Rabu, 04 Agustus 2010

KIAT TETAP ISTIQOMAH (SERI 2)

Berikut adalah lanjutan dari pembahasan "Kiat Agar Tetap Istiqomah". Kami harap para pembaca dapat membaca dan memahami posting pertama dari tulisan ini agar mendapatkan pembahasan yang utuh.
Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada kita agar terus istiqomah.
Kiat agar tetap istiqomah selanjutnya adalah ....
Keempat: Membaca kisah-kisah orang sholih sehingga bisa dijadikan uswah (teladan) dalam istiqomah.
Dalam Al Qur'an banyak diceritakan kisah-kisah para nabi, rasul, dan orang-orang yang beriman yang terdahulu. Kisah-kisah ini Allah jadikan untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengambil teladan dari kisah-kisah tersebut ketika menghadapi permusuhan orang-orang kafir. Allah Ta’ala berfirman,
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
"Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman." (QS. Hud: 11)

Contohnya kita bisa mengambil kisah istiqomahnya Nabi Ibrahim.
قَالُوا حَرِّقُوهُ وَانْصُرُوا آَلِهَتَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ (68) قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ (69) وَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الْأَخْسَرِينَ (70)

“Mereka berkata: "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak". Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim". mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi.” (QS. Al Anbiya’: 68-70)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
آخِرَ قَوْلِ إِبْرَاهِيمَ حِينَ أُلْقِىَ فِى النَّارِ حَسْبِىَ اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

“Akhir perkataan Ibrahim ketika dilemparkan dalam kobaran api adalah “hasbiyallahu wa ni’mal wakil” (Cukuplah Allah sebagai penolong dan sebaik-baik tempat bersandar).”19 Lihatlah bagaimana keteguhan Nabi Ibrahim dalam menghadapi ujian tersebut? Beliau menyandarkan semua urusannya pada Allah, sehingga ia pun selamat. Begitu pula kita ketika hendak istiqomah, juga sudah seharusnya melakukan sebagaimana yang Nabi Ibrahim contohkan. Ini satu pelajaran penting dari kisah seorang Nabi.

Begitu pula kita dapat mengambil pelajaran dari kisah Nabi Musa ‘alaihis salam dalam firman Allah,
فَلَمَّا تَرَاءَى الْجَمْعَانِ قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا لَمُدْرَكُونَ, قَالَ كَلا إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ

“Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul". Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku".” (QS. Asy Syu’aro: 61-62). Lihatlah bagaimana keteguhan Nabi Musa ‘alaihis salam ketika berada dalam kondisi sempit? Dia begitu yakin dengan pertolongan Allah yang begitu dekat. Inilah yang bisa kita contoh.

Oleh karena itu, para salaf sangat senang sekali mempelajari kisah-kisah orang sholih agar bisa diambil teladan sebagaimana mereka katakan berikut ini.

Basyr bin Al Harits Al Hafi mengatakan,
أَنَّ أَقْوَامًا مَوْتَى تَحْيَا القُلُوْبَ بِذِكْرِهِمْ وَأَنَّ أَقْوَامًا أَحْيَاءَ تَعْمَى الأَبْصَارَ بِالنَّظَرِ إِلَيْهِمْ

“Betapa banyak manusia yang telah mati (yaitu orang-orang yang sholih, pen) membuat hati menjadi hidup karena mengingat mereka. Namun sebaliknya, ada manusia yang masih hidup (yaitu orang-orang fasik, pen) membuat hati ini mati karena melihat mereka.”20 Itulah orang-orang sholih yang jika dipelajari jalan hidupnya akan membuat hati semakin hidup, walaupun mereka sudah tidak ada lagi di tengah-tengah kita. Namun berbeda halnya jika yang dipelajari adalah kisah-kisah para artis, yang menjadi public figure. Walaupun mereka hidup, bukan malah membuat hati semakin hidup. Mengetahui kisah-kisah mereka mati membuat kita semakin tamak pada dunia dan gila harta. Wallahul muwaffiq.

Imam Abu Hanifah juga lebih senang mempelajari kisah-kisah para ulama dibanding menguasai bab fiqih. Beliau rahimahullah mengatakan,
الْحِكَايَاتُ عَنْ الْعُلَمَاءِ وَمُجَالَسَتِهِمْ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ كَثِيرٍ مِنْ الْفِقْهِ لِأَنَّهَا آدَابُ الْقَوْمِ وَأَخْلَاقُهُمْ

“Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai daripada menguasai beberapa bab fiqih. Karena dalam kisah mereka diajarkan berbagai adab dan akhlaq luhur mereka.”21

Begitu pula yang dilakukan oleh Ibnul Mubarok yang memiliki nasehat-nasehat yang menyentuh qolbu. Sampai-sampai ‘Abdurrahman bin Mahdi mengatakan mengenai Ibnul Mubarok, “Kedua mataku ini tidak pernah melihat pemberi nasehat yang paling bagus dari umat ini kecuali Ibnul Mubarok.”22
Nu’aim bin Hammad mengatakan, “Ibnul Mubarok biasa duduk-duduk sendirian di rumahnya. Kemudian ada yang menanyakan pada beliau, “Apakah engkau tidak kesepian?” Ibnul Mubarok menjawab, “Bagaimana mungkin aku kesepian, sedangkan aku selalu bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” 23 Maksudnya, Ibnul Mubarok tidak pernah merasa kesepian karena sibuk mempelajari jalan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Itulah pentingnya merenungkan kisah-kisah orang sholih. Hati pun tidak pernah kesepian dan gundah gulana, serta hati akan terus kokoh.



Kelima: Memperbanyak do’a pada Allah agar diberi keistiqomahan.

Di antara sifat orang beriman adalah selalu memohon dan berdo’a kepada Allah agar diberi keteguhan di atas kebenaran. Dalam Al Qur'an Allah Ta’ala memuji orang-orang yang beriman yang selalu berdo'a kepada-Nya untuk meminta keteguhan iman ketika menghadapi ujian. Allah Ta’ala berfirman,
وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ (146) وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلَّا أَنْ قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (147) فَآَتَاهُمُ اللَّهُ ثَوَابَ الدُّنْيَا وَحُسْنَ ثَوَابِ الْآَخِرَةِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (148

"Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang sabar. Tidak ada do'a mereka selain ucapan: 'Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir'. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan" (QS. Ali 'Imran: 146-148).

Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

"Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, dan teguhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir" (QS. Al Baqarah: 250)

Do’a lain agar mendapatkan keteguhan dan ketegaran di atas jalan yang lurus adalah,
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

“Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imron: 8)

Do’a yang paling sering Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam panjatkan adalah,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

“Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”

Ummu Salamah pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kenapa do’a tersebut yang sering beliau baca. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menjawab,
يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ

“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.”24
Dalam riwayat lain dikatakan,
إِنَّ الْقُلُوبَ بِيَدِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُقَلِّبُهَا

“Sesungguhnya hati berada di tangan Allah ‘azza wa jalla, Allah yang membolak-balikkannya.”25



Keenam: Bergaul dengan orang-orang sholih.

Allah menyatakan dalam Al Qur'an bahwa salah satu sebab utama yang membantu menguatkan iman para shahabat Nabi adalah keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah mereka. Allah Ta’ala berfirman,
وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ آَيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

"Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rasul-Nyapun berada ditengah-tengah kalian? Dan barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (QS. Ali 'Imran: 101).
Allah juga memerintahkan agar selalu bersama dengan orang-orang yang baik. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(jujur)." (QS. At Taubah: 119).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati kita.
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” 26

Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Hadits ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”27

Para ulama pun memiliki nasehat agar kita selalu dekat dengan orang sholih.
Al Fudhail bin ‘Iyadh berkata,
نَظْرُ المُؤْمِنِ إِلَى المُؤْمِنِ يَجْلُو القَلْبَ

“Pandangan seorang mukmin kepada mukmin yang lain akan mengilapkan hati.”28 Maksud beliau adalah dengan hanya memandang orang sholih, hati seseorang bisa kembali tegar. Oleh karenanya, jika orang-orang sholih dahulu kurang semangat dan tidak tegar dalam ibadah, mereka pun mendatangi orang-orang sholih lainnya.
‘Abdullah bin Al Mubarok mengatakan, “Jika kami memandang Fudhail bin ‘Iyadh, kami akan semakin sedih dan merasa diri penuh kekurangan.”
Ja’far bin Sulaiman mengatakan, “Jika hati ini ternoda, maka kami segera pergi menuju Muhammad bin Waasi’.”29
Ibnul Qayyim mengisahkan, “Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan gundah gulana atau muncul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk atau ketika kami merasakan sempit dalam menjalani hidup, kami segera mendatangi Ibnu Taimiyah untuk meminta nasehat. Maka dengan hanya memandang wajah beliau dan mendengarkan nasehat beliau serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang”.30
Itulah pentingnya bergaul dengan orang-orang yang sholih. Oleh karena itu, sangat penting sekali mencari lingkungan yang baik dan mencari sahabat atau teman dekat yang semangat dalam menjalankan agama sehingga kita pun bisa tertular aroma kebaikannya. Jika lingkungan atau teman kita adalah baik, maka ketika kita keliru, ada yang selalu menasehati dan menyemangati kepada kebaikan.

Kalau dalam masalah persahabatan yang tidak bertemu setiap saat, kita dituntunkan untuk mencari teman yang baik, apalagi dengan mencari pendamping hidup yaitu suami atau istri. Pasangan suami istri tentu saja akan menjalani hubungan bukan hanya sesaat. Bahkan suami atau istri akan menjadi teman ketika tidur. Sudah sepantasnya, kita berusaha mencari pasangan yang sholih atau sholihah. Kiat ini juga akan membuat kita semakin teguh dalam menjalani agama.

Demikian beberapa kiat mengenai istiqomah. Semoga Allah senantiasa meneguhkan kita di atas ajaran agama yang hanif (lurus) ini. Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati kami di atas agama-Mu.

Selasa, 03 Agustus 2010

KIAT TETAP ISTIQOMAH (SERI 1)


istiqomah 1
Seorang sahabat kami tercinta, dulunya adalah orang yang menuntun kami untuk mengenal ajaran islam yang haq (yang benar). Awalnya, ia begitu gigih menjalankan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia pun selalu memberikan wejangan dan memberikan beberapa bacaan tentang Islam kepada kami. Namun beberapa tahun kemudian, kami melihatnya begitu berubah. Ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sebenarnya adalah suatu yang wajib bagi seorang pria, lambat laun menjadi pudar dari dirinya. Ajaran tersebut tertanggal satu demi satu. Dan setelah lepas dari dunia kampus, kabarnya pun sudah semakin tidak jelas. Kami hanya berdo’a semoga sahabat kami ini diberi petunjuk oleh Allah.


Berlatar belakang inilah, kami menyusun risalah ini. Dengan tujuan agar kaum muslimin yang telah mengenal agama Islam yang hanif ini dan telah mengenal lebih mendalam ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa mengetahui bagaimanakah kiat agar tetap istiqomah dalam beragama, mengikuti ajaran Nabi dan agar bisa tegar dalam beramal. Semoga bermanfaat.


Keutamaan Orang yang Bisa Terus Istiqomah

Yang dimaksud istiqomah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling ke kiri maupun ke kanan. Istiqomah ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah) lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya.1 Inilah pengertian istiqomah yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali. 


Di antara ayat yang menyebutkan keutamaan istiqomah adalah firman Allah Ta’ala,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Rabb kami ialah Allah" kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu".” (QS. Fushilat: 30)

Yang dimaksud dengan istiqomah di sini terdapat tiga pendapat di kalangan ahli tafsir:
[1] Istiqomah di atas tauhid, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakr Ash Shidiq dan Mujahid,
[2] Istiqomah dalam ketaatan dan menunaikan kewajiban Allah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Al Hasan dan Qotadah,
[3] Istiqomah di atas ikhlas dan dalam beramal hingga maut menjemput, sebagaimana dikatakan oleh Abul ‘Aliyah dan As Sudi.2 Dan sebenarnya istiqomah bisa mencakup tiga tafsiran ini karena semuanya tidak saling bertentangan.

Ayat di atas menceritakan bahwa orang yang istiqomah dan teguh di atas tauhid dan ketaatan, maka malaikat pun akan memberi kabar gembira padanya ketika maut menjemput3 “Janganlah takut dan janganlah bersedih”.
Mujahid, ‘Ikrimah, dan Zaid bin Aslam menafsirkan ayat tersebut: “Janganlah takut pada akhirat yang akan kalian hadapi dan janganlah bersedih dengan dunia yang kalian tinggalkan yaitu anak, keluarga, harta dan tanggungan utang. Karena para malaikat nanti yang akan mengurusnya.” Begitu pula mereka diberi kabar gembira berupa surga yang dijanjikan. Dia akan mendapat berbagai macam kebaikan dan terlepas dari berbagai macam kejelekan. 4
Zaid bin Aslam mengatakan bahwa kabar gembira di sini bukan hanya dikatakan ketika maut menjemput, namun juga ketika di alam kubur dan ketika hari berbangkit. Inilah yang menunjukkan keutamaan seseorang yang bisa istiqomah.
Al Hasan Al Bashri ketika membaca ayat di atas, ia pun berdo’a, “Allahumma anta robbuna, farzuqnal istiqomah (Ya Allah, Engkau adalah Rabb kami. Berikanlah keistiqomahan pada kami).”5

Yang serupa dengan ayat di atas adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ, أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Rabb kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Ahqaf: 13-14).

Dari Abu 'Amr atau Abu 'Amrah Sufyan bin Abdillah, beliau berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِى فِى الإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ - وَفِى حَدِيثِ أَبِى أُسَامَةَ غَيْرَكَ - قَالَ « قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ ».

“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ajarkanlah kepadaku dalam (agama) islam ini ucapan (yang mencakup semua perkara islam sehingga) aku tidak (perlu lagi) bertanya tentang hal itu kepada orang lain setelahmu [dalam hadits Abu Usamah dikatakan, “selain engkau”]. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Katakanlah: "Aku beriman kepada Allah", kemudian beristiqamahlah dalam ucapan itu."6 Ibnu Rajab mengatakan, “Wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini sudah mencakup wasiat dalam agama ini seluruhnya.”7



Pasti Ada Kekurangan dalam Istiqomah

Ketika kita ingin berjalan di jalan yang lurus dan memenuhi tuntutan istiqomah, terkadang kita tergelincir dan tidak bisa istiqomah secara utuh. Lantas apa yang bisa menutupi kekurangan ini? Jawabnnya adalah pada firman Allah Ta’ala,
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ

“Katakanlah: "Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Rabbmu adalah Rabb Yang Maha Esa, maka tetaplah istiqomah pada jalan yan lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya.” (QS. Fushilat: 6). Ayat ini memerintahkan untuk istiqomah sekaligus beristigfar (memohon ampun pada Allah).

Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, “Ayat di atas “Istiqomahlah dan mintalah ampun kepada-Nya” merupakan isyarat bahwa seringkali ada kekurangan dalam istiqomah yang diperintahkan. Yang menutupi kekurangan ini adalah istighfar (memohon ampunan Allah). Istighfar itu sendiri mengandung taubat dan istiqomah (di jalan yang lurus).”8



Kiat Agar Tetap Istiqomah

Ada beberapa sebab utama yang bisa membuat seseorang tetap teguh dalam keimanan.

Pertama: Memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar.

Allah Ta’ala berfirman,
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)
Tafsiran ayat “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh ...” dijelaskan dalam hadits berikut.
الْمُسْلِمُ إِذَا سُئِلَ فِى الْقَبْرِ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ ( يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِى الآخِرَةِ )

“Jika seorang muslim ditanya di dalam kubur, lalu ia berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka inilah tafsir ayat: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”.”9

Qotadah As Sadusi mengatakan, “Yang dimaksud Allah meneguhkan orang beriman di dunia adalah dengan meneguhkan mereka dalam kebaikan dan amalan sholih. Sedangkan di akhirat, mereka akan diteguhkan di kubur (ketika menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, pen).” Perkataan semacam Qotadah diriwayatkan dari ulama salaf lainnya.10

Mengapa Allah bisa teguhkan orang beriman di dunia dengan terus beramal sholih dan di akhirat (alam kubur) dengan dimudahkan menjawab pertanyaan malaikat “Siapa Rabbmu, siapa Nabimu dan apa agamamu”? Jawabannya adalah karena pemahaman dan pengamalannya yang baik dan benar terhadap dua kalimat syahadat. Dia tentu memahami makna dua kalimat syahadat dengan benar. Memenuhi rukun dan syaratnya. Serta dia pula tidak menerjang larangan Allah berupa menyekutukan-Nya dengan selain-Nya, yaitu berbuat syirik.

Oleh karena itu, kiat pertama ini menuntunkan seseorang agar bisa beragama dengan baik yaitu mengikuti jalan hidup salaful ummah yaitu jalan hidup para sahabat yang merupakan generasi terbaik dari umat ini. Dengan menempuh jalan tersebut, ia akan sibuk belajar agama untuk memperbaiki aqidahnya, mendalami tauhid dan juga menguasai kesyirikan yang sangat keras Allah larang sehingga harus dijauhi. Oleh karena itu, jalan yang ia tempuh adalah jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam beragama yang merupakan golongan yang selamat yang akan senantiasa mendapatkan pertolongan Allah.

Kedua: Mengkaji Al Qur'an dengan menghayati dan merenungkannya.

Allah menceritakan bahwa Al Qur’an dapat meneguhkan hati orang-orang beriman dan Al Qur’an adalah petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ

“Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril)11 menurunkan Al Qur'an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".” (QS. An Nahl: 102)
Oleh karena itu, Al Qur’an itu diturunkan secara beangsur-angsur untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana terdapat dalam ayat,
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلا

“Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar).” (QS. Al Furqon: 32)
Al Qur’an adalah jalan utama agar seseorang bisa terus kokoh dalam agamanya. 12 Alasannya, karena Al Qur’an adalah petunjuk dan obat bagi hati yang sedang ragu. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ

“Al Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Fushilat: 44). Qotadah mengatakan, “Allah telah menghiasi Al Qur’an sebagai cahaya dan keberkahan serta sebagai obat penawar bagi orang-orang beriman.”13 Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut, “Katakanlah wahai Muhammad, Al Qur’an adalah petunjuk bagi hati orang beriman dan obat penawar bagi hati dari berbagai keraguan.”14
Oleh karena itu, kita akan saksikan keadaan yang sangat berbeda antara orang yang gemar mengkaji Al Qur’an dan merenungkannya dengan orang yang hanya menyibukkan diri dengan perkataan filosof dan manusia lainnya. Orang yang giat merenungkan Al Qur’an dan memahaminya, tentu akan lebih kokoh dan teguh dalam agama ini. Inilah kiat yang mesti kita jalani agar kita bisa terus istiqomah.

Ketiga: Iltizam (konsekuen) dalam menjalankan syari’at Allah

Maksudnya di sini adalah seseorang dituntunkan untuk konsekuen dalam menjalankan syari’at atau dalam beramal dan tidak putus di tengah jalan. Karena konsekuen dalam beramal lebih dicintai oleh Allah daripada amalan yang sesekali saja dilakukan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. 15
An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun konsekuen dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diterima oleh Sang Kholiq Subhanahu wa Ta’ala. Amalan sedikit namun konsekuen dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun sesekali saja dilakukan.”16

Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, ”Amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah amalan yang konsekuen dilakukan (kontinu). Beliau pun melarang memutuskan amalan dan meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana beliau pernah melarang melakukan hal ini pada sahabat ’Abdullah bin ’Umar.”17 Yaitu Ibnu ’Umar dicela karena meninggalkan amalan shalat malam.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padanya,
يَا عَبْدَ اللَّهِ ، لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ ، كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ

”Wahai ‘Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.”18

Selain amalan yang kontinu dicintai oleh Allah, amalan tersebut juga dapat mencegah masuknya virus ”futur” (jenuh untuk beramal). Jika seseorang beramal sesekali namun banyak, kadang akan muncul rasa malas dan jenuh. Sebaliknya jika seseorang beramal sedikit namun ajeg (terus menerus), maka rasa malas pun akan hilang dan rasa semangat untuk beramal akan selalu ada. Itulah mengapa kita dianjurkan untuk beramal yang penting kontinu walaupun jumlahnya sedikit.


Senin, 02 Agustus 2010

BULAN PEDULI AKHERAT DAN ALAM GHAIB

Ketika Allah ta’aala menggambarkan karakter bangsa Rum di dalam surah Ar-Ruum, maka kita temukan salah satunya ialah sekularistik dan materialistik. Bangsa Rum dewasa ini diwakili oleh bangsa barat umumnya, Eropa dan Amerika khususnya. Sekular dalam pengertian menyangka bahwa kehidupan hanyalah di dunia belaka. Mereka tidak memiliki wawasan ukhrowi sedikitpun. Materialis dalam pengertian hanya bisa menilai segala sesuatu berdasarkan hal-hal yang lahiriyah semata. Mereka tidak pernah tahu mengenai hadirnya perkara ghaib atau tidak tampak.

يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS Ar-Ruum ayat 7)



Di antara keistimewaan bulan Ramadhan ialah peranannya sebagaireminder (pengingat) akan hadirnya kehidupan akhirat dan alam ghaib. Seorang muslim yang rajin membaca pesan-pesan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam berkenaan dengan bulan Ramadhan pasti akan menemukan begitu banyak hadits yang menguatkan hal ini.


حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu katanya: Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Apabila tiba bulan Ramadan, pintu-pintu Surga dibuka dan pintu-pintu Neraka ditutup serta syaitan-syaitan dibelenggu.” (HR Bukhary-Muslim 606)

Surga dan Neraka adalah dua tempat yang mengingatkan kita akan kehidupan akhirat. Sedangkan para syaitan dibelenggu menunjukkan betapa nyatanya kehadiran alam ghaib.

Seorang muslim beriman akan adanya kehidupan berikutnya selepas dunia fana ini. Ia yakin bahwa setelah seorang manusia meninggal dunia bukan berarti urusannya berakhir. Justeru sebaliknya, kehidupan hakiki dan abadi baru berawal. Bahkan Al-Qur’an begitu banyak memperingatkan betapa merugi orang yang menyangka hidup hanya sebatas dunia.

فَذَرْهُمْ يَخُوضُوا وَيَلْعَبُوا حَتَّى يُلَاقُوا يَوْمَهُمُ الَّذِي يُوعَدُونَ
يَوْمَ يَخْرُجُونَ مِنَ الْأَجْدَاثِ سِرَاعًا كَأَنَّهُمْ إِلَى نُصُبٍ يُوفِضُونَ
خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ ذَلِكَ الْيَوْمُ الَّذِي كَانُوا يُوعَدُونَ

“Maka biarkanlah mereka tenggelam (dalam kebatilan) dan bermain-main sampai mereka menjumpai hari yang diancamkan kepada mereka, (yaitu) pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala (sewaktu di dunia), dalam keadaan mereka menekurkan pandangannya (serta) diliputi kehinaan. Itulah hari yang dahulunya diancamkan kepada mereka.” (QS Al-Ma’arij ayat 42-44)

Demikian pula dengan alam ghaib. Melalui Ramadhan, kita diajak untuk keluar dari sekadar urusan yang zahir atau material. Sebab tanpa iman akan perkara ghaib mustahil seseorang bisa menerima ungkapan ”... serta syaitan-syaitan dibelenggu.” Apalagi kalau kita kaitkan dengan hadits yang berbunyi sebagai berikut:


وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

“Demi Allah yang jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih wangi daripada aroma misk.” (HR Bukhary 1771)

Semua tahu bahwa di siang hari ketika seseorang sedang berpuasa niscaya aroma mulutnya menjadi tidak sedap. Hanya dengan keimanan akan adanya perkara ghaib seseorang akan menerima hadits di atas dengan kemantapan hati.

Maka, kita sayangkan masih banyaknya pimpinan muslim di berbagai kantor yang menuntut karyawannya agar tetap berprestasi dan berproduktivitas (secara duniawi) di bulan Ramadhan sama dengan prestasi dan produktivitas mereka di bulan-bulan lainnya. Bahkan kadang diharapkan lebih daripada bulan lainnya.

Ramadhan adalah bulan Pusdiklat (pusat pendidikan dan latihan) program buatan Allah ta’aala untuk meluluskan para muttaqin (orang-orang bertaqwa). Sedangkan program pusdiklat bikinan manusia saja seorang pimpinan kantorbisamemaklumi kalau para karyawannya tidak mungkin tetap berprestasi dan berproduktivitas di kantor seperti biasanya sambil mengikuti pusdiklat tersebut. Bahkan hadir di kantorpun tidak.

Terkadang godaannya muncul dari orang-orang kafir yang berkata: ”Lihat itu ummat Islam, asal sudah bulan Ramadhan, pasti prestasi mereka menurun..” Apakah kita perlu menanggapinya? TIDAK...! SEBAB KITA BUKAN MEREKA DAN MEREKA BUKAN KITA..! Kita sangat faham dan yakin adanya kehidupan lain selain dunia, kita sangat faham dan yakin adanya alam ghaib selain yang nyata dan material. Sedangkan mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai...!

Saudarakau, selamat menikmati bulan agung lagi penuh berkah, bulan Ramadhan. Selamat memanfaatkan berbagai sarana amal sholeh dan amal ibadah selama Ramadhan untuk membentuk diri menjadi muttaqin. Selamat mengokohkan dalam diri keyakinan bahwa akhirat lebih utama daripada dunia. Selamat berlomba dengan muslim lainnya merebut kapling tertinggi surga di akhirat. Selamat menyadari bahwa hidup bukanlah interaksi dengan hal-hal material-zahir belaka, melainkan meliputi urusan dengan perkara ghaib-batin pula. Tolok ukur orang bertaqwa bukan semata untung-rugi duniawi, melaikan meliputi berkah ilahi ukhrowi.



اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَمَضَانَ

“Ya Allah, berkahilah kami di bulan Ramadhan.”

FITNAH DUNIA


Kekafiran hidup, kadang terasa menyesakkan dada. 
Andai kita hidup mapan , tentu ibadah lebih tenang. 
Demikian sering terlintas dibenak, kala jatah rizqi menyempit. 
Tetapi, justru yang dikhawatirkan Rasulullah bukan suasana kekafiran, melainkan terbukanya dunia ini yang acapkali melalaikan kita dari beribadah kepada Sang Pencipta. 

Bukhori dan Muslim meriwayatkan bahwa suatu ketika Abu Ubaidah diutus Rasulullah untuk menarik jizyah ke Bahrain. Dari Bahrain, beliau berhasil membawa jizyah dalam jumlah yang banyak. 

Berita kedatangan Abu Ubaidah dengan sejumlah hartapun merebak dikalangan sahabat Anshar. Maka setelah melakuakan sholat subuh bersama, Rasulullah berpaling kearah sahabat yang sudah menunggu-nunggu. Melihat mereka Rasulullah tersenyum seraya bersabda, "Saya kira kalian telah mendengar kedatangan Abu Ubaidah dengan sesuatu dari Bahrain " Mereka menjawab " Benar ya Rasulullah ", Rasulullah melanjutkan sabdanya,"Bergembiralah dengan apa yang kalian senangi ( harta ). Demi Allah sesungguhnya bukan kekafiran yang aku takutkan atas kalian, tetapi aku takut jika dunia dibukakan atas kalian sebagaimana dibukakan atas ummat sebelum kamu lalu kalian berlomba-lomba memperolehnya, sebagaimana orang-orang dahulu telah berlomba, lalu dunia itu akan menghancurkan kalian sebagaimana orang dahulu hancur karenanya." 

Dalam riwayat lain ( Targhib:5/144 ) Rasulullah juga pernah bersabda, "Sesungguhnya fitnah kekayaan itu lebih aku takuti atas kalian daripada fitnah kemiskinan. Kalian telah mendapati fitnah kemiskinan dan kalian sabar, sedangkan (fitnah) dunia ini terasa manis dan menyenangkan ." 

Ketakutan fitnah dunia ini juga dirasakan para sahabat. Salah satu dari mereka adalah Salman al Farisi. Suatu saat Salman dikunjungi Sa`ad bin Abi Waqash lalu ia menangis. Sa`ad pun berkata "Apa yang membuatmu menangis ?" Engkau telah bertemu dengan para sahabatmu, dan akan mendatangi telaga Rasulullah dan beliaupun ridho padamu saat akhir kehidupannya." Salman menjawab, "Aku menangis bukan karena takut mati atau tamak dunia. Tetapi karena janji yang telah Rasulullah ambil dari kita dengan sabda beliau," Hendaklah kalian mengambil didunia seperti sekedar perbekalan seorang pengembara. "Dan sekarang ini barang-barang dirumahku?." 

Subhanallah Salman, Ya Salman , padahal tiadalah barang dirumahmu kecuali ember tempat mencuci pakaian yang tak seberapa harganya.
Tetapi engkau begitu takut bila telah jatuh dalam hidup berlebihan. 

Lalu bagaimana dengan kami ini ? 

Rasanya kita memang perlu mengaca diri lagi tentang persepsi dunia ini. 
Karena sadar atau tidak, sering kesedihan kita tak lain karena dunia ini. 
Sementara bekal menghadap-Nya kadang luput dari perhatian kita. 

Wallahu a`lam. 

Minggu, 01 Agustus 2010

JANGAN UJUB

 Setan mempermalukan seseorang dengan rasa ‘ujub (kagum) pada diri sendiri. Seseorang yang ujub pada dirinya sendiri akan terungkap kesalahannya yang memalukan tersebut. Maklum, sifat ujub itu seperti kerikil di jalan. Dalam membuat seseorang yang berjalan dengan wajah diangkat, tersandung dan jatuh tersungkur mencium tanah.

Orang yang ujub adalah orang yang mempermahal atau menuntut harga yang tinggi untuk dirinya dari yang sesungguhnya. Kata Imam Syafi’i, “Barangsiapa yang menaikan harga dirinya di atas harga yang sesuai dengannya, maka Allah akan mengembalikannya pada nilai yang sesuai.”

Namun faktor lingkungan juga punya andil dalam membuat seseorang bersifat ujub. Yaitu, jika orang-orang di sekitar orang yang ujub itu mengecilkan dosa dan kesalahannya, dan melupakan sebagian besar darinya.

Basyar ibn Al-Harits lain lagi. Ia mendefiniskan ujub dengan kalimat, “Apabila kamu sudah menganggap bahwa amalmu lebih banyak, sedangkan engkau menganggap amal orang lain sedikit.”

Sikap meremehkan dan menyerang orang lain juga salah satu tanda yang paling menonjol dari sifat ujub. Sufyan Ats-Tsauri mengungkapkan, “Sifat ujub adalah kekagumanmu pada dirimu sendiri, sehingga kamu merasa bahwa kamu lebih mulia dan lebih tinggi derajatnya dari saudaramu. Padahal, bisa jadi kamu tidak beramal dengan benar seperti dia, atau barangkali ia lebih wara’ darimu terhadap hal-ahal yang diharamkan Allah dan lebih tulus amalnya.”

Fudhail bin ‘Iyadh sependapat dengan Ats-Tsauri. Katanya, “Apabila Iblis telah berhasil melakukan tiga hal pada diri anak Adam, maka ia akan berkata, ‘Saya tidak akan menuntutnya dengan hal yang lain.’ Tiga hal itu adalah: dia ujub pada dirinya sendiri, dia merasa amalnya sudah banyak, dan dia melupakan dosa-dosanya.”

Tiga sifat yang disebut Fudhail adalah ciri utama sifat ujub. Dan ketiganya adalah pangkal dari perbuatan dosa. Iblis menjamin jika seseorang sudah terjangkiti sifat itu, ia akan mudah melakukan dosa-dosa yang lain yang disukai Iblis. Karena itu camkan perkataan Nabi Isa a.s. yang dikutip Fudhail bin Iyadh ini, “Betapa banyak pelita yang dipadamkan oleh angin dan betapa banyak ibadah yang dirusak oleh sifat ujub.”

Jadi, jangan padamkan cahaya amal Anda dengan sifat ujub!

Mengapa kita SHOLAT ????......

Pertanyaan, mengapa kita sholat? Apakah Allah membutuhkan untuk disembah oleh hambaNya? Pada dasarnya Allah tidak membutuhkan untuk disembah oleh hambaNya. Mau disembah atau tidak, Allah tetaplah Maha Besar. Kitalah sebagai hamba yang membutuhkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Kita membutuhkan waktu untuk mengadu segala permasalahan kita, kita meminta tolong dan memohon ampunan atas segala dosa yang kita lakukan sehingga amal yang dihisab pertama kali dalam hidup kita adalah sholat.

Amal yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah sholat. Bila sholat seseorang baik seluruh amalnya juga baik. Demikian juga sebaliknya jika seseorang sholatnya buruk maka akan buruk seluruh amalnya (HR. Thabrani).

Oleh sebab itu kita harus melaksanakan dengan sungguh-sungguh karena sholat mempengaruhi dalam kehidupan kita sehari-hari. Sholat pula juga menjadi pilar terakhir dalam kepribadian kita. Sholat juga menjadi sumber cinta dan kasih sayang pada diri kita yang mampu mencegah kita dari perbuatan keji dan mungkar.

Sesungguhnya pilar-pilar Islam akan runtuh satu persatu. Ketika runtuh pilar pertama maka manusia akan berpegang teguh pada pilar berikutnya. Keruntuhan pilar Islam berawal dari diabaikannya hukum-hukum Islam dan pilar terakhir yang akan runtuh adalah sholat (HR. Ibnu Hibban).

Sejenak mari kita bertanya pada diri sendiri, dimanakah kita meletakkan sholat dalam kehidupan kita? sejauh mana kita menjaganya? Sudahkah Melaksanakannya dengan sungguh-sungguh dan mengintegrasikan semua bacaan yang terkandung di dalam kehidupan sehari-hari?

Betapa pentingnya sholat hingga Allah mengingatkan di dalam al-Quran berkali-kali hal yang tidak boleh terlupakan. Allah dalam ayatNya selalu mengingatkan agar kita mendirikan sholat bukan mengerjakan sholat. Mendirikan bermakna ruh kesadaran terbangun di dalam diri kita. Ada kesungguhan dan keseriusan untuk melaksanakan. Bukan hanya melaksanakan dan menggugurkan kewajiban namun tertanam di dalam diri kita makna sholat yang sesungguhnya yaitu tiada diri dan ego kita, yang ada hanya Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang yang berkehendak pada seluruh hidup kita. Itulah sebabnya mengapa kita sholat.

Wassalam,

Doa basa basi




وقال ربكم ادعوني أستجب لكم إن الذين يستكبرون عن عبادتي سيدخلون جهنم داخرين

Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina". (Ghafir : 60).

Allah memerintahkan kita untuk senantiasa berdoa dan meminta pada-Nya. Karena dalam doa itu ada ketundukan dan kerendahan diri Dalam doa terselip rasa bahwa kita sedang menghamba pada Dzat Yang tangan-Nya senantiasa terbuka menerima permintaan hamba-Nya. Dalam doa terkandung makna bahwa kita serba kurang dan tidak berkecukupan. Sehingga kita pantas menengadahkan tangan pada Sang Maha Kaya, Sang Maha Pemberi yang tatkala diminta semakin mencintai hamba-hamba-Nya.

Allah memberikan jaminan pasti bahwa doa-doa yang terlantun syahdu dalam pinta kita akan senantiasa mendapat respon positif dan pasti. Makanya dalam firman-Nya Allah menegaskan "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu ".

Penegasan ini juga Allah nyatakan dalam firman-Nya yang lain :

وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان فليستجيبوا لي وليؤمنوا بي لعلهم يرشدون

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Al-Baqarah : 186)

Allah sangat dekat dengan hamba-Nya. Dia lebih dekat pada kita semua semua daripada urat nadi kita. Dia dekat dengan cinta-Nya, dekat dengan kasih-Nya, dekat dengan rahmat-Nya yang mengalir deras pada semua. Tak ada kata dan doa yang lepas dari ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu. Marilah kita berdo kepada Allah dengan berendah diri dan suara yang lembut. Karena Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

Ada pertanyaan yang muncul di benak kita semua kenapa doa-doa yang kita lantunkan sering kali tidak Allah kabulkan? Kenapa doa-doa yang kita ajukan seakan tidak mendapatkan respon cepat dari Allah?

Jawaban paling tepat untuk jawaban ini adalah : Sebab kita sering berdoa hanya sekedar basa-basi. Doa yang hampa makna, doa yang kering kerontang dari kekhusyuan, doa yang sepi dari kerendahan jiwa, doa yang kosong dari nilai ibadah. Doa yang tiada kesungguhan di dalamnya, yang hanya terucap di mulut dan bukan terlontar dari hati yang luruh. Doa yang hanya terucap dari getar bibir kita bukan dari lubuk hati yang bertabur harap dan cinta.

Rasulullah pernah memberikan tip pada kita semua agar doa kita mendapatkan jawaban Allah.

ادعوا الله و أنتم موقنون بالإجابة و اعلموا أن الله لا يستجيب دعاء من قلب غافل لاه

Berdoalah kepada Allah dan hendaknya kalian yakin sepenuhnya bahwa ia akan dikabulkan. Dan ketahuilah bahwa Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai (HR. Tirmidzi dan Hakim).

Diantara kita ada yang berdoa namun kita sendiri tidak merasa yakin bahwa doa kita akan terkabul. Hati kita berselimut lalai, bertabur kekosongan. Keyakinan kita tidak penuh bahwa Allah pasti mengabulkan doa kita. Doa kita basa-basi.

Kita sering kali berdoa dengan cara basa-basi. Karena kita berdoa dengan hati yang mati, dengan jiwa yang kering, dengan nurani yang kelam. Kita mengenal Allah namun tidak segera menunaikan kewajiban-kewajiban kita atasnya. Kita sering membaca kitab Allah-Al-Quran dengan seluruh ajaran yang terkandung di dalamnya, namun kita sangat enggan mengamalkanya. Kita tahu bahwa syetan adalah musuh utama kita namun kita menjadikannya sabahat kita. Kita mengklaim bahwa kita cinta Rasulullah, namun kita secara sadar pula menjauh dari jejak dan sunnahnya. Kita nyatakan cinta surga Allah yang indah dan penuh nikmat, namun tidak pernah memburunya dengan amal-amal kita. Kita nyatakan takut neraka namun tidak menghentikan perilaku dosa kita. Kita nyatakan kematian itu benar adanya, namun kita tidak secara cerdas menyiapkan bekalnya. Kita sering kali sibuk dengan aib kecil dan cela orang lain namun lupa akan aib diri yang setinggi gunung dan seluas samudera. Kita memakan dan menikmati nikmat Allah namun lupa menyukurinya. Kita menguburkan orang-orang meninggal diantara kita namun tidak bisa mengambil pelajaran bahwa kita juga akan mengalami hal yang sama.

من سره أن يستجيب الله له عند الشدائد و الكرب فليكثر الدعاء في الرخاء

Barang siapa yang ingin dikabulkan Allah pada saat kesempitan maka hendaknya dia banyak berdoa saat lapang (HR. Tirmidzi dan Hakim).

Diantara kita bahkan hanya berdoa saat membutuhkan saja. Saat terjepit dan dilanda kesusahan. Di kala lapang Allah tidak pernah berlabuh dalam jiwa kita yang paling dalam. Padahal menurut Rasulullah jika ingin doa kita dikabulkan dengan segera.maka berdoalah di kala lapang sebagai investasi yang bisa kita tarik di masa sempit.

Doa kita berujung sia-sia, karena mulut kita yang kita berdoa dengannya juga kita gunakan untuk menelan dan memakan makanan haram yang Allah larang menkonsumsinya. Mulut kita bahwa belepotan dengan darah karena kita sering memakan mentah-mentah daging saudara kita dengan menggunjing dan menggosipnya. Dengan membuka aib dan melanjanginya.

Allah mengingatkan kita dalam sabdanya :

من لم يطب مطعمه فلا عليه أن لا يكثر من الدعاء

Barang siapa yang tidak halal makanannya maka tidak ada gunanya dia berdoa sebanyak-banyaknya (HR. Ad-Dailami)

و الذي نفسي بيده لتأمرن بالمعروف و لتنهون عن المنكر أو ليوشكن الله أن يبعث عليكم عقابا من عنده ثم لتدعنه فلا يستجيب لكم

Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Kamu segera melakukan amar makmur atau nahi mungkar atau akan segera datang padamu sanksi dari sisi-Nya kemudian kalian berdoa pada-Nya dan Dia tidak kabulkan kalian (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

يستجاب لأحدكم ما لم يدع بإثم أو قطيعة رحم أو يستعجل فيقول دعوت فلا أرى يستجيب لي فيدع الدعاء

Allah akan mengabulkan doa salah seorang diantara kalian sepanjang tidak berdoa untuk sebuah dosa, atau memutuskan tali silaturahim atau tergesa-gesa untuk dikabulkan sehingga dia mengatakan : aku telah berdoa namun aku tidak melihat doaku dikabulkan, lalu dia meninggalkan doa (HR. Bukhari).

Doa kita akan Allah kabulkan jika doa yang kita lantunkan tidak dilakukan dengan cara basa-basi. Lantunkanlah doa dengan hati yang penuh kekhusyu'un dan ketundukan. Dengan penuh makna tanpa putus asa dan harapan.