Minggu, 13 Februari 2011

KUMPULAN PENJELASAN MENGENAI PERAYAAN MAULID NABI

 *Apa hukum merayakan maulid nabi*

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah menjawab:

Pertama, malam kelahiran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak diketahui secara pasti kapan. Bahkan sebagian ulama masa kini menyimpulkan hasil penelitian mereka bahwa sesungguhnya malam kelahiran beliau adalah pada tanggal 9 Robi’ul Awwal dan bukan malam 12 Robi’ul Awwal.

Oleh sebab itu maka menjadikan perayaan pada malam 12 Robi’ul Awwal tidak ada dasarnya dari sisi latar belakang historis.


Kedua, dari sisi tinjauan syariat maka merayakannya pun tidak ada dasarnya. Karena apabila hal itu memang termasuk bagian syariat Allah maka tentunya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya atau beliau sampaikan kepada umatnya. Dan jika beliau pernah melakukannya atau menyampaikannya maka mestinya ajaran itu terus terjaga, sebab Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Quran dan Kami lah yang menjaganya.” (QS. Al-Hijr: 9)

Sehingga tatkala ternyata sedikit pun dari kemungkinan tersebut tidak ada yang terbukti maka dapat dimengerti bahwasanya hal itu memang bukan bagian dari ajaran agama Allah. Sebab kita tidaklah diperbolehkan beribadah kepada Allah ‘azza wa jalla dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan cara-cara seperti itu.

Apabila Allah ta’ala telah menetapkan jalan untuk menuju kepada-Nya melalui jalan tertentu yaitu ajaran yang dibawa oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam maka bagaimana mungkin kita diperbolehkan dalam status kita sebagai hamba yang biasa-biasa saja kemudian kita berani menggariskan suatu jalan sendiri menurut kemauan kita sendiri demi mengantarkan kita menuju Allah? Hal ini termasuk tindakan jahat dan pelecehan terhadap hak Allah ‘azza wa jalla tatkala kita berani membuat syariat di dalam agama-Nya dengan sesuatu ajaran yang bukan bagian darinya. Sebagaimana pula tindakan ini tergolong pendustaan terhadap firman Allah ‘azza wa jalla yang artinya,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي
“Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku kepada kalian.” (QS. Al-Maa’idah: 3)

Oleh sebab itu kami katakan bahwasanya apabila perayaan ini termasuk dari kesempurnaan agama maka pastilah dia ada dan diajarkan sebelum wafatnya Rasul ‘alaihish shalatu wa salam.

Dan jika dia bukan bagian dari kesempurnaan agama ini maka tentunya dia bukan termasuk ajaran agama karena Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian.” Barang siapa yang mengklaim acara maulid ini termasuk kesempurnaan agama dan ternyata ia terjadi setelah wafatnya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam maka sesungguhnya ucapannya itu mengandung pendustaan terhadap ayat yang mulia ini.

Dan tidaklah diragukan lagi kalau orang-orang yang merayakan kelahiran Rasul ‘alaihis shalatu was salam hanya bermaksud mengagungkan Rasul ‘alaihis shalaatu was salaam. Mereka ingin menampakkan kecintaan kepada beliau serta memompa semangat agar tumbuh perasaan cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui diadakannya perayaan ini. Dan itu semua termasuk perkara ibadah. Kecintaan kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ibadah.

Bahkan tidaklah sempurna keimanan seseorang hingga dia menjadikan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai orang yang lebih dicintainya daripada dirinya sendiri, anaknya, orang tuanya dan bahkan seluruh umat manusia.

Demikian pula pengagungan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk perkara ibadah. Begitu pula membangkitkan perasaan cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga termasuk bagian dari agama karena di dalamnya terkandung kecenderungan kepada syariatnya. Apabila demikian maka merayakan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah serta untuk mengagungkan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu bentuk ibadah.

Dan apabila hal itu termasuk perkara ibadah maka sesungguhnya tidak diperbolehkan sampai kapan pun menciptakan ajaran baru yang tidak ada sumbernya dari agama Allah. Oleh sebab itu merayakan maulid Nabi adalah bid’ah dan diharamkan.

Kemudian kami juga pernah mendengar bahwa di dalam perayaan ini ada kemungkaran-kemungkaran yang parah dan tidak dilegalkan oleh syariat, tidak juga oleh indera maupun akal sehat.

Mereka bernyanyi-nyanyi dengan mendendangkan qasidah-qasidah yang di dalamnya terdapat ungkapan yang berlebih-lebihan (ghuluw) terhadap Rasul ‘alaihish sholaatu was salaam sampai-sampai mereka mengangkat beliau lebih agung daripada Allah -wal ‘iyaadzu billaah-.

Dan kami juga pernah mendengar kebodohan sebagian orang yang ikut serta merayakan maulid ini yang apabila si pembaca kisah Nabi sudah mencapai kata-kata “telah lahir Al-Mushthafa” maka mereka pun serentak berdiri dan mereka mengatakan bahwa sesungguhnya ruh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam hadir ketika itu maka kita berdiri demi mengagungkan ruh beliau. Ini adalah tindakan yang bodoh.

Dan juga bukanlah termasuk tata krama yang baik berdiri ketika menyambut orang karena beliau tidak senang ada orang yang berdiri demi menyambutnya.

Dan para sahabat beliau pun adalah orang-orang yang paling dalam cintanya kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam serta kaum yang lebih hebat dalam mengagungkan beliau daripada kita. Mereka itu tidaklah berdiri tatkala menyambut beliau karena mereka tahu beliau membenci hal itu sementara beliau dalam keadaan benar-benar hidup.

Lantas bagaimanakah lagi dengan sesuatu yang hanya sekedar khayalan semacam ini?
Bid’ah ini -yaitu bid’ah Maulid- baru terjadi setelah berlalunya tiga kurun utama.

Selain itu di dalamnya muncul berbagai kemungkaran ini yang merusak fondasi agama seseorang. Apalagi jika di dalam acara itu juga terjadi campur baur lelaki dan perempuan dan kemungkaran-kemungkaran lainnya. (Diterjemahkan Abu Muslih dari Fatawa Arkanil Islam, hal. 172-174).




*Hukum menghadiri perayaan maulud nabi*

Pertanyaan:
Bolehkah seseorang menghadiri perayaan yang bid’ah seperti perayaan maulid nabi, isro’ mi’roj, malam nishfu sya’ban, namun ia tidak meyakini bahwa perayaan-perayaan tadi disyari’atkan, ia cuma bertujuan menjelaskan kebenaran?

Jawaban:

Pertama, perayaan yang disebutkan dalam pertanyaan di atas adalah perayaan yang tidak boleh dirayakan bahkan perayaan yang bid’ah yang mungkar.

Kedua, jika memang kita bermaksud untuk menghadiri perayaan-perayaan tersebut dalam rangka menasehati dan mengingatkan bahwa perayaan tersebut termasuk bid’ah (perkara yang diada-adakan dalam agama), maka itu adalah suatu hal yang disyari’atkan, lebih-lebih lagi jika yakin memiliki argumen yang kuat dan yakin selamat dari fitnah. Namun jika menghadirinya tidak dalam rangka demikian, hanya bersenang-senang saja, maka seperti itu tidak dibolehkan karena termasuk dalam berserikat dengan mereka dalam hal yang mungkar dan malah menambah tersebar serta semakin meriahnya bid’ah mereka.

Wa billahit taufiq, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shohbihi wa sallam

Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ no. 6524, 3/38

Fatwa ini ditandatangani oleh:
Ketua: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz
Wakil Ketua: Syaikh ‘Abdur Rozaq ‘Afifi
Anggota: Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayan, Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud

Hak dan Kewajiban Umat Terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (1)



إن الحمد لله نحمده و نستعينه و نستغفره و نعوذ بالله من شرور أنفسنا و من سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له و من يضلل فلا هادي له و أشهد ألا إله إلا الله وحده لا شريك له و أشهد أن نبينا و سيدنا محمدا عبده و رسوله صلى الله عليه و على آله و أصحابه و من سار على نهجه و منواله إلى يوم الدين ثم أما بعد :
Segala puji semata-mata hanya untuk Allah azza wa jalla, kami memuji, meminta ampun, dan meminta perlindungan dari kejahatan jiwa-jiwa kami dan dari keburukan amal perbuatan kami semata-mata hanya kepada Allah azza wa jalla.

Siapa yang di beri hidayah oleh Allah maka tidak akan ada yang dapat menyesatkannya, dan siapa yang disesatkan Allah maka tidak akan ada yang dapat memberinya hidayah. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Nabi kami dan pemimpin kami Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan dan hamba-Nya.

Semoga shalawat beriring salam semoga selalu terlimpahkan kepada beliau, kepada keluarga beliau, kepada sahabat beliau, dan kepada mereka yang berjalan di atas jalan beliau sampai hari kiamat nanti. Amma ba’du:



Ini adalah kesempatan yang sangat berharga sekali di mana Allah azza wa jalla telah memudahkan bagi kita untuk dapat bertemu dengan saudara-saudara kita seagama, di mana kita dapat saling mengingatkan kepada apa yang dapat mendatangkan manfaat bagi kita, baik yang berkaitan dengan perkara agama kita, kehidupan kita, atau kehidupan kita di akhirat kelak.


Wahai saudara-saudaraku sesungguhnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki hak yang sangat besar atas umatnya. Karena beliau adalah sebab kita dihidupkan Allah azza wa jalla sesudah kematian, dan diberikan hidayah sesudah kesesatan. Semua hati berada di dalam kegelapan, kecuali hati yang disinari oleh cahaya risalah dan kenabian beliau.

Maka pada kesempatan kali ini, ada baiknya pembahasan kita berkenaan tentang kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kewajiban Pertama Atas Umat Ini, Setelah Meyakini Kenabian Beliau Adalah Mencintai Beliau, Cinta yang Benar-Benar Tumbuh dari Hati yang Suci
Bahkan wajib hukumnya untuk mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi cinta kita kepada orang tua, anak, istri, bahkan seluruh manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
{ لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده و الناس أجمعين }
“Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sehingga dia mencintaiku melebihi daripada cintanya kepada orang tua, anak, bahkan manusia seluruhnya”. (HR. Bukhari bab Hubbur rasuul shallallahu ‘alaihi wa sallam minal iimaan)

Di antara tanda kebenaran cinta seseorang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah keinginan mereka untuk dapat melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti sabda beliau di dalam shahih Muslim:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ {مِنْ أَشَدِّ أُمَّتِي لِي حُبًّا نَاسٌ يَكُونُونَ بَعْدِي يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ رَآنِي بِأَهْلِهِ وَمَالِهِ}
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Yang paling cinta kepadaku di antara umatku adalah orang-orang yang hidup sesudahku, di mana salah seorang di antara mereka ingin melihatku walau harus mengorbankan keluarga dan harta benda.” (HR. Muslim bab Fii man yawaddu ru’yatan nabiyyi shallallahu ‘alaihi wa sallam)


Kalau kita mau merenungkan sejenak, bagaimana kecintaan sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada beliau, niscaya akan kita dapatkan suatu kenyataan yang sangat mengagumkan sekali, di mana salah seorang di antara mereka tidak dapat tidur nyenyak hanya untuk menunggu waktu shalat subuh sehingga dia dapat melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Suatu contoh yang lain, di mana salah seorang di antara mereka rela mengorbankan jiwa dan raganya, menghadapi kilatan pedang dan tombak, hanya untuk melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, salah seorang di antara mereka berkata:
صدري دون صدرك, نحري دون نحرك يا رسول الله
“Wahai Rasulullah! Dadaku adalah tameng bagi dadamu, begitu juga leherku adalah tameng bagi lehermu.” (HR. Bukhari 3811, Muslim 1811)


Di dalam shahih Bukhari terdapat kisah Khubaib bin Abdillah Al-Anshary yang ditawan oleh kaum musyrikin, ketika hendak membunuhnya, mereka berkata:
أتود أن محمدا مكانك و أنت في أهلك و مالك؟ قال: لوددت أني أقتل و أن رسول الله صلى الله عليه و سلم لا يشاك بشوكة.
“Bagaimana menurutmu, apabila engkau bebas dan berada di antara harta dan keluargamu, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada pada posisimu saat ini? Maka dia pun berkata: lebih baik saya mati, daripada harus melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertusuk walau oleh sebuah duri.” (HR. Bukhari 3045, Thobroni di dalam Al-Mu’jamul Kabir)


Saudaraku! Beginilah cinta sejati kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beginilah para salaf mencintai Rasulullah. Salah seorang di antara mereka, apabila teringat Rasulullah maka mata mereka akan berlinang air mata.

Di antara mereka ada yang berwudu’ sebelum menyampaikan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan ada yang memerintahkan untuk diam ketika dibacakan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana mereka diam ketika mendengarkan ayat-ayat Allah.

Hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Kedua Adalah Engkau Meyakini Bahwa Tidak Ada Kebahagiaan dan Tidak Ada Kebaikan, Melainkan Hanya Dengan Mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Semua jalan menuju Allah tertutup, kecuali jalan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Wahai hamba Allah! Apakah engkau menginginkan hidayah? Sesungguhnya engkau tidak akan mendapatkannya kecuali hanya dengan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah azza wa jalla berfirman:
وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ الأعراف: 158
“Dan ikutilah dia (Rasulullah) agar kalian mendapatkan petunjuk.” (QS. Al-A’raaf: 158)
وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا النور: 54
“Dan apabila kalian mengikutinya (Muhammad) maka kalian akan mendapatkan petunjuk.” (Qs. An-Nur: 54)

Apakah engkau menginginkan cinta dan ampunan Allah azza wa jalla? Maka simaklah firman Allah berikut ini:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ آل عمران: 31
“Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran: 31)

Apakah engkau menginginkan rahmat Allah azza wa jalla? Renungkanlah firman Allah berikut ini:
وَأَطِيعُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ آل عمران: 132
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul (Muhammad) agar kalian diberikan rahmat.” (QS. Ali ‘Imran: 132)

Apakah engkau menginginkan kehidupan yang hakiki? Allah azza wa jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَجِيبُواْ لِلّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُم لِمَا يُحْيِيكُمْ الأنفال: 24
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberikan kehidupan kepadamu.” (QS. Al-Anfaal: 24)

Jadi, pada hakikatnya engkau wahai hamba Allah! Adalah mati, kecuali apabila Allah azza wa jalla menghidupkanmu dengan mengikuti Rasulullah.


Hak dan Kewajiban Umat Terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (2)

Hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Ketiga Adalah Bersegera Memenuhi Seruan Beliau, dan Langsung Mentaati Perintahnya
Allah berfirman di dalam al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَجِيبُواْ لِلّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُم لِمَا يُحْيِيكُمْ الأنفال: 24
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberikan kehidupan kepadamu.” (QS. Al-Anfaal: 24)
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ النور: 51
“Sesungguhnya ucapan orang-orang yang beriman, apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka hanyalah ‘Kami mendengar, dan kami taat’.” (QS. An-Nur: 51)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ الأحزاب: 36
“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka.” (QS. Al-Ahzab 36)


Apakah engkau benar-benar cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Apakah engkau benar-benar yakin bahwa hidayah hanya akan engkau dapatkan dengan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Kalau begitu, buktikan kebenaran tersebut dengan perbuatanmu.

Apabila engkau mendengar perintah atau larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka katakanlah “Kami dengar dan kami taati wahai Rasulullah.” Kalau ada yang mengatakan kepadamu: “Demi Allah saya mencintaimu”, dan dia selalu mengulangi perkataan tersebut siang malam, akan tetapi ketika engkau membutuhkan bantuannya, sedikit pun dia tidak mau membantu, apakah engkau akan katakan bahwa dia sungguh-sungguh di dalam ucapannya atau justru engkau akan mengatakan orang ini pembohong? Tidak diragukan lagi kamu pasti akan mengatakan dia seorang pembohong.

Mari kita berkelana sejenak untuk melihat bagaimana ketaatan para salafus shalih terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat, kemudian beliau berdiri di atas mimbar dan berkata kepada para sahabat: “duduklah kalian.” Pada waktu itu Abdullah bin Mas’ud datang terlambat ke masjid, namun ketika beliau hendak masuk ke dalam masjid beliau mendengar perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, lantas beliau pun duduk di luar masjid dan tidak melangkah masuk ke dalam masjid. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat beliau, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata: “Majulah wahai Abdullah, semoga Allah azza wa jalla menambahkan ketaatanmu kepada Allah dan kepada Rasul.” HR. Abu Daud bab “Al-Imam yukallimur rajula fii khuthbatihi” Di dalam shahih Muslim disebutkan:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: أعطى النبي صلى الله عليه و سلم الراية يوم خيبر لعلي رضي الله عنه و قال: {امض و لا تلتفت حتى فتح الله عليك}
Dari Abu Hurairah beliau berkata: “Pada hari Khaibar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan bendera kepada Ali bin Abi Thalib, dan beliau pun berkata kepadanya: “Berjalanlah engkau sampai Allah azza wa jalla memberikan kemenangan atasmu, dan janganlah engkau memalingkan mukamu.”
Maka ketika beliau ingin menanyakan suatu pertanyaan yang sangat penting sekali, beliau pun berteriak dengan suara yang lantang, tanpa berpaling ke belakang:
فوقف و صرخ و لم يلتفت يارسول الله على ماذا أقاتلهم؟ قال : {قاتلهم على أن يشهدوا ألا إله إلا الله و أني رسول الله}


Maka beliau pun berdiri dan berteriak tanpa berpaling, wahai Rasulullah! Atas dasar apa aku memerangi mereka? Maka dijawab oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “perangilah mereka sampai mereka bersaksi tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah azza wa jalla, dan bahwa aku adalah utusan Allah azza wa jalla.” (HR. Muslim 2405)


Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Abdullah bin Amr bin ‘Ash mengenakan pakaian yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau belum mengetahui larangan tersebut, akan tetapi beliau melihat ketidaksukaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari raut wajah beliau, maka dia pun segera menuju rumah dan menanggalkan pakaian tersebut lantas membakarnya.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat Abdullah bin Umar memakai pakaian yang melebihi mata kaki (isbal), maka beliau pun berkata: “Angkatlah sarungmu.” HR. Muslim bab “Tahrim jarris staubi khuyala’” Maka beliau pun langsung mengangkat sarungnya tanpa menunda-nunda sedikit pun.


Cobalah engkau bayangkan seakan-akan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadamu: “Wahai fulan bin fulan, lakukanlah pekerjaan ini, atau tinggalkanlah perbuatan ini.” Apakah engkau akan langsung mematuhi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Atau engkau justru berkata: “Tidak ya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, saya tidak bisa, karena ini sudah tidak sesuai dengan zaman, saya minta maaf.”


Dan tidak ketinggalan, para shahabiyyat pun mempunyai bagian yang tak kalah besarnya di dalam ketaatan mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah duduk di antara para sahabat yang terbunuh dan terluka pada waktu perang Uhud, beliau melihat seorang wanita berlari menuju sahabat yang terbunuh, maka beliau pun berkata: “Cegahlah wanita itu, cegahlah wanita itu.” Maka berkatalah Zubair bin ‘Awwam: “Ketika itu, terbetiklah di dalam pikiranku bahwa wanita itu adalah ibuku Shafiyyah binti Abdil Muththalib, maka aku pun berusaha mencegahnya, akan tetapi dia memukulku dan menyingkirkanku, maka aku pun berkata: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangmu untuk pergi.” Maka dia pun berhenti dan memberikan kain kafan seraya berkata: “Pergilah engkau, dan kafanilah Hamzah.” HR. Ahmad.

Coba kita lihat bagaimana seorang wanita patuh kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, walau pun dia merasakan kesedihan yang sangat dalam ketika kehilangan saudara laki-lakinya. Saudaraku! Beginilah kondisi para salafus shalih di dalam ketaatan mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan begini pulalah seharusnya kita bersikap terhadap perintah dan larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
{وجعل الذلة و الصغار على من خالف أمري}
“Dan sudah dijadikan kehinaan dan kerendahan atas mereka yang menyelisihiku.” (HR. Bukhari di dalam bab “Maa qiila fi ar-rimaah“)

Berapa banyak kita menyaksikan manusia hidup dengan kondisi yang sangat buruk, dan sangat memprihatinkan, mereka berusaha mencari pekerjaan tapi tidak berhasil, masalah selalu timbul di dalam keluarganya, segala sesuatu selalu dia rasakan sangat sulit, dan dia pun berkata: “Ya Rabb! Kenapa aku selalu mendapatkan cobaan ini?” Wahai hamba Allah! Cobalah engkau mengoreksi dirimu, mungkin cobaan ini datang karena engkau selalu menyelisihi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah azza wa jalla berfirman:
{وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلاً }الفرقان27
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang zalim menggigit kedua tangan mereka, (menyesali perbuatannya) seraya berkata, “Wahai! Sekiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama Rasul.” (QS. Al-Furqon: 27)

Manusia apabila menyesali apa yang telah terjadi terkadang dia akan menggigit jarinya, di dalam ayat ini Allah azza wa jalla tidak mengatakan mereka menggigit satu jari, tidak juga satu tangan akan tetapi mereka menggigit kedua tangan mereka, kenapa? Karena dahulu mereka tidak menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai tuntunan, karena mereka tidak mau mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi sungguh penyesalan mereka tiada bermanfaat.

Bukan itu saja, sesungguhnya mereka yang menyelisihi sunnah, atau sengaja menyelisihi sunnah, mereka terancam akan mendapatkan hukuman, tidak hanya di akhirat tetapi mereka pun terancam mendapatkan hukuman di dunia sebelum hukuman di akhirat.

Diriwayatkan di dalam shahih Muslim bahwa seorang laki-laki makan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tangan kirinya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menegurnya seraya berkata: “makanlah dengan tangan kanan.” Orang tersebut berkata: “Saya tidak bisa.” Maka Rasulullah pun berkata seraya mendoakan atas orang tersebut:
{لا استطعت ما يمنعك إلا الكبر} يقول الراوي “فما رفعها إلى فيه بعد ذلك.”
“Semoga kamu tidak bisa (mengangkat tanganmu lagi), tidak ada yang menghalangimu melainkan sikap sombong.” Perawi hadits ini mengatakan: “Maka setelah itu, dia tidak bisa lagi mengangkat tangan ke mulutnya.” (HR. Muslim 2021)

Allah azza wa jalla memberikan hukuman kepada orang tersebut hanya karena dia berpaling dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Wahai saudaraku! Sesungguhnya permasalahannya bukanlah mobil, harta, bangunan yang apabila engkau suka dapat engkau ambil, akan tetapi permasalahannya adalah antara surga dan neraka. Ini adalah permasalahan yang sangat berbahaya sekali. Kalau engkau menginginkan surga, maka jalan menuju surga terbuka lebar, jalan menuju surga adalah dengan mengikuti sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan memenuhi secara sempurna semua perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Akan tetapi, apabila engkau justru memilih jalan lain, jalan menuju neraka, maka semua terserah kepadamu. Rasulullah s bersabda:
{كل أمتي يدخلون الجنة إلا من أبى} قالوا : و من يأبى يارسول الله؟ قال: {من أطاعني دخل الجنة و من عصاني دخل النار}
“Setiap umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan.” Mereka bertanya: “siapa yang enggan wahai Rasulullah?” Beliau berkata: “Siapa yang taat kepadaku, akan masuk surga, dan siapa yang tidak taat kepadaku, akan masuk neraka.” (HR. Bukhari 7280)

Hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Terakhir Adalah Merasa Cukup Dengan Sunnah yang Telah Diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Tanpa Menambahkan Sesuatu (yang Tidak Diajarkan) ke Dalamnya

Wahai saudaraku! Siapa yang benar-benar mengikuti Nabi, sesungguhnya dia pasti akan meyakini bahwa tidak ada satu pun jalan yang dapat mendekatkan kita kepada Allah azza wa jalla, melainkan telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka kenapa kita harus menambah-nambah? Kenapa kita harus berbuat bid’ah? Coba kita renungkan kisah berikut ini! Pada suatu hari Said bin Musayyib (seorang tokoh dari kalangan tabi’in) -sesudah adzan subuh- melihat seorang laki-laki shalat dua rakaat kemudian salam, lalu dia kembali mengulangi shalat dua rakaat kemudian salam, dan begitu seterusnya, maka Said bin Musayyib pun berkata kepadanya: “Jangan engkau lakukan hal yang demikian!” Maka orang tersebut pun berkata: “Wahai Abu Muhammad! Apakah Allah azza wa jalla akan mengazabku karena aku shalat?” Ketika kita menegur seseorang ketika ia melakukan suatu perkara bid’ah, seperti dzikir berjamaah, dan maulid Nabi, mereka justru berkata: “Apakah Allah azza wa jalla akan mengazabku karena ibadah ini?”

Coba kita renungkan jawaban Said bin Musayyib yang menggambarkan kesungguhan di dalam mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata: “Tidak, Allah azza wa jalla tidak akan mengazabmu karena shalat, akan tetapi engkau akan mendapatkan azab karena engkau menyelisihi sunnah.”

Demi Allah, sesungguhnya perbuatan bid’ah tidak akan menjadikan engkau melainkan akan semakin jauh dari Allah azza wa jalla. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
{أما بعد فإن أصدق الحديث كتاب الله و خير الهدي هدي محمد صلى الله عليه و سلم و شر الأمور محدثاتها و كل محدثة بدعة و كل بدعة ضلالة و كل ضلالة في النار}
“Amma ba’du: sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk, adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang tidak mempunyai landasan syar’i, karena setiap perkara tersebut adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)

Semoga risalah singkat ini dapat memberikan manfaat bagi kita di dunia dan akhirat, semoga Allah azza wa jalla menjadikan kita orang-orang yang terdepan di dalam mengikuti sunnah dan selalu istiqomah di atas sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
و صلى الله على نبينا محمد و على آله و أصحابه أجمعين.
***

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar