesesatan.
  6. Di sini dikhususkan hati karena jika hati itu baik, maka seluruh anggota badan lainnya juga ikut baik.
Semoga do'a bisa kita amalkan. Semoga yang singkat ini bermanfaat

AL QUR'AN :: DA'WAH ONLINE

AL QUR'AN :: DA'WAH ONLINE

Kamis, 24 Februari 2011

MEMBERI ZAKAT KEPADA KERABAT

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Sebelumnya kita telah membahas delapan golongan yang berhak menerima zakat. Jika di antara kerabat ada yang termasuk orang yang berhak menerima zakat (misal fakir dan miskin), apakah kerabatnya bisa memberikan ia zakat? Berikut penjelasan selengkapnya.

Suami Memberi Zakat kepada Istrinya

Hal ini tidak dibolehkan berdasarkan ijma’ ulama (kesepakatan para ulama). Mayoritas ulama memberi alasan bahwa nafkah suami itu wajib bagi istri. Sehingga jika suami memberi pada istri, itu sama saja ia memberi pada dirinya sendiri.[1]

Istri Memberi Zakat kepada Suaminya

Mengenai hal ini terdapat perselisihan di antara para ulama. Pendapat yang tepat, istri boleh memberikan zakat untuk suami. Di antara dalilnya adalah hadits berikut:

ثُمَّ انْصَرَفَ فَلَمَّا صَارَ إِلَى مَنْزِلِهِ جَاءَتْ زَيْنَبُ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ تَسْتَأْذِنُ عَلَيْهِ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ زَيْنَبُ فَقَالَ « أَىُّ الزَّيَانِبِ » . فَقِيلَ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ . قَالَ « نَعَمِ ائْذَنُوا لَهَا » . فَأُذِنَ لَهَا قَالَتْ يَا نَبِىَّ اللَّهِ إِنَّكَ أَمَرْتَ الْيَوْمَ بِالصَّدَقَةِ ، وَكَانَ عِنْدِى حُلِىٌّ لِى ، فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِ ، فَزَعَمَ ابْنُ مَسْعُودٍ أَنَّهُ وَوَلَدَهُ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَلَيْهِمْ . فَقَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « صَدَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ ، زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيْهِمْ »

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai berkhutbah, sesampainya Beliau di tempat tinggalnya, datanglah Zainab, isteri Ibu Mas'ud meminta izin kepada beliau, lalu dikatakan kepada beliau, "Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ini adalah Zainab". Beliau bertanya, "Zainab siapa?". Dikatakan, "Zainab isteri dari Ibnu Mas'ud". Beliau berkata, "Oh ya, persilakanlah dia". Maka dia diizinkan kemudian berkata, "Wahai Nabi Allah, sungguh anda hari ini sudah memerintahkan shadaqah (zakat) sedangkan aku memiliki emas yang aku berkendak menzakatkannya namun Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa dia dan anaknya lebih berhak terhadap apa yang akan aku sedekahkan ini dibandingkan mereka (mustahiq).“ Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ibnu Mas'ud benar, suamimu dan anak-anakmu lebih barhak kamu berikan shadaqah daripada mereka".[2]

Alasan lainnya, istri tidak punya kewajiban memberi nafkah pada suami. Maka tidak mengapa memberi zakat kepada suami seakan-akan ia orang lain.[3]

Memberi Zakat kepada Orang Tua dan Anak

Menyerahkan zakat kepada orang tua atau kepada anak yang tidak lagi ditanggung nafkahnya, jika mereka termasuk orang yang terlilit utang, budak mukatab (budak yang ingin merdeka dan perlu tebusan) atau ingin berperang di jalan Allah, maka itu dibolehkan berdasakan pendapat yang paling kuat.[4]

Sedangkan jika orang tua dan anak tadi itu miskin dan ia tidak bertanggung jawab sama sekali dalam memberi nafkah pada mereka, diperbolehkan juga memberi zakat kepada mereka berdasarkan pendapat yang lebih kuat dan ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Jadi hal di atas dibolehkan jika mereka yang diberi zakat itu miskin dan orang yang memberi zakat tidak mengambil manfaat sama sekali dari zakat yang telah ia serahkan.[5]

Memberi Zakat kepada Kerabat

Boleh menyerahkan zakat kepada kerabat jika memang mereka betul-betul orang yang berhak menerima zakat yaitu termasuk delapan golongan sebagaimana yang telah dijelaskan. Bahkan kerabat lebih berhak mendapatkan zakat dari yang lainnya. Karena di situ ada pahala sedekah (zakat) sekaligus pahala menjalin hubungan kekerabatan (silaturahmi).

Dari Salman bin ‘Amir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ

“Sesungguhnya sedekah kepada orang miskin pahalanya satu sedekah, sedangkan sedekah kepada kerabat pahalanya dua; pahala sedekah dan pahala menjalin hubungan kekerabatan.”[6]


Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Diselesaikan di Panggang-GK, 24 Sya’ban 1431 H (05/08/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

***

[1] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/8268, index “zakat”, point 178.

[2] HR. Bukhari no. 1462.

[3] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, Al Maktabah At Taufiqiyah, 2/75-76.

[4] Majmu’ Al Fatawa, 25/90-92.

[5] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/75.

[6] HR. An Nasai no. 2582, At Tirmidzi no. 658, Ibnu Majah no. 1844. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.


Posted by : http://www.rumaysho.com/hukum-islam/

HUKUM WANITA MENGENAKAN PARHUM


Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah ditanya oleh seorang wanita:
Bolehkah aku shalat dalam keadaan memakai parfum? Jazakumullah khoiron.

Jawaban Syaikh rahimahullah:
Na’am. Shalat dalam keadaan memakai parfum itu dibolehkan, bahkan dibolehkan bagi laki-laki dan perempuan yang beriman. Akan tetapi wanita hanya boleh menggunakan parfum ketika berada di rumah di sisi suaminya. Dan tidak boleh seorang wanita menggunakan parfum ketika ia keluar ke pasar atau ke masjid. Adapun bagi laki-laki, ia dibolehkan untuk mengenakan parfum ketika berada di rumah, ketika ke pasar, atau ke masjid. Bahkan mengenakan parfum bagi pria termasuk sunnah para Rasul.
Apabila seorang wanita shalat di rumahnya dalam keadaan memakai berbagai wangian …. , maka itu baik. Seperti itu tidaklah mengapa bahkan dianjurkan mengenakannya. Akan tetapi, ketika wanita tersebut keluar rumah, maka ia tidak boleh keluar dalam keadaan mengenakan parfum yang orang-orang dapat mencium baunya. Janganlah seorang wanita keluar ke pasar atau ke masjid dalam keadaan mengenakan parfum semacam itu. Hal ini dikarenakan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarangnya.
[Fatawa Nur ‘alad Darb, 7/291, cetakan Ar Riasah Al ‘Ammah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, Riyadh-KSA, cetakan pertama, thn 1429 H]
***
Yang dimaksudkan hadits larangan tersebut adalah sebagai berikut:
Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Dari Yahya bin Ja’dah, “Di masa pemerintahan Umar bin Khatab ada seorang perempuan yang keluar rumah dengan memakai wewangian. Di tengah jalan, Umar mencium bau harum dari perempuan tersebut maka Umar pun memukulinya dengan tongkat. Setelah itu beliau berkata,
تخرجن متطيبات فيجد الرجال ريحكن وإنما قلوب الرجال عند أنوفهم اخرجن تفلات
Kalian, para perempuan keluar rumah dengan memakai wewangian sehingga para laki-laki mencium bau harum kalian?! Sesungguhnya hati laki-laki itu ditentukan oleh bau yang dicium oleh hidungnya. Keluarlah kalian dari rumah dengan tidak memakai wewangian”. (HR. Abdurrazaq dalam al Mushannaf no 8107)
Dari Ibrahim, Umar (bin Khatab) memeriksa shaf shalat jamaah perempuan lalu beliau mencium bau harum dari kepala seorang perempuan. Beliau lantas berkata,
لو أعلم أيتكن هي لفعلت ولفعلت لتطيب إحداكن لزوجها فإذا خرجت لبست أطمار وليدتها
Seandainya aku tahu siapa di antara kalian yang memakai wewangian niscaya aku akan melakukan tindakan demikian dan demikian. Hendaklah kalian memakai wewangian untuk suaminya. Jika keluar rumah hendaknya memakai kain jelek yang biasa dipakai oleh budak perempuan”. Ibrahim mengatakan, “Aku mendapatkan kabar bahwa perempuan yang memakai wewangian itu sampai ngompol karena takut (dengan Umar)”. (HR. Abdur Razaq no 8118)
Semoga bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.
Riyadh-KSA, 7th Safar 1432 H, 11/01/2011

Senin, 21 Februari 2011

KETAHUILAH DUNIA ITU DI LAKNAT


Dunia pada dasarnya bukanlah sesuatu yang harus dijauhi. Namun dunia bisa menjadi penghalang untuk bisa sampai kepada Allah. Harta pada dasarnya bukanlah sesuatu yang di benci. Namun, harta itu tercela jika dia melalaikan dari mengingat Allah. Betapa banyak kaum muslimin yang tertipu dengan gemerlap dunia sehingga lupa akan tujuan penciptaannya. Ironisnya mereka tidak menyadari hal tersebut dan ketika dirinya ditanya, “Apakah yang engkau inginkan, dunia ataukah akhirat?” Serentak dirinya menjawab, “Saya menginginkan akhirat!” Padahal keadaan dirinya menjadi saksi atas kedustaan ucapannya tersebut.
Kesenangan Dunia, Fitnah Bagi Umat Ini
Cinta terhadap keindahan dan kenikmatan dunia adalah sesuatu yang menjadi ciri khas makhluk Allah yang bernama manusia. Allah berfirman:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran: 14)
Demikianlah watak asli manusia, sehingga tidak ayal lagi hal itulah yang banyak menjerumuskan manusia sehingga hatinya terkait dengan dunia padahal tidak dipungkiri lagi keterkaitan hati dengan dunia merupakan fitnah sekaligus musibah yang menimpa umat ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
{ إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ }
“Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah, dan fitnah bagi umatku adalah harta.” (HR. Tirmidzi dalam Silsilah Ash Shohihah, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih)
Maka sungguh mengherankan tatkala seseorang yang seharusnya beramal untuk mencapai surga yang luasnya bagaikan langit dan bumi, justru tenggelam dalam fitnah dunia dan harta. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat khawatir bila pintu-pintu kesenangan duniawi telah dibukakan bagi umat ini karena hal itulah yang menyebabkan mereka berpaling dari agama. Wallahul musta’an.
Dunia Itu Terlaknat!
Kaum muslimin, mari bersama kita renungkan hadits berikut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
{ إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ }
“Dunia itu terlaknat dan segala yang terkandung di dalamnya pun terlaknat, kecuali orang yang berdzikir kepada Allah, yang melakukan ketaatan kepada-Nya, seorang ‘alim atau penuntut ilmu syar’i.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah. Dalam Shohihul Jami’, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)
Perlu kiranya kita merenungkan hadits ini dengan seksama, di golongan manakah diri kita berada, apakah kita termasuk golongan yang mendapat rahmat dan terjauh dari laknat ataukah sebaliknya diri kita justru termasuk orang-orang yang mendapat laknat, menjadi budak dunia dikarenakan sebagian besar aktivitas kita atau bahkan seluruhnya hanya bertujuan untuk meraih kenikmatan dunia yang fana ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencela orang-orang yang tunduk pada dunia dan semata-mata tujuannya adalah mencari dunia dalam sabda beliau:
تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيصَةِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْلَةِ
“Celakalah budak dinar (uang emas), celakalah budak dirham (uang perak), celakalah budak khamishah (pakaian yang cantik) dan celakalah budak khamilah (ranjang yang empuk).” (HR. Bukhari)
Inilah celaan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang kesehariannya menjadi budak harta dan berbagai kesenangan dunia. Renungkanlah dengan penuh kejujuran dan jawablah di golongan manakah diri kita berada? Apakah kita termasuk orang yang menjadi budak dunia ataukah orang yang tujuan hidupnya adalah beribadah kepada Allah? Renungkanlah sekali lagi hal ini!
Kaitkanlah Hatimu Dengan Akhirat
Saudaraku, jangan jadikan hatimu terkait dengan dunia, jangan sampai dunia masuk ke dalam hatimu dan bercokol di dalamnya, teladanilah generasi terbaik umat ini, mereka menggenggam dunia, namun cukup sampai di situ dan tidak merasuk ke dalam hati. Maka jadilah mereka generasi yang mencurahkan segenap jiwa raganya untuk kehidupan akhirat, dunia sebatas di genggaman mereka sehingga mudah dilepaskan, mudah untuk diinfakkan di jalan Allah. Adapun kita wahai kaum muslimin, aina nahnu min haaulaai (di manakah kedudukan kita jika dibandingkan mereka)? Di mana?! Tentu sangat jauh dari mereka!
Oleh karena itu wajib bagi diriku dan dirimu untuk merenungi sekali lagi bahkan senantiasa merenungi apakah tujuan kita diciptakan di dunia ini. Sangat mengherankan jika seorang muslim telah mengetahui tujuan penciptaannya kemudian lalai dari hal tersebut, bukankah inilah puncak kedunguan?! Sekali lagi, mari kita senantiasa mengaitkan amalan kita dengan akhirat, jika anda seorang yang mempelajari ilmu dunia, maka niatkanlah untuk akhirat, niatkanlah bahwa dirimu dengan ilmu tersebut akan membantu kebangkitan kaum muslimin. Jika anda seorang pengajar, dosen atau semisalnya, maka niatkanlah aktivitas mengajar anda untuk akhirat dan kebangkitan kaum muslimin, demikian juga seluruh profesi, maka niatkanlah untuk akhirat.
Namun apabila niat anda justru sebaliknya, anda belajar, mengajarkan ilmu dunia, berbisnis dan melakukan aktivitas dunia lainnya hanya sekedar untuk mendapatkan dunia, maka anda telah merugi karena telah melewatkan keuntungan yang amat banyak dan janganlah anda mencela kecuali diri anda sendiri.
اَللّهُمَّ لاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِي دِيْنِنَا وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا
“Ya Allah, janganlah engkau jadikan musibah dalam urusan agama kami, dan jangan pula engkau jadikan dunia ini adalah tujuan terbesar dan puncak dari ilmu kami.”
Amin Ya Sami’ad Da’awatAlhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat, allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

web site islami