Senin, 03 Januari 2011

TIDAK SAH NIKAH TANPA WALI

Dari Ubaidullah bin Umar Al-Umari rahimahullah dia berkata:
حَدَّثَنِي نَافِعٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الشِّغَارِ
قُلْتُ لِنَافِعٍ مَا الشِّغَارُ قَالَ يَنْكِحُ ابْنَةَ الرَّجُلِ وَيُنْكِحُهُ ابْنَتَهُ بِغَيْرِ صَدَاقٍ وَيَنْكِحُ أُخْتَ الرَّجُلِ وَيُنْكِحُهُ أُخْتَهُ بِغَيْرِ صَدَاقٍ
“Telah menceritakan kepadaku Nafi’ dari ‘Abdullah (bin Umar) radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang nikah syighar.
Saya bertanya kepada Nafi’, “Apa maksud syighar?” Ia menjawab, “Seseorang mengawini anak perempuan seseorang lelaki dengan syarat lelaki tersebut dinikahkan dengan anak perempuannya tanpa mahar. Atau dia menikahi saudara perempuan seorang lelaki dengan syarat lelaki tersebut menikahkannya dengan saudara perempuannya tanpa mahar.”
(HR. Al-Bukhari no. 5112 dan Muslim no. 1415)
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ

“Tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali.”
(HR. Abu Daud no. 1785, At-Tirmizi no. 1101, dan Ibnu Majah no. 1870)
Dari Aisyah radhiallahu anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا فَإِنْ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ

“Wanita manapun yang menikah tanpa seizin walinya maka nikahnya adalah batal, nikahnya adalah batal, nikahnya adalah batal. Jika dia telah digauli maka dia berhak mendapatkan mahar, karena lelaki itu telah menghalalkan kemaluannya. Jika terjadi pertengkaran di antara mereka, maka penguasalah yang menjadi wali atas orang yang tidak punya wali.”
(HR. At-Tirmizi no. 1021)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

“Wanita itu dinikahi karena empat hal: Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka utamakanlah yang baik agamanya, niscaya kamu akan beruntung.”
(HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 2661)
Penjelasan ringkas:
Di antara syarah syahnya nikah adalah adanya keridhaan dari kedua mempelai, dalam artian pernikahan tidak dilakukan dalam keadaan terpaksa, ini telah kami terangkan pada artikel sebelumnya.
Syarat syah berikutnya adalah adanya mahar dari pihak lelaki kepada pihak wanita, walaupun dengan nilai yang sedikit dan walaupun belum dibayarkan ketika itu. Karenanya semua pernikahan tanpa mahar seperti nikah syighar adalah nikah yang haram lagi tidak syah.
Syarat syah berikutnya adalah adanya wali bagi mempelai wanita, baik dia masih perawan maupun sudah janda, keduanya disyaratkan mempunyai wali yang menikahkannya. Jika si wanita tidak mempunyai wali karena dia anak zina atau keluarnya seluruhnya kafir misalnya, maka yang menjadi wali dari wanita itu adalah dari pihak yang ditunjuk oleh penguasa. Karenanya semua pernikahan tanpa wali seperti nikah mut’ah dan semacamnya adalah nikah yang batil lagi tidak syah.
Syarat berikutnya adalah adanya dua saksi adil yang menyaksikan pernikahannya. Ada sebuah lafazh tambahan dari hadits Abu Musa di atas, “Tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.” Tambahan ini diperselisihkan keabsahannya oleh para ulama, sebagian menyatakan lemahnya seperti Asy-Syaikh Musthafa Al-Adawi dalam Jami’ Ahkam An-Nisa` (3/322) dan sebagian lainnya menyatakan shahihnya seperti Asy-Syaikh Al-Albani dalam Irwa` Al-Ghalil (6/258). Ala kulli hal, Imam Asy-Syafi’i berkata dalam Al-Umm (2/168), “Hadits ini walaupun sanadnya terputus di bawah Nabi shallallahu alaihi wasallam, akan tetapi mayoritas ulama berpendapat dengannya.” At-Tirmizi juga berkata setelah meriwayatkan hadits di atas, “Inilah yang diamalkan oleh para ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam, para tabi’in setelah mereka, dan selain mereka. Mereka menyatakan: Tidak ada nikah tanpa adanya saksi-saksi. Tidak ada seorangpun di antara mereka yang berbeda pendapat dalam masalah ini kecuali sekelompok ulama belakangan.
Selain memperhatikan semua syarat syah nikah di atas, kedua calon mempelai juga harus memperhatikan empat perkara yang tersebut dalam hadits Abu Hurairah di atas dalam memilih pasangan hidupnya. Karena keempat perkara itu merupakan kriteria yang paling ideal mengingat Nabi shallallahu alaihi wasallam sendiri yang langsung menyarankannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar